Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Gagal Lindungi Warga Beribadah

Kompas.com - 30/07/2010, 13:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri yang membantah adanya bentrokan antara warga dan pendukung Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat, sangat disesalkan dan justru sangat berpotensi menyulut aksi-aksi anarkis terhadap jemaat Ahmadiyah di tempat lain.

"Pernyataan Kapolri merupakan bentuk pembenaran atas persekusi massa terhadap Ahmadiyah. Seharusnya, Kapolri tidak bicara demikian karena pernyataan itu, selain merupakan bentuk pembenaran, juga merupakan bentuk pembiaran (omission) yang dilakukan aparat negara atas kekerasan yang menimpa warga negara," kata Hendardi, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Jakarta dalam siaran pers yang dikirimkan ke media massa, Jumat (30/7/10).

Bentrokan di Manis Lor, Kuningan, berlangsung karena penyegelan paksa terjadi akibat persekongkolan massa anarkis dengan pemerintah daerah. Bentrokan terjadi karena semua langkah yang dilakukan pemerintah daerah dan massa tidak memiliki dalil hukum kuat; bahkan penuh dengan pelanggaran hukum. "Jangankan penyegelan, masuk tanpa izin ke pekarangan orang saja sudah merupakan pelanggaran," ujarnya.

Sepanjang tiga tahun berturut-turut, Setara Institute mencatat bahwa aparat Polri adalah institusi negara yang paling banyak melakukan tindakan pelanggaran HAM atas jaminan kebebasan beragama-berkeyakinan di Indonesia.

Tahun 2007, tercatat 31 tindakan, pada 2008 tercatat 121 tindakan, dan tahun 2009 tercatat 48 tindakan. Semua tindakan tersebut merupakan akumulasi dari tindakan aktif (by commission) aparat Polri dalam berbagai bentuk pelanggaran dan tindakan pembiaran (by omission) aparat Polri atas persekusi dan kekerasan yang dilakukan oleh massa serta pembiaran akibat tidak memproses secara hukum atas tindakan kriminal massa.

Setara Institute berpandangan bahwa selama kepemimpinan Bambang Hendarso Danuri, selain catatan prestasi yang minimum, Kapolri telah gagal dalam penegakan hukum terkait kasus-kasus kebebasan beragama-berkeyakinan.

Setara Institute mengingatkan, banyak jalan dan pilihan yang bisa ditempuh negara, termasuk institusi Polri, untuk memberikan jaminan kebebasan beragama-berkeyakinan di Indonesia.

"Kunci utama dan pertama adalah melakukan penindakan dan penegakan hukum terhadap mereka yang melakukan tindakan kriminal atas nama membela agama dan moralitas". Tanpa penindakan, aksi anarkis, dengan dukungan institusi negara, akan menjadi model penyelesaian gejolak sosial di masyarakat. Tentu saja cara ini sangat destruktif bagi negara untuk memberikan jaminan kebebasan beragama-berkeyakinan.

Setara Institute kembali mengingatkan agara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memanggil Bupati Kuningan dan pejabat relevan untuk mengambil langkah-langkah progresif bagi terpenuhinya jaminan kebebasan beragama-berkeyakinan. "Presiden harus malu jika warga negaranya tidak bisa beribadah gara-gara tekanan sekelompok massa anarkis," kata Hendardi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com