Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Aremanita di Kanjuruhan, Berjuang Hindari Gas Air Mata

Kompas.com - 04/10/2022, 11:00 WIB
Suci Rahayu,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 Arema FC versus Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022) malam WIB, menyisakan tragedi.

Ini memberikan pengalaman kelam bagi puluhan ribu penonton yang hadir di Stadion Kanjuruhan.

Penembakan gas air mata oleh pihak keamanan memicu kepanikan di tribune dan membuat suporter berlarian ke arah pintu keluar.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Arhan, Tokyo Verdy, dan Ucapan Duka Tiga Bahasa

Alhasil, terjadi penumpukan massa yang berdesak-desak sehingga jatuh banyak korban jiwa.

Ajeng Imaniar Azizah, salah satu Aremania, menganggap penggunaan gas air mata itu berlebihan. Apalagi penembakan itu diarahkan langsung ke tribune penonton.

“Saya kecewanya itu kok gas air matanya diarahkan ke tribune? Kenapa gak dilempar di lapangan saja? Padahal di tribune banyak anak kecil dan ada juga yang hamil muda,” tuturnya.

Saat itu, ia nonton di tribune 10, lokasi yang menjadi sasaran lemparan gas air mata.

Alhasil, ia juga terpaksa ikut berlari mencari jalan keluar untuk menghindari gas air mata.

“Posisi duduk saya agak di atas. Jadi pas ada gas ditembakkan, saya naik ke atas lagi sampai menghadap ke tembok," ujar perempuan berusia 23 tahun ini.

"Saya coba tutup hidung pakai slayer dan masker, tapi gak begitu membantu.”

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Nirmala Dewi Berharap Ada Tribune untuk Perempuan dan Anak-anak

Kejadian itu terjadi begitu cepat dan tidak terkendali. Ajeng Imaniar Azizah yang datang bersama keponakan dan teman-temannya sampai harus terpisah saat berusaha menyelamatkan diri.

Meski berhasil keluar dari tribune, ia sempat linglung karena tidak mengetahui posisi para keponakannya tersebut.

Ia sempat meminta bantuan kepada seorang polisi, namun tidak mendapat respon.

“Saya datang ke stadion dengan keponakan saya, mereka berenam. Saya terpisah dengan enam anak ini,” ungkap warga yang tinggal di Kepanjen.

“Saya sempat ditolong polisi, tapi setelah itu ditinggal selama satu jam. Ada banyak orang lain yang datang nanya di mana keluarganya, tapi tidak direspons,” imbuhnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com