Spotcal, sebuah perusahaan intelijen pasar olahraga yang berlokasi di Inggris, mencatat bahwa pada 2015 terdapat 83 kejuaraan dunia dan permainan multisport yang diselenggarakan di 119 kota dan 38 negara.
Event tersebut menarik lebih dari 13 juta penonton dan menghasilkan keuntungan bersih sebesar 400 juta dolar AS sebelum satu tiket dijual. Dampak pariwisata luar negerinya bernilai lebih dari 2,6 miliar dolar AS untuk negara tuan rumah.
Pada 2016, hak media meliput event olahraga global mencapai 51 miliar dolar AS. Pendapatan hak naik 3,6 persen dari 2018 dan diproyeksikan akan terus tumbuh hingga mencapai 56,1 miliar dolar AS pada 2022 mendatang.
Majalah Forbes mengemukakan nilai pendapatan industri olahraga mencapai 488,5 miliar dolar AS pada 2018, dan diperkirakan mencapai 500 miliar dolar AS pada 2019.
Forbes juga mengungkapkan, terdapat beberapa badan olahraga yang berkontribusi besar pada nilai industri olahraga global pada 2019, di antaranya: Asosiasi Sepak Bola (43 persen); Sepak Bola Amerika (13 persen); Bisbol (12 persen); Formula 1 (7 persen); Bola Basket (6 persen); Hoki (4 persen); Tenis (4 persen); dan Golf (3 persen).
Studi Bulutangkis Global 2018 yang dilakukan oleh Nielsen Sports, menyebutkan badminton -salah jenis olahraga populer favorit di Indonesia - membukukan nilai transaksi sebesar 600 juta dolar AS per tahun.
Basis penggemar olahraga ini mencapai 681 juta di tujuh wilayah berdasarkan survei sampel yang dilakukan di 21 pasar bulu tangkis secara global.
Dengan demikian, bulu tangkis berada di peringkat ketiga di belakang sepak bola dan bola basket dan di depan tenis, olahraga motor, dan golf dalam hal jumlah penggemar bila diukur di 21 negara utama.
Merek olahraga paling berharga' 2019 versi Majalah Forbes adalah Nike 36,8 miliar dolar AS; ESPN 13,1 miliar dolar AS; Adidas 11,2 miliar dolar AS; Gatorade 6,7 miliar dolar AS; dan Sky Sports 4,4 miliar dolar AS.
Mengembangkan olahraga sebagai industri adalah sebuah keniscayaan. Sebab, selain memiliki potensi nilai tinggi, industri ini dapat mendongkrak sektor industri lain seperti infrastruktur, transportasi dan pariwisata.
Contoh, event Asian Games 2018. Menurut Inasgoc (Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee), total biaya persiapan dan penyelenggaraan Asian Games 2018 sekitar Rp30 triliun, sedangkan total penerimaannya mencapai Rp 45 triliun (www.kontan.co.id, Selasa: 4/9/2018).
Namun, industri olahraga mengandung potensi negatif juga. Terbukti, sejumlah acara olahraga besar belakangan ini diwarnai oleh korupsi, suap dan transaksi curang.
Fokus berlebihan pada dimensi industrial dapat membuat olahraga kehilangan hakikatnya sebagai ajang kompetisi, team work, dan pencapaian prestasi.
Selain itu, munculnya olahragawan selebriti dari jenis olahraga populer dan sudah dikomersialkan, membuat atlet yang menekuni jenis olahraga yang belum dikmersialkan menjadi terpinggirkan.
Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara komersialisasi olahraga dan fokus pada olahraga demi olahraga. Sebab, ketika semua pemangku kepentingan fokus pada komersialisasi, maka itu sama dengan membunuh angsa yang menghasilkan telur emas.
Jadi, semua pemangku kepentingan harus bertindak bijaksana: membangun industri olaharga, tapi tidak mesti membajak semangat berkompetisi dalam berolahraga demi uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.