Rijsbergen juga konyol dengan menyatakan pasukan yang dia tangani bukanlah ”timnya”. Sedetik setelah dia sepakat menangani Bambang dan kawan-kawan, seluruh tanggung jawab timnas berpindah kepada dirinya. Sebagai pelatih yang sudah malang melintang di Benua Eropa dan Amerika, dia seharusnya paham benar situasi ini.
Sikap Rijsbergen yang menyalahkan pemain tentu membuat Bambang dan kawan-kawan gusar. Bisa dipahami sebab setelah berjuang, meski tampil buruk, mereka tetap berusaha memberikan yang terbaik. Rijsbergen seperti menutup mata pada kondisi tim yang sudah goyah sejak PSSI secara mendadak memecat Alfred Riedl hanya karena alasan kontrak pelatih asal Austria itu berantakan. Ditambah manajemen buruk timnas dalam laga tandang ke Iran, lengkaplah kondisi tidak kondusif yang dihadapi Bambang dan kawan-kawan.
Problem timnas Indonesia yang terpicu sikap Rijsbergen sejatinya tidaklah terlalu berat. PSSI sebagai ”pemicu” problem ini sebaiknya langsung menengahi. Rijsbergen harus mendapat teguran keras karena sikapnya sama sekali tidak mencerminkan pemimpin. Pemain pun tak perlu memperpanjang masalah ini dan segera berkonsentrasi untuk empat laga sisa di kualifikasi Piala Dunia. PSSI juga harus mengevaluasi kinerja manajemen timnas karena keterlambatan pulang dari Teheran, misalnya, sungguh tidak bisa diterima.
Selagi berlibur di Belanda, Rijsbergen sebaiknya meneliti rekam jejak Mourinho, yang selalu tampil sebagai pemimpin sejati dan prestasinya sungguh fenomenal.