SETIAP 9 September diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional, bersamaan dengan itu ada kabar duka hinggap dari dunia olahraga. Sejumlah nama yang pernah harumkan Indonesia di ajang olahraga antarbangsa dalam kondisi sakit dan prihatin.
Kusuma Wardhani, yang turut menyumbangkan medali perak cabang panahan pada Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan, saat ini tengah menjalani perawatan di RS Herlina Makassar karena penyumbatan pembuluh darah dan hipertensi.
Begitu pula dengan Mardi Lestari, sprinter andalan Indonesia era 1988-1992 mengidap kanker Getah Bening, juga komplikasi gagal hati dan ginjal. Ia saat ini tengah menjalani pengobatan alternatif, tapi masih membutuhkan perawatan intensif.
Realitas ini bisa jadi momentum penting agar kedepan kita sebagai bangsa, secara kolektif bisa lebih memperhatikan nasib para pahlawan olahraga, tidak saja saat sedang berprestasi, tapi lebih penting lagi saat mereka memasuki usia senja.
Bagaimanapun, olympian adalah orang-orang yang telah berjasa mengharumkan nama bangsa. Keberadaan mereka sejatinya penting bagi suatu negara, karena saat berlaga di level antarbangsa, selain turut mempromosikan dan meninggikan persatuan, juga menjadi kebanggaan nasional.
Olympian juga turut meningkatkan gengsi dan citra internasional negara yang diwakili, mendorong pengembangan olahraga, serta menginspirasi generasi muda untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga dan memupuk semangat kompetisi lebih sehat.
Itu pula mengapa para atlet terutama olympian wajib mendapat penghargaan dan perhatian.
Negara dalam hal ini, termasuk organisasi olahraga, sudah seharusnya menyediakan dukungan, baik secara finansial, maupun akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang memadai untuk memastikan kesejahteraan olympian saat pensiun.
Semua itu perlu dilakukan secara simultan dan terencana dengan baik, menjadi bagian dari ekosistem saling mendukung. Dengan demikian, akan membawa pesan kepada para atlet, calon olympian Indonesia bahwa mereka ada dalam jalur dan pilihan hidup yang tepat.
Kedepan, atlet atau olympian sebagai pemangku kepentingan dan semua stakeholder olahraga sebagai pemangku kewajiban, terutama pemerintah perlu turut serta mengambil langkah dan upaya lebih antisipatif.
Sejumlah hal yang mesti menjadi titik tekan dan upaya bersama, perlu menjadi perhatian, setidaknya untuk memastikan hari tua olympian lebih baik.
Pertama, dari sisi atlet atau olympian. Sebagai yang berkepentingan secara langsung, saat menjadi atlet terutama di puncak prestasi, dan kerap mendapat apresiasi berupa bonus, olympian sebaiknya memiliki perencanaan keuangan dalam karier mereka.
Ini mencakup investasi yang hati-hati dan bijaksana, terlindungi asuransi, serta manajemen keuangan untuk memastikan ada tabungan mencukupi atau memadai selama masa pensiun.
Kedua, program transisi. Hal ini dapat diupayakan oleh organisasi atau asosiasi olahraga tempat atlet atau olympian bernaung dengan menyediakan program transisi yang membantu mereka beradaptasi dengan kehidupan setelah pensiun sebagai atlet olahraga.
Upaya ini bisa melibatkan atau dalam bentuk pendidikan dan pelatihan untuk mencari pekerjaan baru, melalui pengembangan keterampilan, dan bimbingan dalam membangun karier kedua pascamenjadi atlet atau olympian.