Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Jerit Keluarga Korban Minta Keadilan

KOMPAS.com - Keluarga korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, meminta keadilan setelah banyak korban berjatuhan lantaran terkena tembakan gas air mata oleh polisi. 

Polisi memakai gas air mata untuk mengendalikan massa yang mulai anarkis setelah pertandingan Arena FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam WIB. 

Laga Arema FC vs Persebaya yang termasuk rangkaian pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 berakhir dengan skor 2-3. 

Hasil ini merupakan sejarah bagi Persebaya selaku tim tamu sebab untuk pertama kali dalam 23 tahun mereka berhasil menang di markas Arema. 

Di sisi lain, kekalahan terasa menyakitkan bagi kubu tuan rumah Arema FC termasuk para suporter, Aremania. 

Kekecewaan memuncak setelah peluit panjang dibunyikan. Tak lama usai pemain masuk ruang ganti, diperkirakan sekitar 3.000 suporter turun ke lapangan. 

Pihak kepolisian pun melepaskan gas air mata untuk mengendalikan suporter yang mulai anarkis. Padahal, penggunaan gas air mata dilarang oleh FIFA.

Hal itu tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada Pasal 19 tentang pengawasan penonton. Poin b menyatakan bahwa tidak diperbolehkan mamakai gas air mata dan cerawar. 

"Kan memang sudah terlihat di video, semua berjalan baik sampai selesai pertandingan. Beberapa suporter turun dan membahayakan pemain," kata Kepala Polda Jatim Irjen Nico Afinta saat ditanya mengapa memakai gas air mata, dilansir dari Kompas.id. 

Gas air mata membuat para suporter pun pergi ke satu titik di pintu keluar dan menumpuk di sana. Akibat desak-desakan itu jatuh korban jiwa. 

Sebanyak 127 orang meninggal dengan rincian 34 orang meninggal di lokasi dan lainnya meninggal di perjalanan serta saat dalam perawatan di rumah sakit. Selain itu, ada 180 orang luka-luka. 

Nico menambahkan, pihaknya masih mendalami penyebab suporter anarkis. Ia menyesalkan hal itu karena sebelumnya Polres Malang dan paguyuban Aremania berkomunikasi baik. 

Tragedi ini memukul keluarga suporter. Di rumah sakit, ibunda Syifa, korban tewas, berteriak histeris menemukan anaknya terbujur kaku di RS Wafa Husada. 

"Anakku Syifa, anakku, Pak Jokowi, bubarkan sepak bola. Sudah tidak sudah sepak bola. Bubarkan. Banyak korban," teriaknya sambil menjerit-jerit. 

Ayah dari Syifa tampak menenangkan sang istri. Ia memeluk erat istrinya yang terus melonjak dan meronta sambil meracau. 

Di lokasi yang sama, seorang pria juga berterika histeris mengingat anaknya, Geby, juga turut menjadi korban tewas. 

"Anakku mati, anakku entek. Anakku loro entek kabeh. (Anakku mati, anakku habis. Dua anakku habis)," katanya

"Aku tidak rela. Tak goleki (aku cari) sing nembak. Kudu digoleki (harus dicari)," ujarnya. Mereka menyalahkan petugas menembakkan gas air mata sehingga menyebabkan tragedi ini. 

Hingga saat ini, keluarga korban terus berdatangan ke rumah sakit untuk mengidentifikasi kerabatnya. 

Bupati Malang M. Sanusi meminta masyarakat tidak panik dan tetap tenang karena petugas sedang mendata dan mengurus korban. 

"Semua kebutuhan penangangan korban akan ditanggung Pemkab Malang, tidak melihat KTP dan asal," ujar 

(Dilansir dari Kompas.id. Penulis: Dahlia Irawati, Defri Werdiono/Editor: Siwi Yunita Cahyaningrum)

https://bola.kompas.com/read/2022/10/02/11100048/tragedi-di-stadion-kanjuruhan-jerit-keluarga-korban-minta-keadilan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke