Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perjalanan Panjang Iwan Setiawan Menata Kehidupan dan Karier

KOMPAS.com - Pelatih senior Iwan Setiawan memberikan contoh nyata mengenai pentingnya sebuah komitmen yang baik dalam mempersiapkan masa pensiun. Dengan komitmen yang kuat dia mampu menstabilkan kehidupan setelah melewati usia prestasi.

Padahal pelatih sal Medan tersebut sempat terlena dan terjerumus gaya hidup yang kurang sehat saat di puncak kejayaan.

Iwan Setiawan bercerita memulai kariernya sebagai pemain muda bertalenta yang menarik perhatian PSSI.

Dia kemudian mendapatkan akses pendidikan di diklat PSSI Medan sebelum hijrah ke dikat PSSI Ragunan (sekarang SKO Ragunan).

Saat mengenyam pendidikan potensinya makin terasah dengan memperkuat Timnas Indonesia U16 dan U19.

Sehingga, saat lulus dia langsung mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan tim besar seperti Pelita Jaya pada usianya yang baru 19 tahun.

Sayang, pada usia keemasan dia mengalami cedera yang membuat prestasinya menurun.

Cedera itu membuat kariernya di timnas meredup. Namun, dia tetap punya tempat di tim besar seperti Pelita Jaya, Arseto Solo, dan Persija Jakarta.

Iwan Setiawan mengatakan sudah sangat jatuh cinta dengan sepak bola. Karenanya, sejak  terjun ke dunia profesional dia sudah memutuskan untuk melanjutkan karier sebagai pelatih.

Bahkan, keinginan tersebut sudah muncul saat Iwan belum genap berusia 20 tahun.

“Tentu saja sejak saya berkarier sebagai pemain banyak hal-hal yang menyenangkan yang saya rasakan dan dapatkan dari sepak bola,” kata pelatih Persela Lamongan tersebut kepada Kompas.com.

“Saat itu memang saya sudah mulai berpikir apabila berhenti bermain bola saya tertantang sekali menjadi pelatih.”

“Bukannya menyombongkan diri, tapi sejak Timnas U19 saya selalu ditunjuk sebagai kapten kesebelasan jadi artinya saya berfikir Insya Allah saya punya potensi menjadi pelatih,” imbuhnya.

"Sebab, salah satu tuntutan menjadi pelatih adalah harus punya leadership yang baik."

Karena sudah punya komitmen dari awal Iwan pun tidak kesulitan menyiapkan jenjang karirenya.

Selepas melewati usia prestasi ia langsung tancap gas fokus mengejar karier kepelatihannya.

Lisensi pelatih C dan B AFC dikantonginya pada tahun 1997 dan cukup mengantarkannya membesut Persija Junior, Persikabo Bogor dan Persija Jakarta hingga media 2001.

Pelatih kelahiran 5 Juli 1958 kemudian memperbarui lisensinya menjadi A AFC serta mendapatkan Certificaat Koninklijke Nederlandse Voetbalbond Academie dari KNVB, Royal Netherlands Football Association pada tahun 2002.

Selain itu mantan pelatih Persebaya Surabaya ini juga menjadi segelintir pelatih Indonesia yang mengantongi lisensi UEFA Pro.

Dengan sederet lisensi itu dia dapat melatih tim manapun di Liga Indonesia.

Saat menjadi pemain, Iwan Setiawan mengakui dirinya adalah contoh yang buruk dalam hal perencanaan finansial.

Pada era itu pesepak bola lekat dengan kehidupan glamor, padahal penghasilan tidak sebesar pemain sekarang. Sehingga, uang pendapatan tidak dikelola dengan baik dan habis untuk memenuhi gaya hidup.

Sebuah keputusan yang salah dan masih disesali hingga saat ini. Namun, Iwan berubah semenjak jadi pelatih. Perlahan ia menyisihkan pendapatannya hingga mampu mapan secara finansial.

Tidak terasa komitmen untuk menjadi pelatih menolongnya untuk mendapatkan kehidupan lebih stabil.

Belajar dari kesalahan masa lalu, akhirnya dia getol mengedukasi para pemain untuk melek finansial sedari dini. Supaya tidak menyesal di kemudian hari.

“Saya juga selalu menyarankan sebagai pelatih pada mereka untuk yang pertama pemain bola harus mempunyai lifestyle yang bagus,” kata mantan pelatih Borneo FC.

"Artinya, tidak mempunyai kehidupan glamor yang seperti masa-masa dulu saya bermain."

“Kedua, ingat masa depan kalian karena kita tahu sistem kerja di sepak bola indonesia ini berdasarkan kontrak. Kita akan dikontrak apabila memiliki performa yang baik.”

“Nah, sepak bola kita cenderung sangat riskan dari cedera. Artinya, pada saat pemain punya kesempatan untuk menabung lakukanlah agar ke depannya punya masa depan lebih baik,” imbuhnya.

Selain itu, pengelolaan finansial yang bijak juga dirasa penting.

Sebab, melek finansial saja tidak cukup harus dibarengi dengan praktek pengaturan finansial yang tepat supaya hasilnya maksimal.

Bahkan, dia sangat yakin dengan pengelolaan baik, seorang pesepak bola bisa menikmati hasil yang tak kalah dengan hasil merantau di kompetisi lua, yang menjanjikan pendapatan lebih besar.

Iwan sendiri mengakui hingga saat ini ia tidak memiliki usaha sampingan lain.

Hingga usianya yang ke 63 tahun dia masih memegang komitmen mendedikasikan diri untuk dunia sepak bola lewat kepelatihan.

Walau demikian, dengan pengelolaan finansial yang baik Iwan punya cukup aset yang bisa ia nikmati saat ini.

“Jadi saya kira manajemen keuangan kita harus kuat. Nah, kalau sekarang saya lihat banyak konsultan jadi kalau ada uang lebih kita bisa minta bantuan konsultan untuk bagaimana mengatur keuangan,“ ujarnya.

Terakhir, Iwan Setiawan berpesan agar tidak lupa berbagi kepada sesama. Sebab, sebagai orang yang taat beragama, Iwan yakin ada hak orang lain dalam rezeki yang didapatkan.

“Kita sebagai orang Islam harus menyisihkan penghasilan baik bonus atau gaji apa pun.”

“Saat kita mendapat rezeki, hal pertama yang harus dipikirkan adalah menyisihkan 2,5 persen dari penghasilan untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima. Itu yang perlu saya tekankan,” pungkasnya.

https://bola.kompas.com/read/2021/09/24/14200028/perjalanan-panjang-iwan-setiawan-menata-kehidupan-dan-karier

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke