Namun, secercah harapan mengulang prestasi 1991 muncul ketika pemain-pemain muda seperti Titus Bonai, Patrich Wanggai, Andik Vermansah mengisi skuad timnas U-23. Di pertandingan pertama Grup A, mereka sukses menghajar Kamboja enam gol tanpa balas dan setelah itu giliran Singapura yang dihajar 2-0.
Di laga terakhir, Indonesia dinanti lawan berat, Thailand. Akan tetapi, penampilan gemilang Tibo, Patrich Wanggai, dan Ferdinand Sinaga, yang masing-masing mencetak gol ke gawang Thailand, sukses membuat pendukung Indonesia bersukacita di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Setelah menyingkirkan Vietnam 1-0 di semifinal, Indonesia kembali dieluk-elukkan untuk meraih prestasi yang sudah 20 tahun hilang sejak emas di Manila. Hal itu bisa dilihat dari antusiasme para ratusan ribu suporter Indonesia yang berdatangan di SUGBK untuk menyaksikan partai final melawan Malaysia.
Akan tetapi, nasib berkata lain. Setelah berjuang dengan totalitas selama 120 menit pertandingan, Indonesia dipaksa kalah dari Malaysia lewat adu penalti 3-4, setelah imbang 1-1 hingga perpanjangan waktu.
Indonesia gagal dalam adu penalti setelah tendangan Gunawan Dwi Cahyo membentur tiang dan eksekusi Ferdinand diblok kiper Khairul Fahmi. Penendang lainnya, Tibo, Egi Melgiansyah, dan Abdulrahman sukses menunaikan tugasnya.
Tendangan terakhir Malaysia yang menentukan kemenangan diambil Bakhtiar Baddrol. Bola eksekusinya sudah diblok oleh Kurnia Meiga, tetapi bola itu lolos dan masuk ke gawang Indonesia. Tamatlah perjuangan Garuda Muda. Pesta yang sudah disiapkan pun kembali berubah menjadi tangis duka karena prestasi di ajang Sea Games tak kunjung tiba.
(Tamat)
baca juga: SEA Games, dari Pesta hingga Air Mata Garuda (1)