TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Sebuah lapangan sepak bola di salah satu desa di Tasikmalaya sempat viral di media sosial sekitar Oktober 2018. Pasalnya, lapangan tersebut menggunakan rumput dengan standar FIFA.
Saat viral di media sosial, lapangan yang diberi nama Sakti Lodaya itu memang tampak seperti lapangan stadion-stadion berstandar internasional.
Bila dilihat dari udara, permukaan lapangan bahkan memunculkan gradasi warna khas papan catur yang kerap terlihat di lapangan stadion-stadion Eropa. Pemandangan tersebut bahkan jarang ditemukan di stadion-stadion klub Liga 1.
Viralnya lapangan yang diketahui berlokasi di Desa Cisayong, sekitar 15 kilometer dari Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, itu pula yang menarik perhatian Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk datang.
Baca juga: Sindir Rumput SUGBK, Kiper Filipina Disindir Balik Kondisi Stadion di Negaranya
Namun, indahnya Lapangan Sakti Lodaya seperti yang tampak di medsos tak terlihat pada Selasa (15/1/2019).
Alih-alih memunculkan gradasi warna, permukaan lapangan Sakti Lodaya bahkan terlihat sudah banyak yang menguning, bahkan ada yang gundul di beberapa titik.
Tak cuma itu, puntung rokok dan sampah-sampah kecil juga cukup banyak ditemukan di atas permukaan lapangan.
Lapangan Sakti Lodaya dulunya merupakan lapangan desa biasa. Namun, perangkat desa setempat melapisinya dengan rumput zoysia matrella (ZM).
Kepala Desa Cisayong Yudi Cahyudin, mengatakan, biaya pemasangan rumput mencapai sekitar Rp 1,4 miliar dan memakan waktu sekitar delapan bulan. Sumber dana berasal dari dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat.
Baca juga: Piala AFF 2018, Timor Leste Keluhkan Rumput SUGBK
"Cisayong hanya ingin punya ikon karena desa ini tidak punya potensi wisata, tidak punya potensi ekonomi yang cukup dahsyat. Akhirnya, kami berpikir bagaimana tercipta lapangan sepak bola (bagus)," kata Yudi saat ditemui di sela-sela kunjungan Imam.
Menurut Yudi, keberadaan lapangan berstandar FIFA memberikan efek positif bagi Desa Cisayong. Adanya lapangan itu membuat Cisayong banyak dikunjungi perangkat desa-desa lain yang studi banding untuk meniru hal serupa.
Belum lagi pemasukan dari penyewaan lapangan yang masuk ke kas desa. Yudi menyatakan pihaknya memberlakukan tarif Rp 1 juta untuk sekali pemakaian satu pertandingan bagi penyewa dari desa lain. Sedangkan bagi warga Desa Cisayong digratiskan.
Walau demikian, Yudi mengakui ada salah satu kendala yang dihadapi dengan adanya lapangan berstandar FIFA ini, yakni menutupnya untuk umum.
Baca juga: Sempat Bilang Rumput SUGBK Aneh, Pelatih Islandia Kini Beri Nilai 10
Karena tadinya merupakan lapangan desa biasa, masih banyak warga yang keberatan apabila Lapangan Sakti Lodaya ditutup dan hanya boleh digunakan untuk kegiatan sepak bola.
Padahal, terlalu banyaknya orang yang menginjak-injak rumput tentu akan berdampak terhadap menurunnya kualitas rumput. Belum lagi, rumput membutuhkan perawatan khusus yang harus dilakukan rutin.