KOMPAS.com - Sedari awal, Jose Mourinho disebut tak punya banyak kecocokan dengan Tottenham Hotspur. Mourinho yang mengusung konsep pragmatis seperti nyasar ke klub romantis.
Jose Mourinho resmi diberhentikan oleh manajemen Tottenham Hotspur dari tugasnya melatih pada Senin (19/4/2021).
Sang pelatih Portugal beralias The Special One itu hanya bertahan selama 17 bulan di London Utara, kawasan tempat Spurs bermarkas.
Sedari awal menjalin ikatan dengan Tottenham, Jose Mourinho disebut tak memiliki kecocokan dengan klub berlogo ayam jantan tersebut.
Bunga romansa Mourinho dan Tottenham bak tak mau mekar lantaran kedua pihak tak memiliki banyak kesamaan.
"Jose Mourinho selalu terlihat seperti jodoh yang aneh buat Tottenham Hotspur. Seorang pragmatis berada di klub romantis," tulis kolumnis surat kabar The Times, Henry Winter, via media sosial Twitter.
"Taktinya terlalu hati-hati dan kemampuannya menangani hubungan dengan pemain menurun," tulis Henry Winter lagi.
Baca juga: Tottenham Pecat Mourinho - Buah Hilangnya Kesaktian The Special One
Setelah sempat menerapkan pendekatan lebih menyerang di periode awalnya melatih Spurs, belakangan Mourinho sering kembali ke jurus lama, yakni menumpuk banyak pemain di wilayah pertahanan.
Pada satu titik di musim ini, Tottenham dalam pertandingan kerap bertahan dengan enam pemain, kendati dalam formasi di atas kertas mereka hanya menerapkan skema empat bek.
Gelandang bertahan Tottenham, seperti Moussa Sissoko atau Pierre-Emile Hojbjerg sering ikut mundur ketika tim kehilangan penguasaan bola.
Mereka mengisi half-space ruang yang tercipta di antara bek sayap dan bek sentral tim. Celah itu memang sering dimanfaatkan tim lawan untuk merangsek masuk area berbahaya.
Manchester City arahan Pep Guardiola adalah salah satu tim yang paling jago dalam memaksimalkan ruang half-space.
Baca juga: BREAKING NEWS - Jose Mourinho Dipecat Tottenham Hotspur
Strategi tadi jelas menampakkan sisi pragmatis Mourinho. Ia memang masyhur sebagai pelatih yang reaktif.
Mourinho sangat jago dalam membaca dan menganalisis kekuatan lawan, kemudian menyiapkan taktik penawarnya.
Pendekatan tersebut tentu berbeda dengan sang pendahulu, Mauricio Pochettino, yang menerapkan strategi lebih agresif.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.