KOMPAS.com - Minggu, 1 Oktober 2023, menjadi satu tahun peringatan Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 korban jiwa dari kalangan suporter sepak bola.
Satu tahun menjadi waktu yang cukup bagi sepak bola Indonesia kembali hidup dan bergulir.
Begitu pula dengan suporter dan masyarakat yang kini sudah disibukkan dengan kegiatan seperti biasa.
Namun, hal itu tidak dengan keluarga korban yang ditinggalkan. Selama satu tahun terakhir, mereka masih belum bisa tidur nyenyak.
Banyak kegelisahan yang berkecamuk. Utamanya soal keadilan yang didambakan.
Bambang Lismono salah satunya. Ia merupakan ayah dari Putri Lestari, yang meninggal pada malam naas tersebut.
Harapannya sebenarnya sangat sederhana. Ia hanya ingin mendapatkan keadilan, yang setimpal dengan hilangnya sosok putri kesayangannya.
"Ya kalau keluarga korban sendiri, ya keadilan. Sebab negara ini kan negara keadilan juga yang tertera dalam Pancasila dan undang-undang. Keadilan ini tidak berjalan, tidak sesuai dengan Pancasila dan undang-undang," ujar pria yang biasa disapa Bambang itu kepada Kompas.com.
"Kalau dari keluarga korban belum sesuai, kalau hukum dan langkah hukum itu sesuai aparat. Yang penting bagi keluarga korban, ya gimana rasa keadilan," katanya.
Proses peradilan Tragedi Kanjuruhan sebenarnya sudah dilakukan. Pengadilan memvonis Abdul Haris (Ketua Panpel) dengan 1 tahun 6 bulan penjara, Suko Sutrisno (Security Officer) 1 tahun penjara, Hasdarmawan (eks Danki 3 Brimob Polda Jatim) 1 tahun enam bulan.
Adapun Bambang Sidik Achmadi (eks Kasat Samapta Polres Malang) dan Wahyu Setyo Pranoto (eks Kabag Ops Polres Malang) divonis bebas.
Vonis yang telah diputuskan tersebut dinilai terlalu ringan jika dibandingkan dengan 135 korban meninggal dunia. Keluarga korban semakin geram karena "angin" justru disalahkan sebagai faktor utama.
Tak puas dengan hasil persidangan tersebut, keluarga korban pun mengajukan kasasi ke MA dan dikabulkan.
Hasilnya MA menambah masa hukuman Abdul Haris menjadi dua tahun penjara. Vonis bebas kepada dua tersangka juga dibatalkan. Bambang Sidik Achmadi dihukum 2 tahun penjara, sementara Wahyu Setyo Pranoto dihukum 2,5 tahun penjara.
Bambang Lismono menuntut tanggung jawab moral kepada pihak-pihak terkait, khususnya pemerintah, untuk bisa memberikan hukuman yang seadil-adilnya.
Dengan harapan, tragedi ini bisa menjadi pembelajaran bersama.
"Jangan sampai istilahnya Tragedi Kanjuruhan ke depannya terulang lagi," tuturnya.
Ia berhak marah sebab kelalaian yang dilakukan para terdakwa menyebabkan tragedi yang mengubah hidupnya.
"Memang masalah Tragedi Kanjuruhan trauma yang kami dapati kehilangan anak. Sampai kapan pun tidak akan lupa," kata pria asal Turen, Kabupaten Malang, itu.
"Tragedi ini memilukan dan tanggung jawab aparat atau pemerintahan ke keluarga korban tidak sebanding," ucapnya.
Ia juga menyayangkan keputusan renovasi stadion yang dilakukan. Menurut dia, proses peradilan masih belum selesai tetapi Stadion Kanjuruhan yang menjadi TKP dan berkumpulnya barang bukti justru dibongkar.
Ia pun tidak simpatik dengan rencana dibangunnya monumen peringatan di Gate 13.
"Masalah itu (monumen) urusan pemerintah. Selesaikan dulu permasalahan (hukum), baru terserah maunya pemerintah seperti apa. Selesaikanlah Tragedi Kanjuruhan ini seadil-adilnya baru yang lain," katanya.
Selain itu, Tragedi Kanjuruhan juga membuat pandangannya terhadap sepak bola menjadi tak lagi sama.
Bambang Lismono menceritakan, ia adalah orang yang memperkenalkan sepak bola, khususnya Arema, kepada almarhumah.
Ia dulu gemar menyaksikan Singo Edan berlaga walaupun tidak pernah datang ke stadion secara langsung. Sejak kejadian ini, ia mengaku sudah tidak bergairah menyaksikan pertandingan sepak bola.
Mewakili keluarga korban yang lain, ia berharap peringatan satu tahun ini mengobarkan kembali semangat memperjuangkan keadilan. Keluarga masih berjuang untuk mendapatkan keadilan yang diinginkan.
"Ya untuk 1 tahun ini kami ikhtiar dan prihatin dengan proses hukum," kata Bambang.
"Di sini tiap bulan ada agenda, Sabtu Kliwonnya pasti keluarga korban kumpul di sini. Sudah diagendakan seperti itu," katanya.
https://bola.kompas.com/read/2023/10/02/04590068/satu-tahun-tragedi-kanjuruhan-keluarga-korban-masih-belum-bisa-tidur-nyenyak