Baginya keputusan ini diambil karena unsur sebab akibat yang lepas dari kendali manusia. Sehingga, kepentingan khalayak ramai harus menjadi prioritas di atas segalannya.
“Saya adalah orang memegang aliran lebih baik kompetisi Liga 1 2020 berhenti. Karena sepakbola itu penghidupan bukan kehidupan. Sekarang kita fokusnya masih kehidupan dulu,” kata Haruna Soemitro.
Mantan ketua Asprov Jatim tersebut menyadari keputusan-keputusan yang diambil akan menimbulkan kerugian besar.
Apalagi, putusan ini melibatkan sebuah organisasi yang besar yang berisi ratusan orang di dalamnya.
Namun, simpati dan empatinya memantabkan dia untuk berjalan teguh pada pendirian awal.
“Yang jelas semua pasti dirugikan, tapi di sini situasi bencana global seperti ini tidak elok menghitung kerugian. Sehingga, semua pasti rugi kecuali para spekulan (pencari keuntungan besar),” imbuhnya.
Berdiri di tengah dua jalur membuat Haruna Soemitro tidak bisa memberikan banyak komentar.
Di satu sisi ia adalah anggota Exco PSSI yang menentukan keputusan, tetapi di sisi lain ia juga bagian dari klub, pihak yang paling berharap kompetisi terus berjalan.
Baginya kedua belah pihak memiliki tolak ukur dalam menentukan pilihan dan pendapat yang sama-sama bisa dibenarkan.
Namun, yang pasti semua harus sepakat bahwa pandemi virus corona ini adalah sebuah force majeur di luar jangkauan pihak manusia.
“Kita tolak ukurnya harus pada status force majeur saja. Dalam perjanjian apapun ketika memenuhi unsur itu setahu saya semuanya bisa batal,” tuturnya lagi.
https://bola.kompas.com/read/2020/03/28/14100048/haruna-soemitro-minta-keputusan-federasi-di-tanggapi-dengan-bijak