Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Strategis Memajukan Sepak Bola Indonesia (1)

Kompas.com - 27/01/2014, 08:10 WIB

Ditulis oleh Amal Ganesha

KOMPAS.com - Kita, pemerhati dan penggila sepak bola, sering saling bertukar informasi dan pikiran mengenai sepak bola sampai lupa waktu. Ya, kebanyakan teman-teman penggemar sepak bola di Indonesia sangat antusias membicarakan sepak bola. Ironisnya diskusi itu banyak berkaitan dengan sepak bola Eropa. Lalu, sering sekali jauh di dalam lubuk hati ini berbicara: “Kapan ya kita membicarakan sepak bola dalam negeri dengan semangat yang sama seperti ketika ngobrol tentang sepak bola Eropa?”

Betul, sebagian dari masyarakat penggila bola di Indonesia masih ada yang begitu semangat dan antusias ketika mengikuti dan mengamati sepak bola dalam negeri, ISL contohnya, ataupun LPI. Namun, menurut pengamatan penulis, masyarakat Indonesia lebih antusias ketika bicara soal perkembangan tim nasionalnya, dan tidak begitu antusias ketika membahas liga sepak bola-nya. Boleh jadi, hal itu karena liga sepak bola Indonesia tak menunjukkan kejelasan soal arah pengembangan sepak bola dalam berbagai aspek, termasuk industri, sportivitas.

Dahulu, publik sangat antusias dengan Liga Italia Serie A. Liga Italia dianggap sangat menarik dan seru, sampai pada titik di mana publik benar-benar kecewa dengan Liga Italia, yaitu pada tahun 2006, ketika terungkap bahwa pertandingan Serie-A diatur oleh beberapa orang, yang dikenal dengan istilah Calciopoli.

Entah apa yang terjadi pada khalayak, mendadak beberapa pendukung tidak lagi antusias mengikuti kompetisi liga Italia dan perkembangan klub-klub kebanggaannya. Mungkin, publik merasa bahwa relasi emosi antara yang telah dijalin selama ini adalah ‘emosi semu’ karena kompetisi yang menarik itu ternyata adalah rekayasa.

Betul, klub besar Italia seperti Juventus, AC Milan, Inter Milan, AS Roma, Napoli, Fiorentina, dan Lazio masih memiliki penggemar di Indonesia. Namun, kedekatan emosional antara suporter Indonesia dan klub-klub tersebut tak sekuat dulu, jauh sebelum Calciopoli terkuak.

Fenomena di atas adalah contoh betapa emosionalnya seorang manusia. Apa yang terjadi terhadap serie A adalah bentuk mistrust terhadap liga Italia. Selain itu, memang terbukti bahwa rating Serie A menurun bila dibandingkan liga-liga top di daratan Eropa.

Dalam laporan Deloitte (Deloitte Annual Football Review 2013), Liga Italia serie A berada di bawah EPL, Bundesliga, dan La Liga di dalam hal perputaran uang di dalam industri di tahun 2012, yaitu berkisar 1.3 milyar poundsterling. Sedangkan perputaran uang di Premier League, Bundesliga, dan La Liga masing-masing mencapai hingga 2,4 miliar poundsterling, 1,5 miliar poundsterling, dan 1,4 miliar poundsterling pada tahun 2012.

Beberapa pengamat juga telah membuktikan bahwa industri sepak bola Italia jatuh karena jumlah penonton di stadion berkurang drastis dalam kurun waktu 2005-2008 dan itu sangat dipengaruhi kasus calciopoli. (Boeri & Severgnini, 2012: 14).

Sama seperti transformasi struktural di dalam ekonomi, olahraga pun mengalami fase yang sama. Jadi, yang ingin ditekankan dalam tulisan ini adalah, jangan berharap sepak bola Indonesia bisa melaju ke Piala Dunia, jika belum melalui fase-fase tersebut secara bertahap.

Dalam perekonomian Indonesia, terjadi fenomena yang lucu. Masyarakat Indonesia yang berpendidikan sampai dengan sarjana tidak lebih dari 4% total populasi (Kresnayana Yahya, pakar statistik ITS, 2010). Namun, dengan modal sarjana yang hanya 4% itu, fokus perekonomian Indonesia sudah ke tahap industrialisasi. Lalu bagaimana dengan nasib 96% rakyat Indonesia yang belum siap berkontribusi pada tahap industrialisasi?

Seperti pendapat beberapa rekan di masa perkuliahan, Indonesia seharusnya mengikuti transformasi ekonomi secara bertahap, jangan ‘loncat-loncat’. Lalu apa biaya dari transformasi yang ‘loncat-loncat’ itu? Jelas sekali: jurang antara si kaya dan si miskin menjadi semakin lebar dan dalam. Lalu, apa sektor yang cocok bagi Indonesia?

Saya dan beberapa rekan alumnus di FEUI masih berpendapat, ekonomi kerakyatan atau pertanian adalah sektor yang seharusnya menjadi fokus utama pemerintah untuk saat ini. Faktanya, 56% GDP (Growth Domestic Products) Indonesia adalah berasal dari Usaha Kecil Menengah. (Yuana Sutyowati, SMESCO Indonesia, 2011).

Dari abstrak/gambaran di atas, apa kaitannya dengan sepak bola? Sama seperti ekonomi, sepak bola juga memiliki fase-fase pertumbuhan. Sepak bola Eropa yang saat ini sangat berjaya telah mengalami fase-fase perkembangan dalam periode yang tidak pendek.

Fase-fase di dalam industri olahraga adalah kira-kira sebagai berikut: Amatir, Profesional, dan Komersialisasi (Prof Dr. Simon Chadwick). Perancis, salah satu negara kuat di sepak bola, melalui transformasi di industri sepak bolanya dari tahap amatir, hingga saat ini, komersialisasi, tahap di mana privatisasi klub-klub sepak bola berkembang luar biasa (lihat gambar 1).

Inggris pun melalui fase yang sama. Berawal dari dana publik, lalu seiring prestasi dan liga yang baik, klub-klub tersebut dapat berdiri sendiri dan menjadi badan swasta. Untuk mencapai tahap tersebut dibutuhkan keseriusan untuk membangun dua komponen utama, yaitu kompetisi dan football governance (sistem organisasi). (Bersambung ke Langkah Strategis Memajukan Sepak Bola Indonesia (2))

Penulis adalah mahasiswa MSc Sport Management Coventry University, penerima beasiswa LPDP RI batch VIII 2013 (akun twitter: @amalganesha)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mo Salah Ribut dengan Klopp: Akan Ada Api jika Saya Berbicara

Mo Salah Ribut dengan Klopp: Akan Ada Api jika Saya Berbicara

Liga Inggris
Ernando dan Karakter Adu Penalti

Ernando dan Karakter Adu Penalti

Timnas Indonesia
Jadwal MotoGP Spanyol 2024: Balapan Malam Ini, Marc Marquez Start Terdepan

Jadwal MotoGP Spanyol 2024: Balapan Malam Ini, Marc Marquez Start Terdepan

Motogp
Piala Thomas 2024: Jonatan Dikejutkan Lawan, Menang berkat Ubah Pendekatan

Piala Thomas 2024: Jonatan Dikejutkan Lawan, Menang berkat Ubah Pendekatan

Badminton
Jadwal Lengkap Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Vs Uzbekistan

Jadwal Lengkap Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Semifinal Piala Asia U23 2024, Prediksi Klok Tak Ada yang Mustahil untuk Indonesia

Semifinal Piala Asia U23 2024, Prediksi Klok Tak Ada yang Mustahil untuk Indonesia

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Uzbekistan: Keyakinan Pasukan STY Akan Tetap Menyerang

Indonesia Vs Uzbekistan: Keyakinan Pasukan STY Akan Tetap Menyerang

Timnas Indonesia
Hasil dan Klasemen Liga Inggris: Liverpool Gagal Salip Man City, Sheffield United Degradasi

Hasil dan Klasemen Liga Inggris: Liverpool Gagal Salip Man City, Sheffield United Degradasi

Liga Inggris
Hasil Aston Villa Vs Chelsea 2-2: Gol Dianulir, The Blues Bawa Pulang 1 Poin

Hasil Aston Villa Vs Chelsea 2-2: Gol Dianulir, The Blues Bawa Pulang 1 Poin

Liga Inggris
Leverkusen 46 Laga Tanpa Kalah, Xabi Alonso Benar-benar Fenomenal

Leverkusen 46 Laga Tanpa Kalah, Xabi Alonso Benar-benar Fenomenal

Bundesliga
Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Liga Italia
Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Badminton
Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Liga Inggris
Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Timnas Indonesia
3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com