SEMARANG, SENIN - Batik asal China mulai membanjiri Kota Semarang terutama di pasar tradisional. Ini dapat berdampak menggusur keberadaan batik asal Pekalongan dan Solo di pasaran karena harga batik asal China relatif lebih murah.
Di Pasar Johar, batik-batik asal China ini hampir membanjiri tiap kios yang menjual busana. Kebanyakan batik asal China ini bermotif bunga dan warnanya cenderung mencolok.
"Batik ini didatangkan dari Tanah Abang, Jakarta dan mulai tren sejak pertengahan Agustus lalu," kata Eni (20), pegawai sebuah toko busana di Pasar Johar, Senin (15/9). Selain harganya relatif murah, lanjut Eni, batik ini juga mempunyai kelebihan lain yaitu, ketika dicuci bahannya tidak luntur dan warnanya tidak pudar.
Untuk gaun batik perempuan yang umumnya bermerek Orlena dan Nie Wen ini dijual Rp 30.000 hingga Rp 70.000 per buah.
Nining (19), penjual batik lain di Pasar Johar mengakui, mendatangkan batik ini sejak Maret dan langsung menyetop penjualan batik asal Pekalongan dan Solo. "Soalnya lebih laku batik yang dikirim dari Jakarta ini, bahannya lebih bagus," katanya.
Martini (19) dan Firoh (21), pembeli gaun batik di Pasar Johar mengaku, memilih membeli batik asal China tersebut karena lebih murah dibanding batik Pekalongan maupun Solo. "Selain itu, modelnya juga variatif," kata Martini.
Dengan uang Rp 70.000, Martini memperoleh dua buah gaun batik ini. "Kalau batik asal Pekalongan, harganya bisa dua sampai tiga kali lipat," ucapnya.
Batik pesisir
Pakar Sejarah sekaligus Pengamat Batik dari Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro Dewi Yuliati mengatakan, batiK yang banyak beredar di pasaran dan diduga batik China ini sebenarnya menggunakan motif batik pesisir yang banyak mendapat pengaruh dari pengusaha pengelolanya yang kebanyakan asal China.
"Batik pesisir kan memang warnanya mencolok, sedangkan motifnya masih campuran antara budaya pesisir dan China yang dibawa oleh pemiliknya," katanya.
Dewi mengungkapkan, harga batik yang dijual di pasar tradisional tersebut dipastikan lebih murah dari batik asal Pekalongan dan Solo karena hanya tekstil yang bermotif batik atau batik cetak. Sedangkan batik asal Pekalongan dan Solo adalah batik tulis yang harganya memang relatif mahal.
Kendati demikian, kata Dewi, jika para perajin tidak memiliki kesadaran untuk mematenkan motif yang dibuat dan pemerintah juga tidak melindungi kerajinan batik sebagai budaya lokal bukan tidak mungkin tekstil asal China yang menyerupai batik akan menggantikan budaya asli Indonesia ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.