Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah seperti Era Rossi Berulang, Honda Nomor Duakan Peran Marquez

KOMPAS.com - Keberhasilan Honda menyegel tiga gelar juara di tiga kategori kejuaraan MotoGP musim 2019 menghadirkan fakta mengenai dominannya peran Marc Marquez.

Selain kategori pebalap, Honda juga berhasil menyegel gelar juara kategori tim dan konstruktor.

Untuk kategori tim, Repsol Honda berhasil mengumpulkan 458 poin, yang mana 420 di antaranya hanya dari Marquez seorang.

Jika poin dari Marquez dihilangkan, maka Repsol Honda hanya akan meraih 38 poin, alias peringkat kedua dari bawah.

Sedikit lebih baik dari Avintia yang menjadi juru kunci dengan 32 poin. Kondisi yang sama juga terjadi pada kategori konstruktor.

Dari 426 poin yang diraih Honda, 420 dipersembahkan Marquez. Enam poin sisa merupakan poin yang disumbangkan pebalap LCR Honda, Taaki Nakagami, pada MotoGP Amerika Serikat saat Marquez gagal finis.

Sepanjang musim 2019, Marquez meraih 12 kemenangan dan menjadi satu-satunya pebalap Honda yang mampu meraih podium pertama.

Namun demikian, kondisi tersebut tak membuat Honda mengakui peran vital Marquez.

Belum lama ini, Manajer Repsol Honda, Alberto Puig menyatakan tak sependapat dengan anggapan yang menyebut raihan "triple crown" karena peran Marquez.

"Faktanya, dalam 18 tahun terakhir Honda sudah memenangi gelar juara MotoGP sebanyak 10 kali dengan empat pebalap berbeda. Yamaha menang tujuh kali dengan dua pebalap, sedangkan Ducati hanya sekali," kata Puig dikutip dari Crash.

Berdasarkan fakta tersebut, Puig menyatakan motor balap Honda adalah motor yang paling mudah dikendarai.

"Karena dengan tunggangan tersebut telah membawa kemenangan untuk banyak pebalap, dari (Valentino) Rossi, (Nicky) Hayden, Marc, dan Casey Stoner," ucap Puig.

Bagi Puig, performa sebuah tim tidak hanya tentang motor atau pebalap, tapi struktur tim secara lengkap.

Jadi, peran Marquez hanya dinomor duakan.

"Jadi, saya rasa tudingan yang menyebut Honda menang cuma karena Marquez itu hanya sekadar pendapat saja, tetapi bukan fakta," ujar Puig.

 

Seperti di Era Rossi

Pada penghujung 2003, pecinta MotoGP dikejutkan dengan keputusan Rossi yang hengkang dari Repsol Honda.

Padahal, tim tersebut sudah membuatnya berhasil meraih dua kali juara dunia, masing-masing pada tahun 2002 dan 2003.

Yang lebih mengejutkan, Rossi memilih pindah ke Yamaha, pabrikan yang ketika itu sudah mengalami puasa gelar lebih dari 10 tahun.

Saat memutuskan hengkang dari Repsol Honda, Rossi sempat mengaku bahwa dirinya ingin mencari tantangan baru.

"Tugas saya sudah selesai. Saya pebalap HRC sampai 31 Desember 2003, jadi saya belum bisa komentar. Tapi saya hanya ingin bilang bahwa ini tantangan besar," kata Valentino pada November 2003.

Meski mengaku ingin mencari tantangan baru, ada alasan kuat lainnya yang disebut menjadi penyebab hengkangnya Rossi dari pabrikan sayap tunggal.

Kabarnya, Honda menomorduakan peran pebalap mengenai kesuksesan tim selama beberapa tahun terakhir. Jadinya, Rossi merasa kurang dihargai oleh petinggi Honda.

Di sisi lain, Rossi punya pendirian bukan hanya peran motor yang mampu menghantarkan seorang pebalap menjadi juara dunia. Tapi juga kemampuan dari pebalap itu sendiri.

Pendirian itulah yang membuat Rossi berani pindah ke Yamaha. Di pabrikan garpu tala, Rossi berhasil menyabet dua kali juara dunia, yakni pada 2004 dan 2005, sebelum Repsol Honda merebutnya lewat Nicky Hayden pada 2006.

Meski sempat gagal lagi meraih gelar juara dunia karena gagal bersaing dengan Casey Stoner (Ducati) pada 2007, Rossi pada akhirnya mampu kembali berjaya pada 2008 dan 2009.

Di sisi lain, Repsol Honda baru kembali meraih juara lewat Stoner pada 2011, sampai akhirnya Marquez tiba dan mendominasi MotoGP.

Meski berhasil membuktikan dirinya mampu meraih juara di tim yang berbeda, Rossi ternyata sempat juga merasa menyesal karena pindah dari Honda.

Pasalnya, ia merasa bisa menyamai torehan gelar juara milik Giancomo Agostini seandainya tetap bertahan di Honda.

Agostini tercatat menjadi pengoleksi gelar terbanyak dalam sejarah dengan 15 kali juara, delapan di antaranya di kelas tertinggi.

Sementara itu, Rossi baru meraih 9 kali, tujuh di antaranya di kelas tertinggi.

Rekor Rossi berpeluang dipatahkan Marquez yang sampai sejauh ini sudah mengumpulkan 8 kali juara dunia, enam di kelas tertinggi.

"(Hengkang dari Honda) adalah momen terpenting dalam karier saya. Saya bisa terus menang dengan Honda," kata Rossi.

"Jujur saja, kadang-kadang saya bertanya berapa banyak gelar yang bisa saya menangkan jika tetap di sana,” ucap dia.

“Mungkin saya bahkan bisa melewati Agostini. Tapi bersama Yamaha, kemenangan saya mungkin lebih sedikit. Tapi mereka lebih baik," pungkas The Doctor.

https://bola.kompas.com/read/2019/12/21/20150038/sejarah-seperti-era-rossi-berulang-honda-nomor-duakan-peran-marquez

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke