Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jurus Diplomasi Heynckes

Kompas.com - 19/05/2012, 03:39 WIB

MUENCHEN, SABTU - Pelatih Bayern Muenchen Jupp Heynckes memainkan diplomasi pada momen krusial sehari jelang final Liga Champions melawan Chelsea di Stadion Fussball Arena, Muenchen, Sabtu (19/5) atau Minggu dini hari WIB. Jurus mind games ini sama pentingnya seperti taktik di lapangan.

Heynckes, pelatih berusia 67 tahun itu, mengirim pesan kepada pemilik Chelsea, Roman Abramovich: pertahankan Roberto Di Matteo sebagai pelatih Chelsea, tidak peduli apa pun hasil partai final, Minggu dini hari WIB nanti. ”Andai saya menjadi Abramovich, saya akan mempertahankan pelatih muda itu,” katanya dalam jumpa pers, Jumat (18/5).

Meski telah memberi gelar Piala FA dan sukses membawa Chelsea ke final Liga Champions, Di Matteo tetap pelatih caretaker atau pelatih sementara pengganti Andre Villas-Boas yang dipecat pada 4 Maret lalu.

”Dilihat dari luar, kelihatannya dia (Di Matteo) sangat dingin yang mengendalikan penuh dan perlahan-lahan mampu meningkatkan hubungan dengan pemain, serta menciptakan harmoni,” ujar Heynckes.

”Saya pikir, dia melakukan tugas yang luar biasa. Untuk posisi pelatih, Anda butuh kesinambungan. Atmosfer di ruang ganti sangat penting, harmoni dan hormat antara pemain dan pelatih.”

Tidak ada yang salah, dan bahkan mungkin itu yang benar, dalam ucapan arsitek Bayern tersebut. Heynckes sendiri pernah merasakan pahitnya dicopot dari jabatan pelatih Real Madrid pada 1998 justru setelah hanya beberapa hari mengantarkan klub Spanyol itu juara Liga Champions, gelar Eropa pertama Real setelah 32 tahun.

Namun, dalam konteks laga seprestisius final Liga Champions, ucapan-ucapan Heynckes itu bisa menjadi bagian dari permainan urat saraf (mind games), yang biasa dilakukan sejumlah pelatih menjelang duel penting. Itu bisa dilihat sebagian upaya merusak konsentrasi lawan.

Chelsea sebagai ancaman

Di mata Heynckes, Chelsea ancaman serius bagi klubnya untuk memboyong gelar Liga Champions kelima. Setelah ditangani Di Matteo, terlepas dari pencapaian di liga, Chelsea mengalami transformasi: dari situasi di ujung tanduk menyusul kekalahan 1-3 di Napoli menjadi tiket final, termasuk dengan mendepak juara bertahan Barcelona.

Tak bisa dimungkiri, hal itu berkat sentuhan midas Di Matteo (41 tahun). Di bawah pelatih asal Italia itu, kata Heynckes, Chelsea mampu bermain dengan berbagai sistem.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com