KOMPAS.com - Pratama Arhan menjadi idola baru di Tanah Air. Apalagi, kini dia resmi menjadi pemain Tokyo Verdy, yang berkompetisi di J2 League alias kasta kedua Liga Jepang.
Jauh sebelum namanya menjadi buah bibir, Pratama Arhan ternyata memiliki masa lalu yang penuh liku dan cukup menyedihkan.
Sang pemain mengisahkan bahwa dia sempat tak punya niat menjadi pesepak bola. Dulu, dia ingin mengalihkan fokus menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Baca juga: PSIS Vs Bali United, 77 Menit Terakhir Pratama Arhan bersama Mahesa Jenar
Namun, dukungan penuh dari orang tua membuat pemain 20 tahun tersebut bisa meneruskan mimpinya menjadi pesepak bola dan menjadi andalan timnas Indonesia.
Dilansir BolaSport.com dari akun YouTube Grace Tahir, Pratama Arhan bercerita awal mulanya dia memutuskan untuk menjadi pesepak bola.
Pemain asal Blora, Jawa Tengah, itu sempat tidak ingin menjadi pesepak bola. Tetapi kakak kandungnya terus mengajak dia berlatih mengolah si kulit bulat.
"Dulu waktu kecil, saya hanya bermain sepak bola di desa saja, pas masuk Sekolah Dasar (SD) kelas 3, kakak saya mengajak saya untuk berlatih sepak bola (SSB)," ungkapnya.
"Pertama saya menolak tapi saya berpikir juga di rumah mau ngapain dan akhirnya saya setuju untuk SSB dan sempat juga kepikiran menjadi tentara."
Rasa jatuh cinta Pratama Arhan kepada sepak bola mulai muncul. Dia serius menekuninya hingga mendapatkan tawaran dari pelatih untuk mengikuti seleksi di akademi PSIS Semarang.
Dukungan dari pelatihnya itu membuat Pratama Arhan senang. Tetapi, kondisi keuangan menjadi kendala.
Pratama Arhan mengaku saat itu orang tuanya sedang tidak punya uang untuk membantunya pergi ke Semarang.
Tak ingin anaknya kecewa dan gagal mewujudkan mimpi, orangtua Pratama Arhan terpaksa utang ke tetangga.
Uang hasil utang itu menjadi bekal Pratama Arhan menuju Semarang dan membeli sepatu sepak bola dengan harga yang sangat murah.
Baca juga: Pratama Arhan Bergabung, Direktur Olahraga Tokyo Verdy Bicara soal Atribut Spesial Pemain ASEAN
"Kelas 6 SD saya dikasih tahu pelatih SSB untuk seleksi di akademi PSIS Semarang dan saya sama ibu saya nekat saja untuk ke sana karena dulu kami orang kurang mampu," ujarnya.
"Ibu sampai utang ke tetangga buat berangkat ke Semarang dan membelikan saya sepatu sepak bola."