Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Potensi Penjegal Newcastle Jadi Klub Kaya Raya, Isu HAM dan Streaming Ilegal

KOMPAS.com - Dua faktor utama menjadi potensi penjegal akuisisi Newcastle United oleh PCP Captial Partners, konsorsium Arab Saudi yang dikepalai oleh pebisnis asal Inggris, Amanda Staveley.

Faktor-faktor tersebut adalah dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan jaringan steraming ilegal yang mendapat dukungan dari pemerintah Arab Saudi.

Klub Premier League, Newcastle United, di ambang akuisisi oleh PCP Capital Partners setelah konsorsium tersebut membayarkan deposit dan menukar kontrak dengan Mike Ashley, sang pemilik klub kini.

Pembelian kubu Magpies tersebut kini mencapai tahap terakhir, yaitu Premier League's Owner's and Director's Test alias ujian kelayakan pemilik oleh operator Premier League, kasta teratas Liga Inggris.

PCP Capital Partners telah menyerahkan dokumen 350 halaman soal kelayakan mereka untuk menjadi pemilik klub di Timur Laut Inggris tersebut, termasuk rencana bisnis tiga tahun ke depan.

Konsorsium itu juga telah membayar DP (down payment) sebesar 17 juta pound dari total biaya pembelian yang telah disetujui sebesar 300 juta pound.

Salah satu sosok di balik PCP Capital Partners adalah Mohammed bin Salman, putra mahkota Arab Saudi.

Ia ditaksir memegang kendali terhadap kekayaan dana investasi Arab Saudi sebesar 230 miliar pound, salah satu dana terbesar di duia.

Kubu Arab Saudi bakal memiliki 80 persen klub dengan 20 persen sisanya menjadi milik Simon dan David Reuben, raja properti di Inggris.

Namun, Amnesty International telah melayangkan surat ke Premier League yang menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap kepemilikan Arab Saudi ini.

Direktur Amnesty UK, Kate Allen, mengutarakan bahwa Premier League perlu mempertimbangkan secara serius keputusan ini terkait dengan pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi di konsulat Saudi di Istanbul.

Sidang yang digelar Arab Saudi ke 11 tersangka berlangsung tertutup dan tak melibatkan penasihat utama Pangeran Mohammed bin Salman, Saud al-Qahtani, yang telah dicekal Amerika Serikat sebagai aktor di balik operasi tersebut.

Arab Saudi juga menahan Loujain al-Hathloul, salah satu aktivis wanita paling vokal di Arab, yang ditahan sejak 2018 hanya beberapa pekan sebelum putra mahkota mengangkat larangan wanita untuk mengemudi negara tersebut.

"Krisis virus corona telah menyorot keperluan sepak bola untuk memperlakukan pemain dan staff secara sederajat dan kini ada bahaya kalau pandemi ini dapat menghalangi perlunya keputusan etis, jujur, dan terukur mengenai keputusan etis menyangkut deal Newcastle," ujarnya.

"Semua bisnis harus menjaga diri terhadap kemungkinan ikatan dengan pelanggaran hak asasi manusia dan sepak bola Inggris tak berbeda."

"Premier League harus melihat secara serius situasi hak asasi manusia di Arab Saudi dan usaha mereka untuk melakukan sportswash ke catatan HAM mereka yang jongkok."

Namun, Sky Sports melaporkan kalau segala kekhawatiran soal HAM harus perlu mendapat intervensi langsung dari Pemerintah Inggris Raya, suatu tindakan yang mereka anggap "sangat tidak mungkin".

Selain itu, AP juga mengungkapkan adanya keberatan dari pihak pemegang hak siar luar negeri Liga Inggris, beIN Sports, terkait keterlibatan Arab Saudi dalam jaringan streaming ilegal yang menayangkan laga-laga Liga Inggris.

Yousef Al-Obaidly, chairman beIN Media Group CEO, memakai posisinya sebagai pemegang hak siar untuk menekan Premier League memperhitungkan ulang aplikasi PCP Capital Partners.

"Sebagai investor raksasa ke Premier League, kami mendorong Anda untuk memperhitungkan dengan matang segala implikasi mereka," ujarnya.

Al-Obaidly juga mengirim surat ke tim-tim LIga Inggris lain bahwa "potensi pembelian Newcastle United dapat membahayakan klub mereka dan pemasukan komersial Premier League di tengah krisis ekonomi akibat virus corona," tuturnya lagi.

AP melaporkan kalau isu beIN dengan jaringan streaming ilegal bernama beoutQ tersebut sebagai perselisihan proxy dalam krisis diplomatis negara-negara Teluk.

beIN Sports sendiri merupakan kanal olahraga dunia milik pemerintah Qatar, negara yang juga mendapat sorotan karena dugaan mempekerjakan tenaga kerja paksa untuk pembangunan stadion-stadion Piala Dunia 2022.

Laporan Human Rights Watch pada 2017 menemukan bahwa ratusan pekerja migran meninggal di proyek konstruksi negeri tersebut.

Human Righs Watch mengidentifikasi bahwa kegagalan otoritas Qatar untuk berbagi informasi mengenai isu ini sebagai "problem besar". 

Qatar menjalani krisis diplomatis sejak 2017 setelah beberapa negara tetangga memutus hubungan diplomatik serta menutup perbatasan mereka terkait tuduhan keterlibatan negara tersebut dengan terorisme.

Arab Saudi menjadi motor koalisi tersebut dan beberapa negara Arab lain yang menutup hubungan diplomatis sampai sekarang adalah Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, dan Yemen.

https://bola.kompas.com/read/2020/04/22/10000078/potensi-penjegal-newcastle-jadi-klub-kaya-raya-isu-ham-dan-streaming-ilegal

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke