Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Kembali ke Kenyataan

Kompas.com - 30/12/2010, 09:42 WIB

Anton Sanjoyo

Sukacita selama hampir satu bulan itu berakhir sudah. Pesta sepak bola Piala AFF yang semula membuat bangsa Indonesia membubung ke langit ketujuh berakhir antiklimaks. Tim Garuda Indonesia yang begitu perkasa sejak babak penyisihan sampai semifinal tak sanggup membuat sejarah. Apa boleh buat, Malaysia-lah yang mengukir tinta emas, untuk pertama kalinya menjadi yang terbaik di festival sepak bola bangsa-bangsa Asia Tenggara ini.

Meski pahit, rasanya kita tak perlu larut dalam kesedihan. Sebaliknya, kegagalan untuk keempat kalinya di partai puncak Piala AFF ini harus menjadi bahan pembelajaran bagi seluruh insan sepak bola, utamanya para pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), yang paling bertanggung jawab terhadap prestasi tim nasional Indonesia. Bukan hanya itu, kegetiran di Stadion Utama Gelora Bung Karno juga harus menjadi pelajaran bagi oknum-oknum politisi yang semula ingin mendompleng euforia yang diledakkan pasukan Merah-Putih asuhan Alfred Riedl.

Sebenarnya, di luar dua hal di atas, terlalu banyak hal harus dijadikan bahan renungan oleh persepakbolaan nasional. Di lain pihak, euforia yang begitu hebat seharusnya dijadikan momentum kebangkitan prestasi sepak bola nasional, yang sudah begitu lama mendambakan gelar juara di tingkat internasional. Belajar dari pengalaman Piala Asia 2007, saat pasukan Garuda Indonesia gagal tetapi tetap mendapat acungan jempol, pada akhirnya menang atau kalah bukan hal paling penting. Pada ujungnya, juara tidak lagi sebuah tujuan akhir. Jauh lebih penting, para pemain dan tim pelatih sudah berbuat yang terbaik. Kegagalan ini hanya sebuah keberhasilan yang tertunda.

Di luar stadion, sulit untuk tidak terharu menyaksikan para pendukung Merah-Putih tetap menari-nari, meneriakkan yel-yel ”Indonesia... Indonesia!” Hal itu bukan karena Firman Utina dan kawan-kawan berhasil membalas kekalahan di Bukit Jalil, tapi lebih karena pasukan Merah-Putih telah tampil gagah berani, mengeluarkan semua kemampuannya, dan terlebih mereka menunjukkan pantas membela nama Indonesia dengan memakai kostum ”sakral” berlambang Garuda.

Bagi para pengurus PSSI, inilah sebenarnya momen untuk kembali ke kenyataan, kembali ke Bumi, setelah selama dua pekan seakan-akan lupa akan segala tugas pokok pembinaan sepak bola. Bagaimanapun, kompetisi yang berkualitas adalah kunci dari sukses tim nasional. Kompetisi yang bergulir saja secara teratur belumlah cukup untuk membawa Indonesia ke tingkat elite percaturan sepak bola Asia Tenggara, apalagi Asia, apalagi dunia. Kompetisi yang bergulir haruslah mempunyai mutu yang baik, dan tiap musim menunjukkan peningkatan kualitas.

Banyak hal yang menopang kualitas kompetisi, tetapi yang paling utama adalah pembinaan usia dini. PSSI tak perlu malu untuk mengakui bahwa selama ini abai terhadap youth development. Ratusan miliar rupiah tiap tahun berputar dalam persepakbolaan nasional, tetapi nyaris tak ada yang menetes ke pembinaan usia dini. PSSI terlalu asyik masyuk mengurusi kompetisi paling top, Liga Super Indonesia, yang memang seksi, bergelimang uang, berlimpah sponsor, bermewah dengan liputan media. Sementara kompetisi usia dini bukan cuma anak tiri, tapi ibarat anak terbuang yang menggelandang di kolong jembatan.

PSSI lebih suka jalan pintas, mencari pemain dengan jalan ”berburu” ke daerah-daerah dan mencomotnya begitu saja tanpa tahu betul rekam jejak pemain muda. Tanpa ada kompetisi, pemain muda yang diambil tidak terasah secara teknis, apalagi mental. Mereka kemudian dikumpulkan dalam proyek-proyek jangka pendek tanpa konsep yang benar-benar matang. Proyek Uruguay, misalnya, hanya mengulang kegagalan lama yang tidak membuahkan hasil, seperti Primavera dan Barreti. PSSI tidak pernah belajar dari pengalaman-pengalaman pahit tersebut.

Tanpa konsep pembinaan usia yang benar-benar diwujudkan dalam kompetisi berjenjang, pemain-pemain yang kemudian tampil di tingkat senior bukanlah atlet yang benar-benar matang. Ketika mereka tampil di liga senior, kemampuan mereka barangkali hanya 20 persen atau 30 persen dari kapasitas sebenarnya. Walhasil, tim nasional, terutama yang senior, tidak pernah memberikan prestasi yang membanggakan di tingkat internasional.

Ada baiknya, jajaran pengurus PSSI merenung sejenak. Mulailah bekerja dengan hati untuk menggerakkan roda kompetisi usia dini. Mulailah mencetak pelatih-pelatih berkualitas tinggi untuk menangani youth development. Sadarlah bahwa tak ada jalan pintas dalam sepak bola. Semua hasil terbaik harus dicapai dengan kerja keras, keringat dan pengorbanan.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Erick Thohir Sebut Calvin Verdonk-Jens Raven dalam Proses Naturalisasi

    Erick Thohir Sebut Calvin Verdonk-Jens Raven dalam Proses Naturalisasi

    Timnas Indonesia
    PSS Vs Persib, Saat Pelapis Maung Kandas 10 Pemain Elang Jawa

    PSS Vs Persib, Saat Pelapis Maung Kandas 10 Pemain Elang Jawa

    Liga Indonesia
    Indonesia Vs Uzbekistan: Jangan Kecilkan Perjuangan Garuda, Tetap Dukung

    Indonesia Vs Uzbekistan: Jangan Kecilkan Perjuangan Garuda, Tetap Dukung

    Timnas Indonesia
    Tim Piala Uber Indonesia Siap Hadapi Jepang dengan Kekuatan Penuh

    Tim Piala Uber Indonesia Siap Hadapi Jepang dengan Kekuatan Penuh

    Badminton
    Hasil Lengkap Liga 1: RANS Nusantara Jadi Tim Terakhir yang Degradasi

    Hasil Lengkap Liga 1: RANS Nusantara Jadi Tim Terakhir yang Degradasi

    Liga Indonesia
    Hasil Persija Vs PSIS 2-1, Macan Kemayoran Sukses Menang di Kandang

    Hasil Persija Vs PSIS 2-1, Macan Kemayoran Sukses Menang di Kandang

    Liga Indonesia
    Hasil PSS Vs Persib, Maung Bandung Kalah, Super Elja Selamat

    Hasil PSS Vs Persib, Maung Bandung Kalah, Super Elja Selamat

    Liga Indonesia
    Kiper Keturunan Belanda Maarten Paes Resmi Jadi WNI

    Kiper Keturunan Belanda Maarten Paes Resmi Jadi WNI

    Liga Indonesia
    Irak Yakin Bisa Kalahkan Timnas Indonesia demi Olimpiade Paris

    Irak Yakin Bisa Kalahkan Timnas Indonesia demi Olimpiade Paris

    Timnas Indonesia
    Bayern Vs Madrid, Satu Paket yang Diperlukan untuk Singkirkan El Real

    Bayern Vs Madrid, Satu Paket yang Diperlukan untuk Singkirkan El Real

    Liga Champions
    Rizky Ridho Melakukan Pelanggaran Serius

    Rizky Ridho Melakukan Pelanggaran Serius

    Timnas Indonesia
    Eks Wasit FIFA Jelaskan Alasan Gol Timnas U23 Indonesia Dianulir

    Eks Wasit FIFA Jelaskan Alasan Gol Timnas U23 Indonesia Dianulir

    Timnas Indonesia
    Kejuaraan Atletik Asia U20, Atlet Muda Indonesia Torehkan Prestasi

    Kejuaraan Atletik Asia U20, Atlet Muda Indonesia Torehkan Prestasi

    Liga Indonesia
    PSM Vs RANS, Tavares Ingin Tutup Musim dengan Happy Ending

    PSM Vs RANS, Tavares Ingin Tutup Musim dengan Happy Ending

    Liga Indonesia
    Justin Hubner Merasa Kecewa Terhadap Wasit Shen Yinhao

    Justin Hubner Merasa Kecewa Terhadap Wasit Shen Yinhao

    Timnas Indonesia
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com