Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSSI, KPSI, dan Bola Panas Kompetisi

Kompas.com - 14/09/2012, 07:16 WIB

DUALISME kompetisi sepak bola Indonesia tampaknya belum ada tanda-tanda berakhir. Mungkin malah sebaliknya. Konflik akan memasuki babak baru yang semakin memanas.

Babak baru karut-marut sepak bola Indonesia dimulai, ketika Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) berkeras memutuskan memutar kembali Indonesia Super League (ISL) pada November mendatang. PT Liga Indonesia, selaku operator ISL, memandang penyatuan kompetisi sulit diimplementasikan pada musim depan.

Alasan di balik pengambilan keputusan itu lantas mengundang kontroversi. Sejatinya, publik bisa memahami dengan berlarut-larutnya kompetisi, tentu akan merugikan banyak pihak seperti pemain, wasit, pelatih, bahkan sampai tukang rumput lapangan, karena mereka menggantungkan hidupnya pada sepak bola.

Di sisi lain, menggulirkan ISL berarti telah melanggar titah penyatuan kompetisi yang disepakati bersama antar KPSI dan PSSI, yang tertuang pada poin kedua MoU kedua belah pihak. Isi poin itu berbunyi, "ISL setuju untuk berada di bawah yurisdiksi PSSI secepatnya, khususnya untuk masalah disiplin, administrasi pemain dan transfer, dan penunjukkan perangkat pertandingan hingga satu-satunya liga profesional tingkat teratas dibentuk. Hingga saat itu, ISL bisa terus beroperasi secara otonom."

PT Liga Indonesia terkesan tak menganggap keberadaaan JC. Bukankah lebih bijak, jika mereka melaporkannya terlebih dulu kepada JC sebelum membuat keputusan sepihak menggulirkan ISL?

Padahal, Ketua Umum KPSI, La Nyalla Mattallitti, sempat melarang klub-klub ISL melepas pemainnya untuk membela timnas Indonesia.  Ia menyebut, pembentukan timnas harus melalui persetujuan JC, meski hal itu kurang beralasan karena JC tidak berwenang membentuk timnas.

Tak ayal, Todung Mulya Lubis yang menjabat sebagai ketua JC, sempat merasa dilecehkan. "Buat saya ini adalah pelanggaran inti MoU antara KPSI dan PSSI. Dan JC (Joint Committee) masih mengadakan pertemuan. JC belum dibubarkan," tegas Todung.

Sementara PSSI berusaha mematuhi kesepakatan. PSSI berencana menyatukan dua liga yang dijadwalkan bergulir pada 2013. Rentan waktu yang cukup lama tersebut digunakan untuk menyempurnakan sebuah liga sehingga persoalan klasik-klasik tak muncul lagi.

"Iya. Makanya, perlu waktu 'kan. Kita enggak belajar juga dengan urusan-urusan yang sama bertahun-tahun. Klub kesulitan bayar gaji, meski dengan APBD (Anggaran Pendapat Belanja Daerah)," jelas Sihar Sitorus, selaku Ketua Komite Kompetisi PSSI.
                                          
LPI vs ISL

Persoalan dualisme kompetisi ini lahir ketika Liga Prima Indonesia (LPI) bergulir pada 8 Januari 2010. Kompetisi yang didanai oleh pengusaha Arifin Panigoro tersebut ingin menunjukkan sebuah liga profesional tanpa asupan APBD. LPI dipandang sebagai sebuah cambuk bagi ISL yang bertahun-tahun "menyusu" kepada dana pemerintah daerah.

Juru bicara LPI, Abi Hasantoso, pernah mengutarakan, LPI merupakan bagian dari reformasi dan revolusi sebagaimana yang diamanatkan di Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang. Menurutnya, ada empat pilar untuk memperbaiki sepak bola Tanah Air. Pertama adalah kompetisi yang kredibel. Kedua, pembinaan usia dini. Ketiga, Penerapan aplikasi sport science kepada sepak bola. Keempat, adalah pembenahan organisasi.

Dengan konsep profesional yang diusung itu, empat klub ISL, yakni, Persema Malang, Persibo Brojonegoro, PSM Makassar, dan Persebaya Surabaya, memilih bergabung dengan 15 klub baru yang ada di LPI.

PSSI yang diketuai Nurdin Halid tidak diam begitu saja. Ia berusaha menggagalkan bergulirnya LPI. Lantas, Hinca Pandjaitan, yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Komdis PSSI, menghukum sekitar 110 orang yang terlibat di LPI.

Sejumlah nama yang dilarang ikut serta dalam kegiatan PSSI di antaranya, Arifin Panigoro (penggagas dan pendukung LPI), Sartono Anwar (pelatih), Timo Scheuneman (pelatih), Jose Basualdo (pelatih), Jorg Steinbruner (pelatih), dan Willy Scheepers (pelatih).
 
Meski begitu, LPI tetap begulir sehingga pertikaian semakin meruncing. Ironisnya, keinginan menciptakan sebuah liga profesional hanya isapan jempol. LPI hanya bergulir setengah musim seiring terpilihnya Djohar Arifin Husin sebagai ketua umum PSSI, menggantikan Nurdin Halid usai Kongres Solo 2010.

Selesai sampai di situ? Tidak. Justru, dengan terpilihnya Djohar, masalah baru terus menerpa sistem pesepakbolaan Indonesia. Sebagian pihak lantas, menilai, bahwa Djohar adalah "boneka" dari kelompok Jenggala milik Arifin Panigoro. Bukan membuat keputusan bersama, kelompok itu justru membuat langkah kontroversial dengan menggabungkan klub LPI dengan ISL.

Sejumlah klub ISL murka. Mereka tidak terima bergabung bersama klub "kemarin sore", Jakarta FC, yang dibentuk PSSI. Ketua Umum Persija Jakarta, Ferry Paulus, menilai, setiap klub ISL dapat mencapai ke level tertinggi, karena melalui tahapan-tahapan. Karena itu, dia menyayangkan, keputusan PSSI tersebut. "Jadi, seharusnya ada proses promosi dan degradasi," kata Ferry.

Lebih aneh lagi, PSSI terkesan arogan dengan keputusan memberikan "tiket gratis" kepada enam tim untuk tampil di kasta tertinggi. Keenam tim itu, diantaranya, PSM Makassar, Persema Malang, Persibo Bojonegoro, PSMS Medan, Persebaya Surabaya, dan Bontang FC. Tiga tim yang disebut terakhir bahkan tidak berkompetisi pada strata tertinggi pada musim sebelumnya. Kaidah dasar dan logika kompetisi benar-benar dijungkir balikan oleh PSSI.                            
                          
Alasan yang dilontarkan PSSI mengatrol enam tim tersebut juga terkesan sangat tidak berdasar, karena cenderung memakai pertimbangan subyektif, seperti nama besar, sejarah, dan yang paling konyol, adalah permintaan sponsor.

Seiring perjalanan, PSSI melunak. Mereka berkali-kali menggagas rekonsiliasi dengan klub peserta ISL saat kompetisi tersebut bergulir. Akan tetapi, nasi sudah jadi bubur, karena ISL menolak mentah-mentah tawaran rekonsiliasi tersebut. Mereka tak lagi mengakui kepengurusan PSSI Djohar.

Kompetisi

Akhirnya, IPL dan ISL berjalan sendiri-sendiri. Dalam pelaksanaannya, kedua kompetisi terkesan asal jalan. Banyak kasus klasik terjadi dalam pelaksanaan kompetisi. IPL diwarnai beberapa pertandingan yang gagal digelar dan banyak klub mengalami krisis.

Bukti nyata, pemain Bontang FC harus makan nasi bungkus akibat dampak krisis finansial yang melanda klub asal Kalimantan Timur tersebut. Mereka juga sempat mogok bermain menuntut gaji yang belum dipenuhi oleh manajemen selama setengah tahun lebih.

Krisis finansial, kisruh pertandingan, dan budaya kekerasan dalam sepak bola menjadi pemandangan yang belum sirna di ISL. Berdasarkan data yang dihimpun Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI), Deltras Sidoarjo, Sriwijaya FC, Persija Jakarta, Pelita Jaya, dan Arema Malang pernah menunggak gaji pemain.

Kekisruhan acap kali juga terjadi dalam pertandingan ISL. Pada 13 Mei lalu, penonton dan suporter Persipura bentrok dengan pihak keamanan setelah tim kebanggaannya kalah 0-1 dari Persija Jakarta di lapangan Mandala Jayapura. Bahkan, pemain Persija sempat adu jotos dengan pemain Sriwijaya FC di hotel beberapa waktu lalu.

Dengan serangkaian kasus-kasus yang terjadi, sudah semestinya penyatuan kompetisi baru digagas dengan konsep yang mantap. Artinya, persoalan seperti krisis finansial tidak terjadi lagi.

Memang, tak mudah bagi sebuah klub untuk menjalani sebuah kompetisi. Dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Klub Pelita Jaya, misalnya, harus menggelontorkan dana kurang lebih Rp 25 miliar dalam semusim. Dana yang dikucurkan dari keluarga Bakrie menjadi tumpuan karena dana yang didapatkan dari pihak sponsor dan pendapatan tiket tidak memadai.

"Dana sebesar itu termasuk membiayai gaji pemain dan seluruh staf. Berdarah-darah untuk mengikuti kompetisi. Pendapatan tiket bahkan minus karena lebih besar biaya panpel termasuk keamanan," ungkap Manajer Pelita, Lalu Mara.

Alangkah baiknya, sebelum memutar kompetisi, para klub diberi bekal ilmu, bagaimana cara mendapatkan dana secara mandiri. Kemudian, membenahi segala aspek sehingga persoalan klasik tidak terus-menerus terjadi.

Sangat disayangkan, sepak bola Indonesia jika dikelola secara serampangan. Pasalnya, kompetisi akan bermuara terhadap prestasi sepak bola Indonesia. Bukan itu saja. Bangsa ini juga terkenal gila sepak bola.

Lima tahun lalu sebuah penelitian dari sebuah lembaga survei ternama di London, TNS Sport, mengungkapkan sepak bola menjadi olah raga rakyat yang sulit ditandingi oleh olah raga apapun. Dari hasil penelitian TNS Sport berdasarkan responder berusia 15-54 tahun tersebut, dengan koefisien angka tertinggi 100, sepak bola berada di peringkat pertama dengan 88. Di bawahnya, bulutangkis yang berada di peringkat kedua hanya mencapai koefisien angka 49.

Karena itu, sudah saatnya kedua belah pihak yang bertikai rujuk untuk membenahi sepak bola. Pemain terutama para pecinta sepak bola sudah muak dengan episode panjang kekisruhan Tanah Air.
                        
Kapan?

Pelatih Timmas U-23, Aji Santoso, beberapa waktu lalu, mengungkapkan harapannya agar kompetisi digarap dengan serius. Bagi pelatih asal Surabaya tersebut, kompetisi merupakan pembinaan terbaik yang sangat disayangkan jika masih adanya rekayasa.

Perkataan Aji itu bukan isapan jempol. Pengaturan skor, praktik suap, dan rekayasa dalam sistem kompetisi, memang masih menjadi kendala utama hingga saat ini. Menurutnya, jika ingin bersaing dengan negara lain, Indonesia harus mempunyai struktur manajemen dari pelatih hingga pemain yang berkualitas.

"Saya berani bertaruh, jika masih ada rekayasa, sepak bola kita akan terus berjalan stagnan seperti ini," ucap Aji.

Hal senada disampaikan oleh Mantan Ketua Umum PSSI, Agum Gumelar. Agum berharap, ada keingian tulus dari kedua belah pihak mengakhiri perseteruannya. Masing-masing ego pengurus itu, harus bertujuan untuk membangun sepak bola Indonesia. Jika hal itu terus terjadi, maka rekonsiliasi pun mustahil terjadi. "Kasihan, pendukung sepak bola terpecah-pecah," kata Agum.  

Mungkin seluruh pihak perlu merenungkan sebuah pernyataan yang pernah disampaikan oleh Pelatih Real Madrid, Jose Mourinho. "Sisi negatif sepak bola adalah sisi negatif masyarakatnya. Orang per orang membawa masuk pengaruh negatifnya ke dalam masyarakat melalui sepak bola."

Lalu apakah sepak bola Indonesia harus stagnan atau berjalan mundur, sementara negara tetangga seperti Malaysia sudah mulai melesat? Semoga pertikaian segera berakhir. Dan, ada sebuah hati tulus untuk membenahi sepak bola kita yang sedang sekarat.

Sepak bola harus kembali ke khitahnya!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sorotan untuk Wasit Laga Timnas Indonesia di Piala AFF 2024

Sorotan untuk Wasit Laga Timnas Indonesia di Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Respons Shin Tae-yong soal Hasil Drawing ASEAN Cup 2024 Vs Vietnam

Respons Shin Tae-yong soal Hasil Drawing ASEAN Cup 2024 Vs Vietnam

Timnas Indonesia
Alasan Henderson dan Rashford Tak Masuk Skuad Inggris untuk Euro 2024

Alasan Henderson dan Rashford Tak Masuk Skuad Inggris untuk Euro 2024

Internasional
Akses Istimewa Passport Planet Persib Saat Nonton Laga Maung Bandung

Akses Istimewa Passport Planet Persib Saat Nonton Laga Maung Bandung

Liga Indonesia
Jadwal Timnas Indonesia pada Piala AFF 2024

Jadwal Timnas Indonesia pada Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Fakta Bojan Hodak Empat Kali Final Beruntun, Peluang Juara di Persib

Fakta Bojan Hodak Empat Kali Final Beruntun, Peluang Juara di Persib

Liga Indonesia
Daftar Skuad Inggris untuk Euro 2024: Tanpa Rashford-Henderson, Ada Maguire

Daftar Skuad Inggris untuk Euro 2024: Tanpa Rashford-Henderson, Ada Maguire

Internasional
Toni Kroos Pensiun, Ruang Ganti Real Madrid Terguncang

Toni Kroos Pensiun, Ruang Ganti Real Madrid Terguncang

Liga Spanyol
Toni Kroos Gantung Sepatu Setelah Piala Eropa 2024

Toni Kroos Gantung Sepatu Setelah Piala Eropa 2024

Internasional
Hasil Lengkap Malaysia Masters 2024: Vito ke Babak Utama, Sabar/Reza Tersingkir

Hasil Lengkap Malaysia Masters 2024: Vito ke Babak Utama, Sabar/Reza Tersingkir

Badminton
Kata David Beckham Usai Klopp Pergi dari Liverpool: Luar Biasa...

Kata David Beckham Usai Klopp Pergi dari Liverpool: Luar Biasa...

Liga Inggris
Daftar 34 Pemain Timnas Putri Indonesia untuk Lawan Singapura

Daftar 34 Pemain Timnas Putri Indonesia untuk Lawan Singapura

Timnas Indonesia
Piala AFF 2024, Pelatih Vietnam Sebut Indonesia Kuat, Yakin Menang dan Juara

Piala AFF 2024, Pelatih Vietnam Sebut Indonesia Kuat, Yakin Menang dan Juara

Timnas Indonesia
Respons Media Vietnam Usai Segrup dengan Indonesia di Piala AFF 2024

Respons Media Vietnam Usai Segrup dengan Indonesia di Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Saat Shin Tae-yong Pilih Tak Hadir di Drawing Piala AFF 2024

Saat Shin Tae-yong Pilih Tak Hadir di Drawing Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com