KOMPAS.com - Sepak bola China kini melihat Vietnam sebagai proyek percontohan yang layak diikuti. Hal tersebut menyusul hasil-hasil yang dialami kedua tim sejauh ini di Piala Asia 2023.
Timnas Vietnam kalah 2-4 dari Jepang sang pemegang rekor empat gelar turnamen pada laga pertama mereka. Pasukan Philippe Troussier bahkan sempat unggul 2-1 lebih dulu sebelum kehebatan Jepang memaksa mereka menyerah.
Hasil ini terhitung hebat mengingat banyak pemain senior Vietnam yang cedera sebelum turnamen dan mereka menurunkan skuad berisi pemain-pemain dari liga domestik dengan usia rerata di bawah 24 tahun.
Skuad Jepang sendiri berisikan sembilan pemain yang berkarier di Eropa.
Sementara, China bermain imbang 0-0 dengan tim debutan turnamen Tajikistan pada laga perdana sebelum bermain kacamata lagi dengan Lebanon pada laga kedua.
Baca juga: Timnas Indonesia Vs Vietnam: Lupakan Kontroversi, Satukan Visi
Hasil ini membuat pengamat sepak bola China, Qin Dongying, kritis terhadap perkembangan sepak bola negeri Tirai Bambu tersebut.
"Tim Vietnam telah membuat kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir dan telah lama melepaskan label sebagai tim yang lemah, dan kekuatannya mendekati level kedua di Asia," tulis Dongying, seperti dikutip dari Sports Sina.
Ia juga menyinggung bagaimana Troussier sudah tak asing lagi dengan sepak bola Asia dengan dirinya berhasil membawa timnas Jepang juara Piala Asia 2000 dan babak 16 besar Piaal Dunia 2002.
Dirinya juga pernah melatih Shenzhen dan Zhejiang Greentown di Liga Super China walau tak terlalu sukses.
Baca juga: Timnas Indonesia Vs Vietnam: Fokus dalam Bertahan, Efektif Manfaatkan Peluang
Troussier kini dibilang menyuntikkan ide-idenya dengan baik ke sepak bola Vietnam walau sang pelatih sendiri mengakui masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
"Sepak bola Vietnam berkembang dengan baik saat ini, tetapi ini hanya di Asia Tenggara. Di Asia, masih ada kesenjangan besar dalam sepak bola Vietnam," tutur Troussier beberapa waktu silam.
Salah satu kekuatan Troussier adalah kepandaiannya menemukan dan mengembangkan pemain muda, dengan fokus pada kerja sama tim dan kemampuan individu para pemain.
"Saya menggunakan sejumlah besar pemain muda tidak hanya untuk membantu tim Vietnam meraih hasil, tetapi juga untuk menyesuaikan para pemain muda ini dengan kebutuhan pengembangan sepak bola di masa depan," tutur Troussier melanjutkan.
Sebaliknya, sepak bola China dikatakan terus merosot.
Pada masa jayanya, pemain-pemain seperti Sun Jihai (Manchester City), Li Weifeng dan Li Tie (Everton) bahkan bisa menembus tim-tim Premier League. Namun, kondisi sekarang jauh dari itu.
Baca juga: Klasemen Piala Asia 2023: Thailand Pimpin Grup F, Malaysia Juru Kunci
"Timnas China telah mengalami kemunduran dibandingkan 20 tahun lalu," ujar Dongying lagi menilik kepada penampilan timnas China yang bisa menembus ranking 55 dunia pada November 2001 dan berhak tampil di Piala Dunia 2002.
Aksi Fan Zhiyi dkk di Piala Dunia Korea Selatan-Jepang itu menjadi satu-satunya kesempatan timnas China lolos ke Piala Dunia.
Sepanjang empat pergelaran Piala Asia terakhir, China juga paling jauh melaju hingga perempat final pada 2019 dan 2015. Sebelumnya, mereka gagal lolos grup pada turnamen edisi 2011 dan 2007.
"Pada Piala Dunia 2002, ada lebih banyak pemain China yang bermain di luar negeri daripada Korea dan Jepang, tetapi satu-satunya pemain China yang bermain di Eropa sekarang ini adalah bek non starter, Wu Shaogong, di Liga Turki."
Sementara, Jepang sendiri kini memiliki 200 pemain yang merumput di luar negeri termasuk di liga-liga terbaik dunia.
Liga Super China yang sempat terkenal dengan pemain-pemain bintang Eropanya seperti Hulk dan Oscar pun kini sudah tidak gemerlap lagi dan jauh dari pemberitaan publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.