Saat Brasil dan Kroasia memulai pertandingan perdana di Sao Paulo, Kamis (12/6) waktu setempat, mungkin saja Brazuca—bola resmi Piala Dunia 2014—yang digunakan adalah buatan Gulshan dan teman-temannya di Forward Sports Factory di timur Kota Sialkot, Pakistan. ”Saya benar-benar tak sabar menonton bola kami ditendang Neymar. Kami sangat bangga,” kata Gulshan.
Meskipun sepak bola Pakistan berada pada urutan ke-159 dalam peringkat dunia FIFA, Sialkot memiliki sejarah panjang dalam memproduksi bola berkualitas.
Awalnya, konon, dalam zaman penjajahan Inggris, seorang tukang sepatu diminta memperbaiki bola yang bocor tertusuk. Tak cuma mereparasi, si tukang kemudian belajar membuat bola. Usahanya terus berkembang.
Usaha yang menjadi perusahaan itu kini bekerja sama dengan Adidas sejak 1995 dan menyuplai bola untuk berbagai kompetisi sepak bola berkelas dunia, termasuk Liga Champions, Bundesliga, dan Piala Dunia.
Dengan upah minimum 10.000 rupee, sekitar Rp 1,2 juta per bulan, para pekerja yang sebagian besar perempuan itu bisa menghasilkan bola yang harganya mencapai 160 dollar AS (sekitar Rp 2,1 juta) per buah.
Mereka membuat Brazuca dengan sangat cepat, memulai dengan potongan poliuretan (polyurethane) datar putih berbentuk baling-baling yang lalu diwarnai dan direkatkan pada kantong karet berbentuk bola. Jahitan disegel, bola dipanaskan, dan dikompresi untuk menghasilkan bentuk yang sempurna.
Panas yang dihasilkan mengikat setiap bagian bola menjadi satu. Keseluruhan proses membutuhkan waktu 40 menit dan perusahaan itu mampu menghasilkan 100 bola per jam.
Membuat Brazuca bukan hal sederhana bagi Forward Sports karena Adidas memesan mendadak ketika pabrik mereka di Tiongkok ”angkat tangan”. Hanya sebulan, Forward mempersiapkan pembuatan Brazuca.
”Ini sama sekali bukan masalah. Ini adalah kehormatan bagi kami,” ujar Kepala Pengembangan Produk Forward Sports Hassan Masood Khawaja.
Untuk mengontrol kualitas, di laboratorium, para teknisi mengetes bola seberat 437 gram dan lingkar 69 sentimeter itu dengan alat uji presisi. Sebuah mesin memutar bola dan sebuah lengan melingkari permukaannya, mengukur dan memastikan bentuknya benar-benar bulat. Alat lain mengukur lambungan bola, ketahanan pada air dan jamur, termasuk kilauannya. Daya tahan bola juga diuji. Bola itu harus dapat bertahan dari 3.500 tumbukan.
Brazuca didesain setelah kontroversi bola Jabulani di Piala Dunia Afrika Selatan 2010 yang melambung tak menentu. Para pakar menyimpulkan, alat pembuat Jabulani terlalu halus sehingga bolanya terlalu bulat sempurna untuk melayang lurus dan memiliki kecenderungan melambat tiba-tiba di udara.
Adidas menghabiskan 2,5 tahun membuat bola baru, melakukan uji coba di 10 negara dengan 600 pemain dari 30 tim, termasuk Lionel Messi, Steven Gerrad, dan Bastian Schweinsteiger. Jahitan dan tekstur pada permukaan Brazuca harus dapat memecah aliran udara di permukaannya, membantunya terbang. Karakter semua bola bagi 32 tim peserta harus sama. ”Kami ingin bola ini sama seperti yang mereka mainkan di Liga Champions. Kami harap mereka tidak merasakan adanya perbedaan,” ujar Khawaja. (AFP/UTI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.