KOMPAS.com – Pihak kepolisian sudah menetapkan enam tersangka dalam tragedi Kanjuruhan yang sudah menelan ratusan korban jiwa.
Tragedi Kanjuruhan menjadi bencana terbesar sepak bola Indonesia. Sebab, 131 orang meninggal dunia, sedangkan ratusan lainnya menderita luka-luka karena kejadian tersebut.
Oleh sebab itu, aparat kepolisian diminta untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan, yang terjadi setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya rampung bergulir pada Sabtu, 1 Oktober silam.
Kepolisian sudah memberikan informasi terkait enam orang yang disebutkan bertanggung jawab atas insiden tragis di Stadion Kanjuruhan.
Baca juga: BREAKING NEWS: Daftar Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Total Ada 6
Kini, Kompas.com mencoba untuk merangkum informasi soal tragedi Kanjuruhan.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa Direktur PT LIB, AHL melakukan verifikasi secara menyeluruh terhadap Stadion Kanjuruhan.
Listyo Sigit mengatakan bahwa PT LIB kali terakhir melakukan verifikasi pada tahun 2020. Saat itu, sejatinya ada beberapa poin yang harus dipenuhi, khususnya masalah keselamatan penonton.
Namun, pada tahun 2022, PT LIB disebutkan bahwa mengeluarkan verifikasi yang dilakukan pada 2020, tanpa adanya perbaikan.
Kapolri juga menjelaskan bahwa ketua panpel Arema FC, AH, tidak membuat peraturan keselamatan dan keamanan.
Baca juga: Pergerakan Usai Tragedi Kanjuruhan, PSSI Diundang Polri dan Kemenkes
Ia disebutkan mengabaikan keamanan para suporter dengan mengabaikan kapasitas Stadion Kanjuruhan.
“Kemudian mengabaikan keamanan yang seharusnya 38.000 penonton, dijual tiket 42.000,” kata Kapolri.
Di lain sisi, security officer, SS, tidak berada di lokasi tugas saat tragedi Kanjuruhan terjadi.
Namun, SS diduga memerintahkan steward untuk meninggalkan lokasi, sehingga penonton di Stadion Kanjuruhan kesulitan keluar dari pintu stadion.
Sementara itu, tiga tersangka lainnya yang berinisial Wahyu SS, H, dan BSA, dijadikan tersangka karena memberikan perintah untuk menembakkan gas air mata.