Dengan total 23 gol dari 68 penampilannya bersama Inter, sudah sewajarnya jika dia dipanggil masuk Timnas Italia ke Piala Dunia 2010. Apalagi, Italia sedang krisis pemain depan. Namun, karena warna kulitnya, ceritanya bisa lain.
Rasisme yang sudah lama hidup di tanah Italia tidak melihat Balotelli dari keterampilan dan kemampuannya. Mereka hanya melihat warna kulitnya. Bahkan, saat tidak bermain bola pun, dia masih menjadi sasaran rasisme.
"Balotelli sangat sedih. Tapi, kemudian dia tak mau memikirkannya lagi. Ini salah satu kekuatannya. Tentu, saya tahu dia amat terluka. Jika dia akhirnya pindah ke klub luar negeri, ini karena rasisme itu. Dia mungkin ingin melarikan diri dari situasi menjijikkan itu," jelas saudari Balotelli, Cristina.
Menurutnya, Balotelli beberapa kali berpikir untuk meninggalkan Italia. Dia juga ingin tampil di Premier League, di mana rasisme di sana jauh lebih kecil dan jarang terjadi.
Rasisme di sepak bola Italia sudah lama berlangsung dan pihak yang berwenang terasa kurang tegas mengatasinya. Sehingga, selalu saja ada rasisme. Bahkan, dalam semusim bisa terjadi beberapa kali, baik lewat tulisan, teriakan, maupun aksi lainnya.
Pada 2001, striker asal Nigeria yang baru 18 tahun, Schengun Omolade, disambut tulisan rasisme saat membela Treviso. Suporter membentangkan spanduk bertuliskan, "Kami tak menginginkan pemain hitam di tim kami."
Omolade pun terpukul dan kemudian meninggalkan stadion. Sebelum kasus itu, di Roma juga terjadi rasisme. Sekolompok suporter membentangkan spanduk yang ditujukan kepada warga Yahudi, berbunyi, “Auschwitz Is Your Country; the Ovens Are Your Homes.” atau "Auschwitz adalah negaramu. Oven adalah rumahmu." Tahun 2005, defender asal Pantai Gading, Marc Zoro, sampai menangis karena dicaci suporter Inter Milan secara rasisme.
Setelah itu, banyak pembicaraan dan pembicaraan tentang rasisme. Hampir semua orang mengecam rasisme di Italia, tapi setelah itu terjadi lagi, lagi, dan lagi.
Sampai Rabu (16/1), ketika Inter bertandang ke Chiveo Verona, Balotelli kembali jadi sasaran rasisme suporter tuan rumah. Apalagi dia kemudian mencetak gol kemenangan Inter 1-0. Saat diganti, Balotelli seolah mengejek suporter dengan memberi tepuk tangan. Dalam wawancara dengan televisi, dia mengatakan bahwa suporter lebih sakit.
Atas sikapnya itu, dia diberi denda. Jika Inter Milan tidak mengajukan banding, maka rasisme di Italia meraih kemenangan atas Balotelli.
"Dia hanya memberi tepukan dalam dua detik. (Denda, Red) Ini sangat gila," kata saudara Balotelli lainnya, Corrado.
Memang, setelah itu Menteri Dalam Negeri Italia meminta federasi sepak bola Italia (FIGC) menerapkan aturan ketat kepada rasisme. Bahkan, pertandingan bisa dihentikan jika rasisme tetap terjadi. Namun, FIGC tampaknya keberatan dengan usul tersebut.
Entahlah, apakah rasisme dalam sepak bola Italia kembali hanya dibicarakan dan dibicarakan kemudian terjadi lagi, kita tunggu saja. Yang jelas, denda yang diberikan kepada Balotelli sudah menjadi keputusan lucu, sekaligus indikasi bahwa rasisme di Italia memang kurang mendapat penanganan serius. (Hery Prasetyo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.