KOMPAS.com - Timnas putri Indonesia harus mengakui kehebatan timnas Australia pada laga perdana Grup B Piala Asia Wanita 2022.
Bertanding di Mumbai Football Arena, Jumat (21/1/2022), timnas putri Indonesia harus menyerah 0-18 dari tim peringkat ke-11 dunia tersebut.
Ini menjadi kekalahan terbesar sepanjang sejarah Garuda Pertiwi di turnamen internasional.
Sebelumnya, rapor terburuk Garuda Pertiwi dituai saat dikalahkan Vietnam 0-14 di Piala AFF Wanita 2011.
Kekalahan telak timnas putri Indonesia mendapatkan banyak sorotan dari berbagai pihak.
Baca juga: Hasil Timnas Putri Indonesia Vs Australia: Sam Kerr 5 Gol, Garuda Pertiwi Kalah 0-18
Salah satunya adalah pengamat sepak bola senior Tanah Air dan mantan wartawan Harian Kompas, Anton Sanjoyo.
Dia menyorot tajam PSSI yang mengirim timnas putri Indonesia ke Piala Asia Wanita dengan pembinaan buruk.
"Saya merasa speechless dengan hasil ini," kata Anton Sanjoyo menanggapi kekalahan 0-18 Indonesia dari Australia dalam suatu acara bincang sepak bola di salah satu stasiun berita nasional.
Baca juga: Jadwal Lanjutan Timnas Putri Indonesia di Piala Asia Wanita 2022
"Kita mengirim tim setelah lolos kualifikasi dan ke putaran final, tapi harus kita akui bahwa kelompok putri, khususnya di sepak bola seperti anak tiri dan terlihat tak diakui," ucapnya.
"Tidak ada kompetisi dan tidak ada pembinaannya," tuturnya menambahkan.
PSSI sebenarnya sudah membentuk kompetisi sepak bola khusus wanita, yakni Liga 1 Putri yang musim perdananya dimulai pada 2019.
Akan tetapi, kompetisi 2020 dan 2021 ditiadakan karena pandemi Covid-19.
Hal ini juga sempat dikeluhkan pelatih Rudy Eka Priyambada sehingga menjadi kendala dalam membentuk timnas putri Indonesia.
Baca juga: Timnas Putri Indonesia Kalah Telak, Rudy Eka Akui Perbedaan Kualitas
Sementara itu, Anton Sanjoyo tampak menyayangkan upaya PSSI yang seolah telat sadar untuk membina para pemain putri Tanah Air.
Secara khusus, dia memberikan contoh bahwa bintang timnas putri Indonesia, Zahra Muzdalifah, dulu sampai harus bermain bersama laki-laki di Liga Kompas Gramedia.
"Zahra itu dulu main di Liga Kompas Gramedia (LKG) pada usia 14 tahun. Satu-satunya pemain putri di sebuah tim. Jadi, dia tidak ada teman bermain," ujar Anton Sanjoyo.
"Akhirnya dia main bersama laki-laki. Kami perbolehkan karena dia sangat berbakat," tuturnya.
Baca juga: Dua Sorotan Pelatih Timnas Putri Seusai Laga kontra Australia
"Orang-orang seperti Zahra itu sebetulnya banyak, tetapi tidak ada yang membina. Siapa yang mau melatih dia? Tidak ada klub," ucapnya.
"Saya dengar Arema dan beberapa tim lain punya kelompok putri, tetapi tidak ada kompetisinya," tandas Anton Sanjoyo.
Sementara itu, Gatot Widakdo selaku eks Direktur Liga Kompas Gramedia juga membenarkan bahwa Zahra Muzdalifah pernah mengikuti kompetisi ini pada 2015.
Saat itu, Zahra tergabung dengan SSB ASIOP dan diizinkan bermain karena regulasi Liga Kompas Gramedia tidak membedakan gender pemain dalam pembinaan sepak bola.
Zahra pada masa muda juga dikatakan memiliki komitmen kuat untuk berkompetisi.
"Ketika ASIOP mendaftarkan pemain dan ada nama Zahra sebenarnya sempat dibahas di komite," ucap Gatot kepada Kompas.com.
"SSB-SSB lain mempertanyakan kenapa ada pemain perempuan?"
"Saya bilang tidak apa-apa karena, sesuai regulasi, kami tidak membedakan gender dalam pembinaan sepak bola. Sepanjang sang pemain mau, punya komitmen kuat, dan mau berkompetisi dengan laki-laki."
"Yang pasti, sebagai perawat kompetisi, kami menjaganya dari upaya-upaya pelecehan," lanjutnya.
"Semangat LKG adalah memberikan kesempatan pada pemain-pemain muda, baik lelaki atau perempuan."
Baca juga: Profil Timnas Putri Thailand: Skuad dan Prestasi di Piala Asia Wanita
"Posisi dia (Zahra) dulu gelandang karena ASIOP sudah memiliki banyak pemain depan," tuturnya lagi.
"Dia juga sudah berhasil mencetak gol di Liga KG. Gol pertamanya ke SSB Mutiara Cempaka, saat itu ASIOP menang 5-0," tutur eks Direktur Media PSSI tersebut.
"Meski dicetak dari titik penalti, gol terasa spesial karena dia banyak pendukung yang menonton di sisi lapangan," imbuhnya.
"Pada awalnya, orang-orang sempat meragukan Zahra, tetapi setelah beberapa pertandingan, pemikiran mereka menjadi, 'keren juga ada pesepak bola putri yang bisa berkompetisi'," katanya.
"Kemampuan Zahra mengolah bola tak kalah dengan rekan-rekan setimnya. Kami tak memberi keistimewaan apa-apa, dia sendiri yang membuktikan dengan kemampuanya," jelas Gatot.
Saat itu, Zahra Muzdalifah bahkan sudah menyadari bahwa dirinya membutuhkan kompetisi untuk mengasah kemampuan sebagai pesepak bola.
Sehingga, pemain yang kini berposisi sebagai striker tersebut tak ragu untuk mengikuti LKG saat itu.
"Dia gigih, punya ketekunan, dan mau bekerja keras," lanjut Gatot.
"Saya bisa liat dia tidak canggung main bola dengan laki-laki. Saya juga sempat berkomunikasi dengan dia, bicara langsung apa yang memotivasi dia," ucapnya.
"Dia menjawab, 'saya ingin berkompetisi, meningkatkan skill, untuk meningkatkan skill saya butuh kompetisi','' tuturnya menjelaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.