Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita tentang Dua Matahari

Kompas.com - 23/09/2008, 09:50 WIB

Oleh Budiarto Shambazy

Di tengah hari yang terik itu kami, beberapa wartawan Indonesia, menyaksikan aksi mahabintang Diego Maradona di final Piala Dunia 1986 Argentina melawan Jerman Barat di Stadion Azteca, Mexico City. Kami beruntung ada tiga pemain besar di negeri ini, Sinyo Aliandoe, Iswadi Idris, dan Ronny Pattinasarany.

Sinyo, Iswadi, dan Ronny baru alih profesi menjadi kolumnis. Dari penuturan mereka, kami paham makna di balik tiap adegan yang diperagakan Maradona. Kami lebih mengerti arah, alur, sistem, taktik, strategi, dan dinamika pertandingan.

Ketiganya gelandang timnas berkelas playmaker pengatur serangan dengan intelektualitas tinggi. Dua telah mendahului kita: Iswadi (kelahiran 18 Maret 1948) tutup usia 11 Juli lalu dan Ronny (kelahiran 9 Februari 1949) 19 September 2008. Salut untuk Iswadi dan Ronny yang pernah jadi kapten timnas selama bertahun-tahun.

Dari pengalaman meliput Piala Dunia 1986 itu saya sadar Iswadi dan Ronny sesungguhnya bersaing ketika jadi pemain nasional. Di timnas mana pun hal seperti ini wajar, misalnya, antara Piet Keizer dan Johan Cruyff di Belanda atau Franz Beckenbauer dan Gunther Netzer di Jerman Barat. Biasanya persaingan macam ini bersumber pada satu hal: tak boleh ada dua Matahari di Bumi ini.

Bintang Iswadi bersinar setelah kembali dari klub Melbourne Western Suburb (Australia) awal 1970-an, Ronny setelah membawa PSM Makassar menjuarai Soeharto Cup 1974. Pelatih timnas asal Belanda, Wiel Coerver, mungkin bingung memadukan kombinasi Iswadi-Ronny saat mempersiapkan timnas ke Pra-Olimpiade 1976 di Jakarta.

Dua-duanya berkualitas kapten dan efektif bermain di lini tengah—meski Iswadi juga hebat sebagai kanan luar. Dua-duanya ”pemain berwatak” bertipe pemberontak alias sukar diatur dan memiliki kepemimpinan. Apalagi mereka didukung pemain-pemain top macam Junaedi Abdillah, Sutan Harhara, Ronny Pasla, dan Anjas Asmara. Coerver lebih memilih Iswadi dan mengorbankan Ronny yang kala itu lebih senang disebut ”mantan pemain nasional” saja.

Ronny mengirim sepucuk surat ke PSSI yang isinya menyarankan siapa saja yang pantas dipilih masuk ke tim 1976—kecuali dirinya. Sebagian gagasan line-up versi Ronny itu diterima baik oleh Coerver karena amat masuk akal.

Sejarah mencatat tim yang dikapteni Iswadi itu nyaris lolos ke Olimpiade 1976 Toronto (Kanada) andai menang adu penalti atas Korea Utara. Tak lama kemudian Ronny kembali ke timnas bergabung dengan Iswadi di timnas SEA Games 1979 yang di final di Stadion Utama Senayan ditaklukkan Malaysia 0-1. Iswadi tetap kapten, Ronny wakilnya.

Pada tahun-tahun itu Iswadi kapten klub Jayakarta di kompetisi Galatama, Ronny kapten Warna Agung. Di kompetisi perdana 1979-1980 Warna Agung jadi juara setelah di partai terakhir menaklukkan Jayakarta 1-0. Lewat kepemimpinan dan corak permainan di kedua klub inilah watak kedua pemain besar itu tampak jelas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Bambang Nurdiansyah Soal Pencapaian Timnas U23, Perlu Berwaspada

Kata Bambang Nurdiansyah Soal Pencapaian Timnas U23, Perlu Berwaspada

Timnas Indonesia
Piala Asia U23 2024: STY Amati Uzbekistan, Yakin Indonesia Bisa Beri Pembuktian

Piala Asia U23 2024: STY Amati Uzbekistan, Yakin Indonesia Bisa Beri Pembuktian

Timnas Indonesia
Penjelasan MNC Group soal Nonton Bareng Timnas U23 Indonesia di Piala Asia

Penjelasan MNC Group soal Nonton Bareng Timnas U23 Indonesia di Piala Asia

Timnas Indonesia
3 Poin yang Harus Dilakukan Timnas U23 Jelang Lawan Uzbekistan

3 Poin yang Harus Dilakukan Timnas U23 Jelang Lawan Uzbekistan

Timnas Indonesia
Piala Asia U23 2024, Pengamat Soroti Mental Pemain Indonesia Saat Bekuk Korsel

Piala Asia U23 2024, Pengamat Soroti Mental Pemain Indonesia Saat Bekuk Korsel

Timnas Indonesia
Ernando Sukses Eksekusi Penalti di Piala Asia U23, Trik dari Pelatih

Ernando Sukses Eksekusi Penalti di Piala Asia U23, Trik dari Pelatih

Timnas Indonesia
Thomas Cup 2024, Fajar/Rian Enggan Terbebani Status sebagai Ujung Tombak

Thomas Cup 2024, Fajar/Rian Enggan Terbebani Status sebagai Ujung Tombak

Badminton
Pelatih Persik Dukung Timnas U23 Indonesia, Senang Lihat Jeam Kelly Sroyer

Pelatih Persik Dukung Timnas U23 Indonesia, Senang Lihat Jeam Kelly Sroyer

Liga Indonesia
Pensiun Usai Thomas Cup 2024, Momota Bakal Rindu Ginting-Axelsen

Pensiun Usai Thomas Cup 2024, Momota Bakal Rindu Ginting-Axelsen

Badminton
4 Fakta Persebaya Vs Persik, Bajul Ijo Tak Mau Lagi Disakiti Mantan

4 Fakta Persebaya Vs Persik, Bajul Ijo Tak Mau Lagi Disakiti Mantan

Liga Indonesia
Pengamat Malaysia Sebut Timnas U23 Indonesia Main Tanpa Rasa Takut

Pengamat Malaysia Sebut Timnas U23 Indonesia Main Tanpa Rasa Takut

Timnas Indonesia
Hasil New England Vs Inter Miami 1-4: Dikejutkan Gol 37 Detik, Messi Mengamuk

Hasil New England Vs Inter Miami 1-4: Dikejutkan Gol 37 Detik, Messi Mengamuk

Liga Lain
Aji Santoso Sebut Prestasi Timnas U23 Indonesia Bukan karena Keberuntungan

Aji Santoso Sebut Prestasi Timnas U23 Indonesia Bukan karena Keberuntungan

Timnas Indonesia
Berjaya di Eropa, Sayu Bella Raih Kemenangan Balap Sepeda untuk Kedua Kalinya

Berjaya di Eropa, Sayu Bella Raih Kemenangan Balap Sepeda untuk Kedua Kalinya

Sports
Mo Salah Ribut dengan Klopp: Akan Ada Api jika Saya Berbicara

Mo Salah Ribut dengan Klopp: Akan Ada Api jika Saya Berbicara

Liga Inggris
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com