Sebaliknya, perhelatan olahraga pun rentan menjadi wadah hegemoni unjuk kekuatan politik negara dan atau kumpulan negara. Bagaimanapun, perhelatan olahraga digelar oleh organisasi internasional yang diikuti wadah-wadah olahraga negara-negara anggotanya.
Baca juga: Kekuasaan Rezim Politik Olahraga
Yang menjadi masalah, setiap wadah olahraga di suatu negara pun bisa jadi punya drama politik masing-masing. Ini belum bicara soal situasi politik dan keamanan di tiap negara yang pasti juga tak bisa dipisahkan dari pengelolaan dan penyelenggaraan hajatan olahraga.
Riset Sandra Meeuwsen dan Lev Kreft yang dipublikasikan di laman jurnal Taylor and Francis Online pada 7 Desember 2022, misalnya, mengurai persinggungan politik dan olahraga kontemporer ini dengan lugas. Sederet sejarah dan fakta dibedah.
Di dalam tulisan berjudul Sport and Politics in the Twenty-First Century ini, Meeuwsen dan Kreft antara lain memuat pula kritik terhadap FIFA dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) atas praktik-praktik yang patut diduga merupakan unjuk hegemoni politik negara dan atau kumpulan negara di dunia olahraga.
Kembali ke keputusan FIFA yang membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, bisa jadi situasi terkini yang dimaksud oleh FIFA memang adalah penolakan sejumlah politisi dan elemen masyarakat atas kehadiran Timnas U-20 Israel di perhelatan ini.
Baca juga: Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023: Dari Kronologi hingga Dampak Ekonomi
Yang kemudian patut menjadi pertanyaan bagi kita semua, sebesar apa kekuatan Indonesia saat ini menyuarakan dukungan bagi kemerdekaan Palestina dalam konteks penolakan terhadap Timnas U-20 Israel tersebut?
Masihkah daya tawar Indonesia sekuat ketika Soekarno melarang tim Indonesia bertanding melawan tim Israel, misalnya?
Ataukah, jangan-jangan penolakan ini sekadar exit way terindah dan termudah bagi FIFA untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, dengan clue memasukkan soal tragedi Kanjuruhan dalam siaran pers pembatalan itu?
Selain isu Israel, vonis rendah bahkan bebas bagi otoritas keamanan dan penyelenggara pertandingan di tragedi Kanjuruhan pun bisa dibaca sebagai situasi terkini di Indonesia.
Belum lagi, ada berentet kabar kerusuhan mewarnai laga bola di Tanah Air, yang tak satu atau dua kali memakan korban jiwa.
Baca juga: Vonis Bebas 2 Polisi di Kasus Tragedi Kanjuruhan Dikhawatirkan Suburkan Impunitas
Bagaimana bila ternyata FIFA meracik dua asumsi itu bersama lemahnya daya tawar Indonesia sebagai kekuatan politik dan ekonomi global apalagi dalam isu Israel?
Ya, tampaknya politik dan olahraga memang saudara kembar yang tak terpisahkan dengan banyak kotak pandora rentan terbuka di setiap kalinya. Seperti kata Jokowi, pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 ini sepatutnya adalah pembelajaran bagi kita semua.
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.