Bahkan untuk anggaran yang telah dialokasikan untuk membangun fasilitas olahraga pun, banyak yang dalam tahap implementasi tidak sesuai dengan standar minimal fasilitas dan prasarana untuk event olahraga.
Seringkali hanya 60 persen dari alokasi anggaran tersebut yang terlaksana atau diimplementasi, dan yang lebih parahnya lagi semua itu dibuat asal-asalan.
Padahal untuk standar venue di dunia itu semua sama, tinggal mengikuti atau diduplikai dengan mudah, karena bisa di akses lewat website atau secara digital.
Untuk balap sepeda, misalnya, venue yang dibutuhkan itu namanya supercross, seperti dalam pertandingan di Olimpiade. Namun di Indonesia sebelumnya tidak ada venue dengan standar itu. Baru pada Asian Games 2018 lalu, sebagai tuan rumah, dibangun dua supercross. Ini tergolong terlambat dan masih sedikit jumlahnya untuk negara sebesar Indonesia.
Keenam, representasi di organisasi internasional. Hal ini lebih menyangkut eksistensi suatu negara di level global, sama halnya seperti menjadi bagian dari anggota di International Olympic Committee (IOC), maupun di international federation.
Sekalipun, misalnya, dalam konteks di IOC, Indonesia baru punya satu suara melalui satu-satunya member yang punya voting right (Erik Thohir). Kedepan Indonesia harus dapat mendorong supaya pengurus cabang-cabang olahraganya bisa menempatkan perwakilan di tinggkat regional, konfederasi maupun international federasi.
Keberadaan atau representasi Indonesia di level organisasi internasional akan berdampak positif bagi ekosistem dan perkembangan olahraga nasional. Selain itu, memungkinkan berbagai event internasional bisa diadakan di Indonesia, baik itu di arena cabang olahraga atau championship, maupun di multi event.
Memperkuat uraian di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah kontribusi orangtua dan sekolah (pendidikan) atau para guru terutama dalam mendorong seorang seorang anak konsisten berlatih hingga menjadi atlet profesional, termasuk penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.
Dalam pembinaan atlet, misalnya. Mereka yang direkrut minimal anak antara usia 10 tahun sampai 15 tahun, maka orangtua dan sekolah memegang peran kunci. Pasalnya, anak-anak tersebut belum menyadari kalau mereka punya potensi.
Orangtua maupun guru yang bisa mendorong dan memotivasi anak-anak. Bila orangtua dan guru kurang memberikan dukungan, maka akan sulit anak-anak berbakat bisa berprestasi.
Bahkan sekalipun tidak memiliki bakat, tetapi bila mendapat dukungan memadai dari lingkungan di rumah maupun di sekolah, seorang anak dapat berkembang menjadi atlet hebat dan kompetitif.
Hal yang sama terkait penguasaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, orangtua dan sekolah berperan penting. Dalam konteks olahraga, bahasa Inggris penting dikuasai oleh atlet maupun pelatih dan perangkat pertandingan, bila mau ada di level dunia.
Selain untuk berkomunikasi, berbagai modul pelatihan untuk atlet, pelatih dan wasit, maupun peraturan dan uji kompetensi di bidang olahraga masih atau selalu menggunakan bahasa Inggris.
Selain orangtua dan guru, Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu memastikan kurikulum berjalan baik dan efektif, termasuk dalam urusan transformasi kecakapan berbahasa Inggris.
Semua hal di atas menjadi strategi, bahkan paradigma kolektif jika ingin olahraga mengukir prestasi tinggi. Memastikan Merah Putih terus berkibar dan lagu Indonesia Raya lebih sering dinyanyikan di podium dunia, sebagai kebanggaan, meninggikan level nasionalisme, memperkuat ketahanan bangsa dan persatuan Indonesia.
Salam Olahraga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.