Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membayangkan Marco Reus Bahagia...

KOMPAS.com - Sebilah jari perlu melintasi 7 tuts demi menggapai “i” dari “a” pada kibor. Jumlah itu setara 70-80 persen lebar kibor yang merentang dari sayap kiri tempat “a” berada dengan sayap kanan tempat “i” bersinggasana.  

Sejauh-selebar itu pula jarak yang memisahkan antara “ingin” dan “angan”.

Jarak sejauh itu hanya sanggup lebur pada sosok Sisifus, tokoh mitologi Yunani yang dikutuk mendorong batu karang ke puncak gunung, hanya untuk menyaksikannya bergulir jatuh dan mendorongnya balik ke puncak gunung.

Terus berulang-ulang.

Selamanya. Sebagian kita mungkin menganggapnya kesia-siaan abadi, tetapi Albert Camus, filsuf Perancis yang mengisahkan ulang cerita absurd ini, menyodorkan perspektif alternatif. 

“Perjuangan itu sendiri... sudah cukup untuk mengisi hati manusia. Kita harus membayangkan bahwa Sisifus berbahagia,” tulis Camus dalam Le Mythe de Sisyphe (1942).

Kita tidak pernah tahu apakah Sisifus memang menginginkan betul puncak gunung itu, atau barangkali puncak tersebut angan-angannya belaka. Kita tidak pernah tahu, tapi anggap saja Sisifus berbahagia.

*

Seorang bocah kurus berbalut kostum kuning-hitam tampak getun. Pendar bakat yang silau membawanya ke puncak karier seorang pesepakbola junior, tetapi takdir berucap lain.

Tubuh rampingnya menjelma mistar yang merintangi langkahnya menjemput karier profesional di Westfalenstadion, kandang kebanggaan Borussia Dortmund, klub bola kota kelahirannya.

Klub pujaan menganggapnya terlalu kerempeng.

Marco Reus, bocah kurus itu, tumbuh di akademi Dortmund sejak belum akil balig. Setelah keputusan menyakitkan itu, Reus dipinang Rott Weiss Ahlen, klub tetangga Dortmund yang bermain di divisi 3 Liga Jerman.

Dari nyaris tiba di puncak impian seorang bocah, Reus kecil mengulang semuanya dari nol. Persis Sisifus, ia mendorong lagi batu karang itu dari bawah meski puncak sudah menyapanya dari jauh.

Talenta yang kelewat cemerlang akhirnya mengantarnya lepas sauh ke Borussia Moenchengladbach, klub yang mentas semenjana pada divisi satu Liga Jerman.

Memang bukan Borussia impiannya, tapi penampilan gemilangnya berhasil bikin Borussia yang ia angankan sejak belia merevisi keputusannya.

Pada 2012, Dortmund datang dan Reus, barang tentu, tak kuasa menolak lamaran si cinta pertama. 

Menyapu 3 trofi lokal dalam 2 tahun terakhir, Dortmund kala itu sedang bercokol di puncak konstelasi sepakbola Jerman. Setelahnya, Dortmund dan Reus bersiap mendaki puncak-puncak baru.

Dengan segala beban sejarah—Dortmund terakhir menjuarai Liga Champions pada 1997—Reus dan batu karangnya tiba dengan meyakinkan pada partai puncak kompetisi paling bergengsi Benua Biru, hanya untuk sebuah akhir yang menyakitkan. 

Kebobolan di 5 menit terakhir partai sengit versus Bayern, Dortmund dan Reus tergelincir dari jalannya menuju puncak gunung yang tinggal sedepa. Keduanya pulang dengan tangan hampa, dengan beban si batu karang yang kian sarat.

Apakah Reus menyesal dengan keputusannya setahun silam bergabung dengan Dortmund? Kita tidak tahu. 

Yang jelas, Jupp Heynckes, pelatih Bayern waktu itu, sempat ingin menebusnya dari Moenchengladbach.

Kakek-kakek beruban itu mengundangnya makan di rumah, bicara berbusa-busa betapa klub yang ia asuh menginginkannya setengah mati, lalu menyodorinya kontrak.

Reus tetap bertindak patut pada pertemuan itu, dengan hati yang diam-diam telah bulat untuk berseragam kuning-hitam.

Usai badai pada 2013 itu, cuaca membaik dan Reus menyongsong puncak berikutnya yang menjulang megah di depan mata.

Jerman lolos ke Brasil dengan menyandang status kandidat terkuat juara dunia 2014.

Reus yang lagi moncer-moncernya memainkan peran kunci dalam skema serangan pasukan Joachim Loew, sebelum tekel horor menerjang engkelnya dalam laga persahabatan yang tak penting-penting amat di Armenia.

Ia terjatuh, bukan hanya dari lapangan hijau, melainkan juga dari tebing nasib. 

Sementara ia naik meja operasi, rekan-rekan setimnya naik ke puncak podium, merayakan capaian Jerman sejak 1990 lewat segenggam trofi Piala Dunia.

Hanya jersey Reus yang turut mejeng di podium, dipampangkan sahabatnya di Dortmund yang baru saja pindah ke Bayern, Mario Goetze. 

Reus kembali melantai; lapangan hijau kembali menjelma arena dansa pria 25 tahun yang tak lupa cara tersenyum usai 3 bulan masa rehabilitasi yang bikin frustrasi.

Dari titik nadir, Reus lagi-lagi mendorong batu karang sialan itu ke titik yang cukup tinggi untuk membuatnya dilirik klub-klub papan atas Eropa.

Membukukan 17 gol dan asis dari 29 pertandingan, nilai Reus melesat di bursa hingga 60 juta Euro lebih, pemain termahal Dortmund saat itu.

PSG yang baru saja digawangi miliarder Qatar, Nasser Al-Khelaifi, menyogoknya dengan suapan gaji 3 kali lipat. 

Tahun berikutnya, klub Perancis itu mencoba peruntungan keduanya. Begitu pula Madrid, coba mencuri sinar seorang Reus yang masih berpendari kendati Dortmund terseok di gelapnya jurang degradasi pada 2015.

Barcelona bahkan mampir dengan tawaran yang lebih konkret di Duesseldorf saat utusan dari Katalunya mulai bicara angka.

Sedianya Reus memberi lampu hijau, kontrak akan dikirim langsung kepadanya. Akhirnya, Reus memberi tanda tangannya di atas kontrak, tapi kontrak jangka panjang yang disodorkan Dortmund di ruang kantor mungil itu.

Begitu lah Reus, berbekal cinta sejati—sebagaimana slogan Dortmund, “echte liebe”--sudi jatuh hingga ke jurang, demi membersamai batu karang yang belakangan kita tahu bernama Borussia Dortmund itu, untuk bangkit dari nestapa.

Kita tidak pernah tahu, tapi seperti Camus bilang, kita harus membayangkan Reus berbahagia melakukan ini semua, termasuk mendorong Dortmund dari peringkat 16 di lembah degradasi untuk merayap naik ke peringkat 7 pada akhir musim itu. 

Pada awal 2018, pintu kamar Reus kembali diketuk. Pep Guardiola, manajer jenius yang berhasil menculik Mario Goetze ke Bayern pada 2013 jelang final Liga Champions, menggodanya dengan harum fulus Dubai.

Ia berencana melibatkan Reus dalam kerajaan baru sepakbola yang ia rintis bersama Manchester City.

Rayuan gaji 23 juta Euro setahun rupanya tak berarti apa-apa bagi Reus yang tahu betul makna ikrar setia.

Mulai musim itu, ban kapten memeluk lengannya bak cincin suci pernikahan yang melingkari jari mempelai.

Sebuah deklarasi cinta yang sakral. Usai 259 hari dibekap cedera, fans di Westfalen menyambutnya dengan gema paling membahana di sekujur stadion.

Mafhum bahwa Reus telah memutuskan sehidup semati bersama cinta pertamanya, tak satu pun klub coba mengganggunya lagi.

Agaknya, mereka menghormati sepakbola itu sendiri yang seakan merestui Reus untuk menggurat epos agung soal loyalitas yang kian tak laku di hadapan industri.

Seiring mundurnya para peminat, harga Reus di bursa transfer terus menggelincir, namun tidak dengan performanya.

Harapan atas puncak megah yang gagal ia cengkau itu kembali terbit di dada Reus begitu namanya masuk daftar 23 pemain yang berangkat ke Rusia pada Piala Dunia 2018.

Entah apa salah dan dosanya, takdir selalu mengambil peran ibu tiri nan tega. Reus mesti mengemas koper lebih awal usai suguhan memalukan Jerman di Rusia.

Kalah di fase grup, Reus balik ke tanah kelahiran, menemui Dortmund si batu karang untuk memulai lagi rutinitas absurd itu: mendorongnya lagi nyaris ke puncak Bundesliga lewat rentetan hasil fenomenal, hanya untuk disalip Bayern pada tikungan terakhir.

Bertahun-tahun ia mengawani dan mengawini Dortmund dan selama itu pula batu karang ini merindu trofi Liga Jerman. 

Selama itu pula, Reus pilih menghabiskan waktunya bertualang pada gunung yang itu-itu lagi, demi puncak yang itu-itu juga, walau yang ia lakukan "cuma" turun dan naik kembali pada kesempatan berikutnya tanpa pernah tiba pada puncak dambaannya.

Sementara itu, para pemain bintang yang pernah berbagi padang dengannya, telah menyesap manisnya petualangan baru bersama klub-klub dengan kesempatan mencecap puncak kesuksesan.

Puncak yang dulu bisa saja digapai Reus dengan mudah seandainya ia, sebagaimana pemain-pemain itu, menganggap Dortmund sebagai batu loncatan belaka, bukan batu karang yang perlu didorong setengah mati dan meluncur jatuh ke lembah sebelum tiba di puncak.

Lewandowski boleh jadi bosan juara Liga Jerman bersama Bayern setelah angkat kaki dari Dortmund. Haaland bahkan tak perlu menunggu untuk mencicipi manis trofi Liga Inggris begitu hijrah ke Manchester City asuhan Pep.

Silakan Anda sebut nama-nama lain, tapi niscaya Reus akan memilih badai bersama Dortmund.

Einmal Borusse, fur immer Borusse. Sekali seorang Borussia, selamanya orang Borussia. Ya, terus begitu hingga kita tak menyadari bahwa bocah kurus itu sudah beranak dua.

Dengan usia yang memanggil senja, Reus masih gigih mendorong batu karang ke puncak gunung.

Seperti kisah yang sudah kita hafal betul selama 11 tahun, ia lagi-lagi nyaris berhasil. 

Pertengahan 2023, setelah beberapa pekan mengamankan puncak klasemen, seisi penghuni Kota Dortmund ancang-ancang menggelar pesta di Borsigplatz guna merayakan akhir dahaga gelar Liga Jerman.

Hanya butuh satu kemenangan pamungkas untuk meruntas haus yang kadung mendemam 11 tahun lamanya. Kemenangan itu tak pernah tiba. Bayern yang menang. Reus ambruk di lapangan, terisak sejadi-jadinya.

Hatinya jebol oleh luapan pedih yang membawanya pergi meninggalkan ribuan suporter setia yang mengelu-elukan namanya.

Selepas kiamat kecil itu, Dortmund kembali ke titik nol. Lagi. Bersama dengan impian trofi Liga Jerman yang menguap, dalam sunyi, bayangan Reus pun perlahan memudar laiknya hijau pada lampu neon yang baru dipadamkan.

Kini, ia bukan lagi Reus yang gemar mengutak-atik gaya rambutnya. Dengan sisa rambut di kepala serta cinta dan tenaga yang sama tipisnya, ia terus mengerahkan upaya sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya, pada laga ketika Edin Terzic mempersilakannya merumput. Ia belum mau pensiun.

Ia ingin tetap menyepak bola. Masalahnya, ia hanya mampu membayangkan menyepak bola bersama kekasihnya.

Manajemen memberinya perpanjangan kontrak untuknya setahun, hanya setahun, namun itu cukup membuatnya gembira walau mengorbankan banyak hal. Reus dilaporkan memangkas 42 persen gajinya.

Ia pun sudi turun pangkat ke bangku cadangan. Ia juga rela melepas ban kapten—cincin suci yang telah menautkannya dengan batu karang yang ia cintai mati-matian.

Ini semua semestinya menyadarkan kita bahwa perceraian keduanya bukan lagi tak bisa dibayangkan. Dan kemarin, kabar buruk itu menjelma nyata seperti burung gagak hitam bertengger di jendela.

“Klub dan saya telah mengambil keputusan untuk tidak memperpanjang kontrak saya,” ucap gelandang 34 tahun itu dalam video pengumuman klub.

 “Masih tersisa beberapa kesempatan kita untuk bertemu, kok.” Dari kata-katanya, jelas ia coba menenangkan fans, bantu menata puing-puing hati mereka yang runtuh oleh gempa ini, kendati kita juga tahu betul hati Reus remuk dan tak kalah redam.

“Kita ingin ke Wembley, kita ingin bawa pulang trofi Liga Champions itu ke rumah kita,” imbuhnya, menyalakan dian di ujung pintu keluar.

Ia tinggal berjarak dua kemenangan dengan puncak terakhir—juga satu-satunya puncak—yang dapat ia pijak bersama Dortmund, sang mantan kekasih yang hatinya sekeras batu karang.

Pada saat yang sama, sepakbola segera tiba pada ujung sebuah dongeng absurd.

Haruskah seluruh keinginan Reus menguap jadi angan semata dan sejarah hanya menyitir namanya sebagai orang gila kurang kerjaan yang mendorong batu karang ke puncak gunung berulang-ulang?

Kita dan mereka yang betul-betul menyaksikan Reus berdansa di lapangan hijau jelas tak ingin sejarah mengenalnya cuma sebagai pesepak bola yang menang 2 trofi DFB Pokal, ketelingsut di final Liga Champions 2013, dan kalah konyol pada hari terakhir Bundesliga 2022-2023.

Publik sepakbola niscaya tak sudi seandainya sejarah cuma akan mengingatnya Reus sebagai bintang yang batal bersinar di Piala Dunia 2014 karena cedera pada pertandingan yang tak perlu; sebagai kembang mahaindah yang tak pernah mekar sempurna lantaran terus-menerus dihajar badai. Selama ini, sejarah tak pernah mengingat Reus sebagaimana mestinya.

Pada episode pamungkas di depan, kita tentu membayangkan Reus menangis karena suka cita lantaran keinginannya tak lagi semata angan—pada akhirnya kutukan siklikal itu tuntas, ia berhasil mengantar batu karang ke puncak gunung.

Namun, apa jadinya bila yang terjadi justru hanya penegasan atas kesia-siaan abadi yang selama ini dijalaninya dengan patuh? 

Barangkali, pertanyaan itu malah tidak relevan. Kita tidak pernah tahu, tapi jikapun Dortmund gagal lagi, anggap saja Reus berbahagia. 

Toh, “perjuangan itu sendiri,” ucap Camus, “sudah cukup untuk mengisi hati manusia.”

https://bola.kompas.com/read/2024/05/05/06181498/membayangkan-marco-reus-bahagia

Terkini Lainnya

Hasil Proliga 2024, Jakarta Pertamina Enduro Tembus Final Four

Hasil Proliga 2024, Jakarta Pertamina Enduro Tembus Final Four

Sports
Polandia Vs Belanda 1-2: Ketika Oranje Menang Tanpa Pemain Ajax...

Polandia Vs Belanda 1-2: Ketika Oranje Menang Tanpa Pemain Ajax...

Internasional
Hasil Polandia Vs Belanda: Weghorst 'Supersub', De Oranje Menang 2-1

Hasil Polandia Vs Belanda: Weghorst "Supersub", De Oranje Menang 2-1

Internasional
Persebaya Mulai Persiapan Menuju Liga 1 2024-2025, Rencana Munster

Persebaya Mulai Persiapan Menuju Liga 1 2024-2025, Rencana Munster

Liga Indonesia
Italia Selamat dari Pukulan 23 Detik, Kata-kata Del Piero Terbukti, Pujian Totti

Italia Selamat dari Pukulan 23 Detik, Kata-kata Del Piero Terbukti, Pujian Totti

Internasional
Polandia Vs Belanda: Polisi Amankan Pria Berkapak yang Ancam Fan

Polandia Vs Belanda: Polisi Amankan Pria Berkapak yang Ancam Fan

Internasional
Link Live Streaming Polandia Vs Belanda, Kickoff 20.00 WIB

Link Live Streaming Polandia Vs Belanda, Kickoff 20.00 WIB

Internasional
Nirgelar di Bayern Muenchen, Kane Makin Lapar Raih Trofi Euro 2024

Nirgelar di Bayern Muenchen, Kane Makin Lapar Raih Trofi Euro 2024

Internasional
Rekap Final Australian Open 2024, Gelar Super 500 Perdana Ana/Tiwi

Rekap Final Australian Open 2024, Gelar Super 500 Perdana Ana/Tiwi

Badminton
Eks Pemain Spanyol Puji Lamine Yamal, Ungkit Lionel Messi

Eks Pemain Spanyol Puji Lamine Yamal, Ungkit Lionel Messi

Internasional
Hasil Australian Open 2024: Ahsan/Hendra Runner-up, Kalah dari Wakil China

Hasil Australian Open 2024: Ahsan/Hendra Runner-up, Kalah dari Wakil China

Badminton
Perkenalkan Gilson Costa, Tambah Kekuatan Lini Tengah Persebaya

Perkenalkan Gilson Costa, Tambah Kekuatan Lini Tengah Persebaya

Liga Indonesia
Atlet PB Djarum Tampil Dominan pada Graha Padma Wali Kota Cup 2024

Atlet PB Djarum Tampil Dominan pada Graha Padma Wali Kota Cup 2024

Badminton
Hasil Australian Open 2024: Bekuk Wakil Malaysia, Ana/Tiwi Juara!

Hasil Australian Open 2024: Bekuk Wakil Malaysia, Ana/Tiwi Juara!

Badminton
Hasil Final Australian Open 2024: Berjuang Tiga Gim, Ester Runner-up

Hasil Final Australian Open 2024: Berjuang Tiga Gim, Ester Runner-up

Badminton
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke