Sementara itu, Nugroho Setiawan, pemilik lisensi FIFA Security Officer, mengatakan bahwa apa yang terlihat di SUGBK sepanjang Piala AFF 2022 menjadi bukti belum ada yang berubah di manajemen pertandingan Tanah Air.
"Belum tumbuh juga kesadaran tentang keselamatan dan keamanan pada semua pihak," ujar pria yang juga eks anggota TGIPF tersebut kepada Kompas.com pada Kamis (12/1/2023) malam.
"Situasi ini telah terjadi hampir satu dekade dan makin parah (saya alami sendiri ketika masih di lingkaran dalam sepak bola)."
Menurut Nugroho, solusinya adalah kemauan politik dan hal itu sudah terlihat, dimulai dari perintah Presiden RI untuk membenahi sepak bola nasional – setelah Tragedi Kanjuruhan yang mengenaskan.
"Ke depan, sepak bola akan dipenuhi kepentingan bisnis, toh karena sepak bola professional memang sudah sebagai industri," lanjutnya.
"Kelompok manapun nanti yang akhirnya akan mengurus sepak bola pascaKLB, harus menyikapi himbauan presiden ini dengan keselarasan bisnis yang akan mereka tuju."
"Kalau bisnis, berarti event pertandingan adalah sebuah sportainment dan penontonnya adalah customer yang harus dirajakan."
Ia lalu menambahkan bahwa ada beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Duduk kembali bersama seluruh stakeholder, untuk samakan persepsi khususnya tentang keamanan pertandingan.
Penonton adalah customer dan customer adalah raja di mana customer ini adalah rakyat–dan keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto).
2. Sudah ada Perpol 10/2022 yang diundangkan sebagai pedoman penyelenggaraan kompetisi olahraga yang mengundang kerumunan (baca: sepak bola).
Perpol ini terus disosialisasikan, diterjemahkan dan ditransformasikan menjadi SOP Penyelenggaraan Pertandingan yang harus ditaati semua pihak tanpa kecuali.
3. SOP tersebut didalamnya ada konsep manajemen kerumunan (crowd management) dan cara pengendaliannya (crowd control) – ini harus diterapkan melalui pembentukan regu steward (sebagai awak pelaksana), dilatihkan, kemudian disimulasikan bersama dengan aparat keamanan yang akan bermitra dalam pengamanan.
4. SOP dilaksanakan secara konsisten sebelum, selama, dan setelah pertandingan untuk menutup celah penyelundupan penonton tidak sah (non-akreditasi).
5. Bersamaan dengan langkah di atas, dilakukan program safety & security awareness. Selain untuk mencapai pertandingan aman dan nyaman, untuk menyadarkan bahwa arogansi dan penyalahgunaan wewenang (aparat) termasuk variabel terjadinya crowd build up yang berpotensi chaos dan terjadinya stampede (himpit-himpitan) yang dapat menimbulkan fatalitas. Program ini harus gencar.
6. Selain kesamaan persepsi dan kesiapan sistem (SOP), yang terpenting adalah biaya. Dalam hal ini, PSSI atau LIB harus siap untuk membiayai program.
"Bagaimanapun, keamanan bukan terjadi tiba-tiba datang dari langit (given), tetapi melalui upaya atau perencanaan (planning)," tuturnya menutup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.