"FOOTBALL means joy and happiness." Sepak bola itu berarti kegembiraan dan kebahagiaan. Ucapan penuh makna itu disampaikan Presiden FIFA, Gianni Infantino, saat berdiri di samping Presiden RI, Joko Widodo.
Kejadiannya di Istana Negara pada Selasa siang, 18 Oktober 2022. Usai Joko Widodo menyampaikan sikap pemerintah atas hasil kerja Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), giliran Gianni Infantino yang bersuara atas nama FIFA, induk organisasi sepak bola dunia.
Ucapan duka atas ratusan nyawa hilang di "Tragedi Kanjuruhan" diikuti keinginan (atau tawaran?) bekerja sama untuk membangun sepak bola Indonesia. Menarik adalah bagaimana FIFA seperti berada pada frekuensi yang sama dengan Pemerintah Indonesia guna membenahi pengelolaan sepak bola di Tanah Air. Seolah kesan bahwa FIFA itu jauh dari pemerintah sebuah negara karena haram diintervensi runtuh. Seolah benteng pertahanan organisasi sepak bola di sebuah negara bernama "Statuta FIFA" roboh.
Lalu, akan seperti apa nasib PSSI dan pengurusnya? Pasti banyak yang menanti dampak ucapan Presiden Joko Widodo bahwa pemerintah akan mengkaji ulang para pemangku kepentingan persepakbolaan di Indonesia.
Apa makna "mengkaji ulang" itu? Kalau mengulik arti "mengkaji" dalam kamus kita berbahasa Indonesia, ucapan Pak Jokowi bisa diartikan pemerintah akan mempelajari, memeriksa, menyelidiki, hingga menguji peran dan keberadaan mereka yang terlibat dalam pengelolaan sepak bola Tanah Air.
Kata Jokowi lagi, "Pemerintah RI dan FIFA ingin memastikan proses transformasi sepak bola Indonesia berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan." Wajar apabila kemudian publik bertanya, "Apa keputusan dan tindakan nyata pemerintah atas penyelidikan TGIPF?" Kalau keputusan menyangkut PSSI itu disebut urusannya FIFA, apakah arti kehadiran Gianni Infantino di Indonesia yang sempat bermain sepak bola dengan pengurus PSSI seusai pernyataan bersama Jokowi?
Baca juga: Presiden FIFA Temui Jokowi, dari Tranformasi hingga Tanpa PSSI
Di lapangan sepak bola Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Selasa (18/10/2022) malam, tim FIFA dan tim PSSI memperlihatkan bahwa sepak bola itu seharusnya dimainkan dengan gembira serta memberikan kebahagiaan bagi pemain dan penontonnya. Foto-foto mereka yang tersenyum menghiasi dunia maya, walau sulit dinikmati keluarga korban tragedi Kanjuruhan.
Namun, Mr. Infantino, tragedi di Malang pada 1 Oktober 2022 menceritakan hal berbeda karena football doesn't mean joy and happiness. Ratusan korban kehilangan nyawa, ratusan luka-luka dan pasti menimbulkan trauma.
Bagaimana caranya agar keluarga serta kerabat korban tragedi Kanjuruhan bisa tertawa lagi? Lebih luas, bagaimana caranya agar sepak bola bisa digelar di negeri ini tanpa ada lagi korban luka-luka dan kehilangan nyawa akibat kegagalan memahami pengelolaan sepak bola secara baik dan benar? Bisakah kompetisi digelar rutin secara berjenjang dan terstruktur dengan tujuan melahirkan pesepak bola berkualitas demi memperkuat tim nasional Indonesia?
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, di Balik Fun Football FIFA dan PSSI...
Keadilan. Semua membutuhkan keadilan, sikap tegas, serta tindakan nyata pemerintah agar tidak ada lagi institusi dan oknum yang keluar jalur dalam melakukan tindakan pengamanan keramaian, termasuk di sepak bola.
Alangkah baiknya bila mereka yang bertugas mengamankan pertandingan, baik itu bagian dari pelaksana pertandingan hingga aparat negara, sama-sama memahami pekerjan dan tujuannya. Mereka yang terlibat dalam aspek keamanan harus menemukan kesamaan cara berpikir dan bertindak dengan tujuan yang sama pula.
Aturan pengamanan pertandingan sepak bola yang ditetapkan FIFA tidak boleh bertentangan dengan kebijakan negara, termasuk kearifan lokal. Masing-masing daerah di Indonesia itu memiliki ciri khas serta karakter berbeda dan membutuhkan penanganan berbeda pula dalam menangani kerumunan hingga keributan. Tentu, payung besarnya adalah soal keselamatan manusia. Tak ada kemenangan di sepak bola yang lebih besar daripada nyawa manusia.
Di Istana Negara, Mr. Infantino berupaya meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa sepak bola itu seharusnya menyenangkan dan membahagiakan, maka seluruh stakeholder sepak bola di negeri ini wajib meyakini hal serupa.
Kalau memang sepak bola itu adalah kegiatan yang membuat kita senang, menghadirkan kebahagiaan bagi mereka yang memainkan dan menyaksikan, tak ada alasan untuk membabi buta menangani massa sepak bola yang tengah kehilangan kesenangan dan kebahagiaan melihat pencapaian tim kesayangan.
Tahun depan, Mei hingga Juni, Indonesia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U20. Sebuah prestasi mendapatkan kepercayaan FIFA yang harus dijawab dengan pengelolaan dan pelaksanaan yang baik. Jangan lupa, event Piala Dunia U20 digelar setelah publik sepak bola menyaksikan Piala Dunia di Qatar pada November dan Desember 2022. Pasti ada komparasi dalam pelaksanaan event ini meski kelasnya berbeda.
Presiden FIFA, Gianni Infantino, telah mengingatkan posisi Piala Dunia U20 sebagai ajang yang akan melahirkan bintang-bintang besar sepak bola dunia. Katanya, dari Indonesia mereka akan memancarkan sinar ke seluruh dunia. Selain menyampaikan duka atas tragedi Kanjuruhan dan menjalin kerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam mereformasi sepak bola di negeri ini, kehadiran Infantino di Indonesia seperti memastikan posisi Indonesia aman sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 tahun depan.
Baca juga: Pesan FIFA kepada PSSI
Momentum memulihkan citra Indonesia setelah menjadi sorotan dunia akibat kebrutalan penanganan sepak bola di Malang? Tentu kita wajib memanfaatkan kesempatan ini. Kembalikan kepercayaan publik dan dunia bahwa negeri sepak bola ini layak dan pantas menjadi panggung para calon bintang masa depan.
Posisi kita jangan berhenti sebagai penyelenggara event kelas dunia. Publik perlu diyakinkan bahwa pengelola sepak bola di Indonesia punya program jangka panjang yang hebat untuk membangun sepak bola berkualitas. Sudah cukup lama kita menjadi penikmati sepak bola kelas dunia, saatnya Indonesia bermimpi menjadi pelaku yang dinikmati dan dipuji publik internasional.
Lihatlah Malaysia. Usai menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 1997, apa yang terjadi dengan sepak bola mereka? Di level Asia (tak usah dunia), ada di mana saat ini sepak bola Malaysia? Jangan sampai pertanyaan yang sama diajukan kepada sepak bola Indonesia beberapa tahun setelah komitmen FIFA membantu kita bersinar seusai tragedi Kanjuruhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.