Patokan kesuksesan sebuah tim adalah jumlah gelar juara yang berhasil ia raih dalam satu musimnya, bukan permainan indah tanpa cela yang mengawali proses terjadinya sebuah gol. Hal itu bisa kita lihat dari fenomena "The Special One" Jose Mourinho. Selama ini, tim yang dilatih Mourinho terkenal dengan permainan pragmatisnya, tapi hal itu dibarengi dengan hasil positif yang diraih secara konsisten.
Belasan gelar dari kompetisi lokal dan Eropa berhasil ia raih saat menukangi Porto, Chelsea, Inter Milan dan Real Madrid. Walau badai kritik seakan tak kunjung henti datang akibat permainan timnya yang dianggap "merusak sepak bola" serta komentarnya yang penuh dengan kontroversi, sejarah tetap mencatat Mourinho sebagai pelatih yang bergelimang gelar juara sepanjang kariernya. Sementara di sisi lain, sejarah hanya mencatat Wenger sebagai pelatih yang gemar menerapkan pola permainan atraktif, tapi gagal mengantarkan timnya ke podium juara selama enam tahun berturut-turut.
Memang, ada pula klub yang bisa memadukan permainan indah yang dominan serta senantiasa berujung pada kemenangan seperti Barcelona. Saat ini, "Blaugrana" dianggap memiliki tim terbaik di generasinya akibat sukses meraih empat trofi La Liga, tiga gelar Liga Champions, serta masing-masing satu Copa Del Rey, Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antarklub, dalam enam tahun terakhir.
Bila kita coba bandingkan dengan Arsenal, yang dianggap memiliki pola permainan serupa yang atraktif nan indah, maka akan timbul beberapa perbedaan mendasar di antara keduanya. Pertama, Barcelona gemar memainkan pemain muda hasil didikan akademi mereka sendiri.
Arsenal pun sebenarnya tak kalah dalam urusan membina pemain muda, tapi kebanyakan para pemain tersebut adalah remaja-remaja berbakat yang dicomot dari klub lain untuk dikembangkan lebih lanjut oleh "The Gunners". Misalnya saja Theo Walcott dan Alex Oxlade-Chamberlain yang datang dari Southampton, Fabregas dan Fran Merida dari akademi Barcelona, Kieran Gibbs dari Wimbledon serta Carlos Vela yang dilabuhkan dari Guadalajara.
Tidak banyak pemain asli didikan akademi Arsenal yang akhirnya bisa menembus tim utama seperti Jack Wilshere. Emmanuel Frimpong dan Sanchez Watt memang menjanjikan, tapi masih harus memberi pembuktian akan kepantasan diri mereka. Banyaknya pemain muda berbakat yang diambil ketika remaja memang dapat meningkatkan kompetisi serta persaingan sehat dalam tim, tapi dalam hal kerja sama, kekompakan serta loyalitas, mereka masih kalah dengan para pemain muda Barcelona.
Fabregas, Lionel Messi, Gerard Pique, Pedro Rodriguez dan banyak lainnya telah bermain bersama-sama sejak cilik di Barcelona. Mereka telah mengerti betul filosofi permainan tim serta pikiran masing-masing pemain sehingga tak kesulitan untuk menyatu saat turun ke lapangan.
Selain itu, yang unik adalah Arsenal seperti harus menelan buah karma yang mereka tanam sendiri. Dahulu, Arsenal sukses membujuk Fabregas yang baru berusia 16 tahun untuk menandatangani kontrak profesional pertamanya bersama tim asal London tersebut. Wenger saat itu menjanjikan jumlah penampilan lebih banyak yang akan Fabregas dapatkan dibanding bila bertahan bersama Barcelona. Fabregas yang dianggap sebagai salah satu bakat terbaik di Eropa saat itu, menyetejuinya.
Sementara itu, para petinggi Barcelona pun kebakaran jenggot. Mereka menganggap Arsenal telah "merampok" Fabregas dari Barcelona. Hal itu karena, Barcelona-lah yang berandil besar dalam mendidik dan membentuk Fabregas selama bertahun-tahun. Lalu tiba-tiba Arsenal datang dan merekrutnya begitu saja.
Delapan tahun kemudian, situasinya berbalik. Hati Fabregas yang terlanjur tertambat di Barcelona membuatnya tak nyaman untuk terus bertahan di Arsenal. Puasa gelar yang mereka rasakan selama enam tahun terakhir juga menguatkan keinginan Fabregas untuk pulang kampung ke Camp Nou. Wenger yang telah mencegah niatan sang kapten untuk hijrah selama tiga musim terakhir, akhirnya luluh juga pada musim panas kali ini.