Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Weshley Hutagalung
Konsultan konten dan media

Mantan Pemimpin Redaksi Tabloid BOLA dan BolaSport, menjadi jurnalis sejak 1996. GM Content Kaskusnetworks (2019-2021), kini aktif menjadi pembicara serta konsultan konten dan media.

Asa dan Prahara Garuda Muda

Kompas.com - 05/05/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPAK bola, dan cabang olahraga lain, mengajarkan pada kita banyak hal untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam kehidupan. Termasuk menghargai proses perjuangan dan apapun hasilnya di lapangan.

Olimpiade 2024. Setelah gagal mencapai final Piala Asia U23, agenda yang muncul dalam benak pencinta sepak bola di Tanah Air adalah meraih tiket cabang sepak bola putra di Olimpiade Paris 2024.

Dua kesempatan gagal setelah Garuda Muda kalah di semifinal dan perebutan tempat III AFC U-23 Asian Cup 2024. Asa tersisa ada di lapangan sepak bola Institut national du football de Clairefontaine yang biasa dikenal dengan sebutan INF Clairefontaine.

Kamis, 9 Mei 2024, Garuda Muda akan mencoba kesempatan ketiga menggapai tiket Olimpiade 2024. Tim asuhan Shin Tae-yong akan menghadapi peringkat 4 Piala Afrika U23 2023: Guinea (baca: Gini).

Masihkah narasi-narasi berbau optimistis yang sebagian diikuti euforia bakal meramaikan kehidupan dunia maya kita?

Setelah publik Nusantara terpecah tiga dalam konstelasi politik di Pemilu 2024, aksi Garuda Muda menyatukan perbedaan pandangan itu dalam harapan bersama.

Kembali, sepak bola memperlihatkan kekuatan sihirnya. Sepak bola merekatkan perpecahan dan mendekatkan kita pada kebaikan.

Ombak pemberitaan

Di era semua orang menjadi content creator dan kejayaan media sosial, istilah "riding the wave" memperlihatkan betapa sepak bola sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan kita.

Banyak orang ingin ambil bagian dan memanfaatkan besarnya perhatian masyarakat terhadap penampilan Garuda Muda di Qatar 2024. Ketika ratusan juta mata anak bangsa memandang sepak bola, saat itulah promosi diri gratis digencarkan lewat berbagai konten.

Tidak seperti negara peserta lain, kita seolah heboh sendiri. Kerinduan akan prestasi sepak bola, terutama tim nasional senior, ditumpahkan pada Rizky Ridho dkk.

Sebagai negara debutan, keberhasilan mengalahkan Australia, Yordania, dan Korea Selatan menempatkan kita sejajar dengan negara-negara pelanggan Piala Asia, meski di kategori usia di bawah 23 tahun.

Heboh sendiri? Ya, bukan hanya tentang aksi di lapangan, keriuhan juga menyentuh materi pro-kontra kebijakan naturaliasi dan diaspora era Shin Tae-yong. Padahal, tim yang dibicarakan sedang bertanding membawa nama negara.

Hakim yang Kecewa

Kini, sorot perhatian kita berbelok arah. Dari yang seharusnya membedah kekuatan Guinea dan membangun kisah-kisah penuh harapan, mengarah pada konflik antara suporter dan pemain Garuda Muda.

Usai kekalahan dari Irak, sejumlah suporter Garuda Muda tidak lagi menjadi kelompok yang memberikan dukungan atau sokongan. Sebagian dari mereka menjadi hakim atas kegagalan pada kesempatan kedua meraih tiket Olimpiade.

Lalu, para content creator mengambil papan seluncur dan bermain-main di atas ombak perhatian dan pemberitaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com