Hati-hati menulis pesan lewat layanan mikroblog jejaring sosial Twitter jika tak ingin menuai hukuman seperti yang dialami Ryan Babel, pemain Liverpool. Maksud hati bercanda lewat pesan di akun Twitter tentang wasit Howard Webb, Senin (17/1), Babel dijatuhi hukuman denda 10.000 poundsterling (sekitar Rp 144,7 juta). Pemain Belanda itu juga mendapat peringatan dari Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) untuk tidak mengulangi tindakannya. Cerita ini bermula dari kekalahan Liverpool, 0-1, dari Manchester United di putaran ketiga Piala FA di Old Trafford, 9 Januari.
Saat itu Liverpool kalah akibat penalti Ryan Giggs. Penalti itu dihadiahkan wasit Howard Webb akibat gerakan jatuh striker MU, Dimitar Berbatov, yang dianggap banyak kalangan sebagai
Kecewa dengan kepemimpinan wasit, Babel memasang foto Webb dengan kostum MU. Ia juga menulis pesan sebanyak 62 karakter berbunyi: ”
Sikap FA yang reaktif dikritik media Inggris. Dalam artikelnya, kolumnis Daily Telegraph, Henry Winter, menulis bahwa FA tidak perlu bereaksi seperti itu, yang bisa membuat pemain kapok menulis pesan lewat Twitter. Padahal, melalui Twitter, sang pemain bisa berinteraksi dengan penggemarnya dan memperlihatkan sisi-sisi manusiawinya.
Namun, FA punya alasan sendiri. ”Situs-situs jejaring sosial harus dianggap sebagai ranah publik,” kata Roger Burden, Ketua Komisi Peraturan FA, dalam pernyataan yang dikutip Associated Press. ”Semua pihak harus sadar, seperti halnya seolah-olah membuat pernyataan publik dalam bentuk media lain bahwa komentar apa pun akan sampai ke khalayak luas. Tanggung jawab merekalah untuk memastikan hanya mengeluarkan komentar yang patut.”
Dalam beberapa segi, Burden benar. Belakangan ada tren sejumlah pemain top memanfaatkan Twitter untuk melontarkan pernyataan informasi kepada khalayak. Di Inggris, bek MU, Rio Ferdinand—yang dijuluki ”Raja di Ranah Twitter”—kerap melakukan hal itu. Jika dulu ada pepatah ”mulutmu adalah harimaumu”, tak salah jika kini muncul pepatah baru, ”Twitter-mu adalah harimaumu”.