KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengungkapan kasus tragedi Kanjuruhan.
Tragedi Kanjuruhan menjadi duka mendalam bagi sepak bola Indonesia. Sebab, 135 orang ditemukan tewas selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.
Semuanya bermula dari hasil minor yang diterima Arema FC saat melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022-2023.
Kekalahan 0-2 dari Persebaya Surabaya membuat sejumlah oknum Aremania, julukan suporter Arema FC, menumpahkan kekecewaan dengan berhamburan masuk ke lapangan.
Aparat keamanan lalu menembakkan gas air mata ke arah tribune penonton. Kondisi itu membuat kepanikan hebat.
Korban pun berjatuhan akibat berdesak-desakan, terinjak-injak, dan sesak napas saat berupaya menghindari gas air mata.
Oleh sebab itu, Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris, divonis 1 tahun 6 bulan, sedangkan Security Officer Arema FC, Suko Sutrisno dihukum 1 tahun penjara.
Selanjutnya, eks Kasat Sampta Polres Malang, Bambang Sidik Achmadi dan eks Kabag Ops Polres Malang, Wahyu Setyo Pranoto, divonis bebas.
Sementara itu, Danki 1 Brimob Polda Jatim, Hasdarmawan, divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Kendati demikian, Kontras ternyata memiliki beragam kejanggalan dalam proses pengungkapan kasus tragedi Kanjuruhan.
Menurut Kontras, kejanggalan muncul sebelum dan saat proses peradilan untuk tragedi Kanjuruhan.
Adapun Kontras mengatakan, sejumlah kejanggalan tersebut menunjukkan bahwa proses hukum ini gagal dalam mengungkapkan kebenaran serta melindungi pelaku dalam tragedi Kanjuruhan.
https://bola.kompas.com/read/2023/09/28/21142708/setahun-tragedi-kanjuruhan-kontras-ungkap-beragam-kejanggalan