KOMPAS.com - Isak tangis keluarga korban pecah pada momen peringatan satu tahun Tragedi Kanjuruhan di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Minggu (1/10/2023) siang.
Salah seorang ibu korban jiwa tidak kuasa menahan emosi sampai menangis histeris dan kolaps.
Ia meratapi kepergian sang buah hati selama-lamanya dalam peristiwa yang menjadi tragedi sepak bola dengan korban meninggal terbesar kedua di dunia itu.
Tanggal 1 Oktober 2023 tepat 1 tahun Tragedi Kanjuruhan berlalu, luka dan duka keluarga dari 135 korban jiwa masih belum terobati.
Bersama dengan ribuan massa gabungan suporter, Arek Malang dan masyarakat umum, keluarga korban kembali menuntut keadilan nyawa-nyawa yang hilang usai pertandingan Arema FC vs Persebaya tersebut.
Baca juga: Aksi Simbolik Mengenang 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Perjuangan Mendapatkan Keadilan
Devi Athok, salah satu orang tua korban yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan, mengatakan dalam orasinya mereka tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan.
Mereka tidak puas dengan proses peradilan saat ini yang terkesan dilakukan setengah hati. Sedangkan, laporan Model B yang dibuat keluarga korban justru dihentikan dengan alasan tidak kuatnya bukti yang diajukan.
"Kami hanya ingin mendapat keadilan seutuhnya untuk korban," katanya.
Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), pernyataan yang dikeluarkan oleh representasi negara tersebut menyesatkan, karena tidak dilakukannya penyelidikan pro justitia dugaan pelanggaran HAM berat melalui mekanisme Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM melainkan menggunakan mekanisme Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Terekam dalam Lagu Oktober Hitam, Harapan untuk Keadilan
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.