Oleh Desi Purnamawati
Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, di setiap provinsi punya kekhasan masing-masing mulai dari etnis, bahasa, tarian, makanan, pakaian tradisional, kerajinan hingga tatanan kehidupan.
Begitu pula dengan Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari empat etnis besar yang hidup berdampingan yaitu suku Buton, Muna, Tolaki dan Moronene serta suku-suku lainnya dari nusantara.
"Living harmony" atau hidup dalam harmoni sangat dibutuhkan dalam keragaman di Bumi Anoa, terlebih lagi dengan beberapa catatan kelam yang terjadi di Sultra.
Universitas Haluoleo (Unhalu) yang menjadi kebanggaan masyarakat Kendari khususnya dan Sulawesi Tenggara umumnya memiliki catatan "hitam" yang mencoreng citra dunia pendidikan.
Berbagai konflik yang muncul pada masa terakhir ini, khususnya yang terjadi di kampus Unhalu, dipicu oleh kekuatan hegemoni tertentu dan faktor sosial politik.
Situasi tersebut telah menjadi isu nasional yang mengkhawatirkan karena sampai saat ini belum ditemukan pemecahan masalah yang bersifat strategis dan melegakan berbagai pihak yang berkenaan.
Kasus terbaru tewasnya dua mahasiswa Unhalu pada Kamis 8 September 2011 menambah panjang catatan kelam peradaban di Unhalu yang sudah terjadi sejak sekitar 1995.
Kerusuhan tersebut telah mengakibatkan ternodanya bingkai keragaman dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam bahkan menolak jika dikatakan peristiwa yang terjadi di seputaran kampus Unhalu sebagai perang suku.