Mawar Kusuma
Pada jam makan siang, kedua warung itu sama-sama diserbu pelanggan. Mereka datang dan terus datang menikmati sayur asem sembari membawa rekan atau saudara yang kemudian turut menjadi pelanggan. Sama-sama menghidangkan kekhasan Betawi, sayur asem di dua warung ini ternyata memiliki rasa, warna, dan sajian yang sangat berbeda.
Sejak pertama kali berjualan, resep sayur asem di masing-masing warung tak pernah berubah. Konsumenlah yang justru berubah menjadi pelanggan fanatik karena keunikan rasa yang terwariskan turun-temurun itu tak akan bisa dijumpai di tempat lain.
H Ecek Sasmita asal Ciledug mengaku menggandrungi sayur asem di warung H Matalih (50) sejak sepuluh tahun lalu. Dia selalu menyempatkan waktu satu kali dalam sepekan untuk mencicipi kesegaran sayur bening dengan cita rasa asam, pedas, dan segar ini. ”Saya biasa menyelesaikan transaksi dagang sambil mengajak relasi makan siang di sini,” kata Ecek.
Siang itu, Ecek yang orang Sunda makan didampingi dua rekannya, Sugiarto dari Jawa Timur dan Ujang asli Betawi. Nyatanya, sayur asem di warung H Matalih ini bisa diterima oleh lidah mana saja. Kesegaran sayur asem yang disantap di tengah hari mampu membuat tubuh bercucuran keringat.
Satu piring sayur asem H Matalih berisi campuran beragam sayuran, seperti kacang panjang, kacang tanah yang sudah dikupas kulitnya, terung, jagung manis, daun melinjo, dan buah melinjo. Adapun, sayur asem di warung H Masa disajikan dalam mangkuk berisi 13 macam sayuran. H Masa antara lain menambahkan kacang bogor dan kacang tanah yang kulitnya tidak dikupas, kecipir, pare, keluwih, hingga nangka. Seluruh sayur bisa dipetik dari pohon-pohon di perkampungan Betawi.
Baik H Matalih maupun H Masa menambah potongan oncom dan potongan jengkol sebagai penyedap rasa. Jengkol di warung H Matalih biasanya terlebih dulu dipendam di dalam tanah selama satu pekan, sedangkan H Masa memilih memendamnya hanya dalam sehari. Proses penimbunan jengkol ini terutama untuk menghilangkan bau dan asam jengkolnya.
Proses pemasakan sayur asem sengaja dibuat tidak terlalu matang sehingga sayur-sayuran disajikan dalam keadaan segar. Bumbu yang ditambahkan pun hanya bawang merah, cabai, dan garam. Menurut H Matalih (50), cita rasa sayur asem di warungnya menjadi khas karena ia sengaja menyeduh buah asem muda sebelum mencampurkannya dengan adonan sayur asem.