”Anda bisa lihat, Chelsea bisa bermain dengan sistem yang berbeda-beda,” ujar Heynckes seperti dikutip situs UEFA, Kamis. ”Mereka bermain sama sekali berbeda menghadapi Benfica (di perempat final) dibandingkan saat melawan Barcelona (di semifinal). Saya perkirakan (di final), Chelsea bakal kembali tampil sedikit berbeda saat menghadapi Bayern.”
Absennya bek kapten John Terry, Branislav Ivanovic, dan gelandang Ramires serta Raul Meireles membuat formasi Chelsea lebih sulit ditebak dibandingkan dengan Bayern yang juga kehilangan bek Holger Badstuber, David Alaba, dan gelandang Luiz Gustavo. Hal itu dikupas pakar taktik sepak bola Jonathan Wilson dalam ulasannya di laman Sports Illustrated, Rabu lalu.
”Isu utama untuk Di Matteo yang harus dipecahkan adalah apakah ia akan memainkan 4-3-3 atau 4-2-3-1?” tulis Wilson. ”Melawan Barcelona—hingga muncul kebodohan Terry dan kartu merahnya—ia lebih suka memainkan 4-3-3. John Obi Mikel diapit Meireles dan Frank Lampard dengan menempatkan Juan Mata alternatif penyerang kreatif di sisi kanan, sedangkan Ramires di sisi kiri. Tanpa Ramires dan Meireles, pilihan mereka terbatas.”
Posisi Terry dan Ivanovic diisi duet David Luiz dan Gary Cahill yang diperkirakan fit dari cedera hamstring. Dengan perkiraan pola 4-2-3-1, kendati dalam praktiknya lebih mirip 4-4-1-1, ”The Blues” turun dengan Lampard dan Obi Mikel sebagai gelandang bertahan. Di depan, Didier Drogba ditopang Mata, serta Daniel Sturridge dan Salomon Kalou di sayap.
”Kami berusaha mencapai seluruh target kami dan semua pemain yang tampil luar biasa. Jadi, kami akan memaksimalkan skuad kami. Saya yakin, siapa pun yang diturunkan bakal tampil 100 persen,” kata Di Matteo.
Bagaimana Bayern? Heynckes juga harus merombak formasi tim meski tidak akan keluar dari pakem 4-2-3-1. Apa pun perombakan yang dilakukannya, satu hal yang tidak berubah pada Bayern adalah dua sayap andalan mereka, Franck Ribery (kiri) dan Arjen Robben (kanan).
Robben dipastikan fit dan siap tampil meski Kamis lalu sempat mengalami demam. Duet Robben dan Ribery, yang populer dengan julukan ”Robbery”, sangat vital dalam skema permainan Bayern. Di ajang Liga Champions musim ini, Ribery menjadi penyumbang utama asis (lima kali), catatan tertinggi sejauh ini bersama beberapa pemain lain.
Pertarungan di lini sayap bisa menjadi kunci penentu kemenangan laga final ini. Peran pemain sayap hampir sekarat dalam beberapa tahun. Pada Liga Champions musim lalu, 35 persen gol dari bola-bola hidup lahir dari striker atau umpan diagonal ke arah striker. Gol-gol umpan silang dari sayap terhitung hanya 22 persen.
Musim ini, angka itu berubah. Terlalu padatnya sisi tengah dengan banyak pemain membuat area sayap banyak celah untuk dimaksimalkan. Sekitar 30 persen gol musim ini tercipta dari umpan-umpan silang. Dalam hal ini, Bayern jagonya.
Heynckes menegaskan, timnya bertekad untuk menuntaskan laga tanpa harus ditentukan lewat adu penalti. ”Saya berharap, kami bisa menghindari itu. (Jika adu penalti lagi) Itu bakal jadi partai ketiga yang harus diakhiri dengan adu penalti musim ini dan untuk seusia saya, saya tidak tahu, apakah jantung saya kuat,” katanya.(AP/AFP/REUTERS/SAM)