Ada apa dengan Arsenal? Pertanyaan ini wajar dilontarkan karena, hanya dalam 14 hari, mereka kehilangan peluang merebut tiga gelar (Piala Liga, Liga Champions, dan Piala FA). Satu demi satu peluang juara bagi Arsenal musnah bak diempaskan tsunami, kecuali tinggal satu yang tersisa, yakni Liga Inggris.
”The Gunners” dipukul Birmingham City di final Piala Liga. Pada Liga Champions, setelah memenangi laga pertama 2-1, mereka didepak Barcelona dengan agregat 3-4. Pada Sabtu lalu, di perempat final Piala FA, mereka dihentikan Manchester United.
Jika dialami klub-klub lain, mungkin hal itu akibat masalah kesulitan keuangan, masalah kepelatihan, atau stok pemain di bawah standar. Namun, faktor-faktor itu sama sekali tidak dialami Arsenal. Di beberapa tahun terakhir, menurut ”Football Money League” Deloitte dan Touche, klub itu selalu untung dan tahun ini urutan kelima klub sepak bola paling untung.
Arsenal juga klub peringkat ketiga terbesar dalam membayar gaji para pemainnya. Yang terpenting lagi, secara konsisten, para pemain itu memeragakan sepak bola menghibur, menyerang, serta membuat dan menuntaskan serangan. Lalu, mengapa mereka sudah lima tahun paceklik gelar juara?
Dalam ulasannya di
Struktur dan komposisi pemain Arsenal saat ini secara fisik juga tidak sekokoh pada era pendahulu mereka. Bahkan, dibandingkan dengan skuad 1998 saat Wenger merebut trofi pertamanya di Arsenal, skuad mereka kali ini sedikit lebih kecil. Ini tak lepas dari kebijakan transfer mereka yang menekan belanja pemain.
Sejak paceklik gelar tahun 2005, pos belanja pemain Arsenal memperlihatkan angka positif sekitar 25 juta euro. Bandingkan dengan rival mereka, seperti dikutip situs TransferMarkt.de: MU (negatif 80 juta), Liverpool (negatif 150 juta), Tottenham Hotspur (negatif 275 juta), Chelsea (negatif 332 juta), dan Manchester City (negatif 582 juta).
Tidak saja bersaing melawan klub-klub dengan belanja transfer besar, Arsenal juga harus menghadapi klub-klub yang dipoles pelatih hebat, seperti Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, dan Sir Alex Ferguson ”Bagi kami, merebut juara tentu penting, tetapi itu bukan tujuan akhir dari segala-galanya,” kata Ivan Gazidis, CEO Arsenal, kepada Radio 5. Ini mungkin sedikit menjelaskan: mengapa Arsenal seperti ini?