Pertama adalah kompetisi yang kredibel. Kedua, pembinaan usia dini. Ketiga, Penerapan aplikasi sport science kepada sepak bola. Keempat, adalah pembenahan organisasi. Jadi, kami mendahulukan pilar pertama karena sepak bola permainan yang berada di lapangan hijau. Namun, yang lebih penting, kami bisa menggelar kompetisinya lebih dulu dengan kompetisi yang kredibel dan menjunjung sportivitas.
Selama ini, kompetisi yang ada sudah kehilangan kredibilitas. Cara meningkatkan kredibilitas, pertama, kami menggunakan pemain-pemain yang berkualitas. Makanya, di LPI ada marquee player, key player, dan idol player. Marquee player seperti Lee Hendrie (Bandung FC) dan Amaral (Manado United). Pemain-pemain yang pernah membela negaranya. Ada key player, pemain-pemain yang punya nama besar dan skill bagus seperti Amancio Fortes (Semarang United). Dia adalah lulusan Akademi Manchester United. Ada juga pemain lain seperti pemain asal Australia, Andrew Barisic, yang memperkuat Persebaya 1927 atau Emanuel De Porras yang membela Jakarta 1928.
Ada juga idol player seperti Irfan Bachdim, Kim Jeffrey Kurniawan, Andik Vermansyah, dan Rendi Irawan. Mereka adalah pemain-pemain muda yang bisa menginspirasi anak-anak untuk bercita-cita menjadi pemain sepak bola. Ini salah satu yang ingin kami tingkatkan agar kualitas kompetisi menjadi kredibel. Selain pemain-pemain tadi, kami juga menggunakan wasit asing. Kami ketahui, hampir semua wasit di Indonesia pernah bermasalah ketika di kompetisi-kompetisi lain.
Ini yang kami yakini, bahwa dengan adanya wasit asing menjunjung sportivitas dan fair play, kami terdorong lebih cepat. Meski begitu, kami juga yakin banyak wasit-wasit lokal yang bisa dipercaya. Bahkan, wasit-wasit yang dalam tanda kutip dibuang oleh PSSI, kami rangkul lagi dengan memberikan pelatihan di Bandung dan Magelang. Saat ini, mereka menunjukkan performa yang bagus juga seperti halnya wasit-wasit asing.
Kenapa LPI tidak memperbaiki infrastruktur lapangan sepak bola lebih dulu? Sayang, pemainnya bagus-bagus, sedangkan beberapa kali tayangan di televisi saya melihat kondisi lapangan sangat memprihatinkan sehingga permainan tidak berkembang (z3tr33_tjhia78@yahoo.com)
Jadi, betul kompetisi dulu yang kami mulai, walaupun harus diakui bahwa lapangan dan infrastruktur yang bagus memang juga harus disiapkan. Saat ini, kami juga sedang mencoba bekerja sama dengan pemerintah daerah yang sudah memiliki lapangan. Contohnya, kami ingin bekerja sama dengan Pemerintah Kota Malang, Surabaya, dan Makassar, dan pemerintah kota di 19 klub LPI.
Kerja sama konkretnya seperti apa?
Kami akan mencoba memperbaiki fasilitas, terutama lapangan, yang kami anggap masih belum baik. Contohnya, nanti kami akan bekerja sama dengan pengelola Stadion Siliwangi di Bandung untuk memperbaiki lapangan dan area penonton. Jadi, itu contoh konkretnya. Kami yakin, klub-klub LPI bisa memiliki stadion-stadion sendiri nantinya. Tapi, akan mubazir kalau ada stadion bagus di beberapa kota, katakanlah di Malang, sayang sekali tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu, kami akan mencari pola bentuk kerja sama dengan pemerintah kota tempat klub LPI itu berada untuk memanfaatkan dan memaksimalkan penggunaan stadion dengan meningkatkan kualitas lapangan dan infrastruktur yang ada.
Bagaimana cara LPI menjaring penonton karena selama ini ISL yang selalu menjadi perhatian penikmat sepak bola di Tanah Air?
Tentu saja ini tantangan. Contoh, dengan empat klub yang pernah bermain di kompetisi lain, tidak ada masalah, seperti Persebaya 1927, Persibo Brojonegoro, PSM Makassar, dan Persema Malang. Hampir setiap pertandingan mereka selalu penuh (penonton). Namun, jangan disangka, dari 15 klub baru itu, tiga di antaranya sudah memiliki penonton fanatik. Contohnya, Manado United, Solo FC, dan Bali de Vata. Ternyata tidak kita sangka-sangka, penontonnya seperti empat klub tadi.