JAKARTA, KOMPAS -
Melalui wadah Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), mereka bakal mogok dari kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) dan Liga Super Indonesia (LSI) jika persoalan gaji mereka yang tertunggak di klub-klub dua kompetisi itu tidak terselesaikan pada 7 Juni mendatang.
”Pemogokan langkah terakhir yang kami tempuh dalam penyelesaian masalah ini,” kata Ponaryo Astaman, Presiden APPI, pada jumpa pers seusai pertemuan yang diikuti kapten klub LPI dan LSI di Jakarta, Senin (28/5).
”APPI tetap berkomunikasi dengan klub-klub untuk mencari alternatif dan solusi yang tepat. Alternatif pemogokan langkah terakhir jika semua jalan
Seluruh langkah dan sikap APPI didukung Federasi Internasional Pesepakbola Profesional (FIFPro) yang diakui FIFA. ”FIFPro mendukung penuh perjuangan pemain di Indonesia,” demikian pernyataan sikap FIFPro melalui situs resminya (www.fifpro.org), Senin.
Dalam pernyataan sikap yang diedarkan kepada wartawan, APPI merilis nama klub-klub penunggak pembayaran gaji pemain. Dari LPI, yang bergulir di bawah PSSI, yaitu Persija Jakarta IPL, Persema Malang, Persibo Bojonegoro, Bontang FC, Persiraja Banda Aceh, PSM Makassar, dan klub Divisi Utama PPSM Magelang.
Dari LSI, klub-klub yang disebut menunggak pembayaran gaji pemainnya yaitu Persija ISL, Deltras Sidoarjo, Sriwijaya FC, Pelita Jaya, Persela Lamongan, dan Arema Indonesia ISL. ”Data ini berdasarkan pengakuan pesepak bola klub bersangkutan. Kami tak menutup mata. Mungkin ada klub-klub lain yang belum terdata,” ujar Ponaryo.
APPI meminta FIFA untuk mengawasi klub-klub itu dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran gaji pemain. Pertemuan APPI itu dihadiri pemain yang berlaga di klub LPI dan LSI. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Bima Sakti (Persema), Emmanuel De Porras, Aleks Vterski (Persija IPL), Kurniawan Dwi Yulianto (PPSM), Erol Iba (Persebaya), Samsul Arif (Persibo), Bambang Pamungkas (Persija ISL), Maman Abdurahman (Persib Bandung), Greg Nwokolo (Pelita Jaya), Firman Utina (Sriwijaya), dan Ricardo Salampessy (Persipura).
Pertemuan itu juga dihadiri Wakil Ketua FIFPro Asia Takuya Yamazaki dan Ketua Asosiasi Pesepakbola Profesional Australia (PFA) Simon Colosimo yang siap mendukung langkah dan gerakan APPI.
Menjelang dan pascatumbangnya Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, pesepak bola profesional Indonesia terbelah di dua kompetisi, yakni LPI dan LSI. Sebelum Nurdin tumbang, LPI adalah kompetisi tandingan (
”Pernyataan sikap kami untuk membuktikan, kedua liga itu tak ada yang benar. Kami di sini datang dari LPI dan LSI,” kata Bambang Pamungkas, Wakil Presiden APPI. ”Jika ada (liga) yang mengaku paling benar, itu omong kosong.”
”Posisi pemain paling rentan dalam situasi ricuh seperti ini. Pengurus punya pekerjaan lain di luar sepak bola. Namun, kami hidup dari sepak bola,” kata Firman Utina, gelandang Sriwijaya FC.
”Beberapa pemain asing terancam karena KITAS (kartu izin tinggal terbatas) tak diurus klub. Saat berjalan di luar, mereka harus menutup muka dengan topi agar tidak dikenali petugas.”
Terkait buruknya klub-klub di Tanah Air dalam membayar gaji pemain, APPI mendorong agar kompetisi musim depan hanya diikuti klub-klub yang memiliki jaminan finansial dan biaya operasional, minimal satu musim.
Bukan rahasia lagi, kisruh atas sepak bola Indonesia berakar dari bergulirnya dua liga dan munculnya dualisme pengurus asosiasi (PSSI dan KPSI). Untuk itu, dalam pernyataan sikap lainnya, APPI mendukung dan berharap hanya ada satu liga di bawah satu kepengurusan federasi yang diakui sah oleh FIFA.
Mereka juga menginginkan ada perlindungan hak pemain untuk tampil membela timnas. Dalam hal ini, FIFA—yang memberi batas waktu bagi Indonesia untuk menyelesaikan kisruh sepak bola nasional hingga 15 Juni mendatang—diminta bersikap tegas tanpa memberi sanksi kepada Indonesia.