Sterling mengatakan bahwa pemberitaan media tersebut menyakitkan.
Baca Juga: Hat-trick Sterling buat Man City Jadi Rekor Fenomenal di Liga Inggris
"Banyak orang akan menilai saya dari apa yang mereka baca. Sejak awal karier, selalu saya digambarkan sebagai sosok pecinta mobil mewah dan bergaya hidup berlebihan," ujar Sterling kepada New York Times.
"Ketika beberapa orang membuat publik percaya bahwa Anda adalah orang selain diri Anda sendiri, hal itu menyakitkan dan merendahkan."
Pada wawancara sama, ia mengatakan juga "dengan keyakinan satu juta persen" bahwa alasan media Inggris memojokkan dia adalah karena Sterling berkulit hitam.
"Bukan hanya saya, pemberitaan tentang pemain hitam atau artis hitam selalu berhubungan dengan uang, bling, mobil-mobil, atau sejenisnya," ujar Sterling.
"Ini adalah streotipikal orang berkulit hitam. Beda dengan orang berkulit putih di mana pemberitaannya selalu baik, pendek, manis."
Padahal, perjalanan hidup Raheem Sterling penuh dengan jerih payah dan suka duka. Ayahnya tewas ditembak di Jamaika saat ia masih berusia 2 tahun.
Ia lalu ditinggal ibunya yang mengejar pendidikan ke Inggris agar memberi Raheem dan adiknya kehidupan lebih baik.
"Selama beberapa tahun, kami tinggal dengan nenek saya di Jamaika. Ketika itu saya tak mengerti alasan ibu meninggalkan kami tetapi saya ingat sering melihat anak-anak lain bermain dengan ibu mereka dan hal ini membuat saya sangat cemburu," tulis Sterling di The Players Tribune beberapa waktu lalu.
Pada usia 5 tahun, ia dan adiknya menyusul sang ibu ke London. Di sana, ia membantu sang ibu membersihkan kamar hotel sebelum berangkat sekolah.
Baca Juga: Diincar Juventus, Pep Guardiola Pilih Opsi Perpanjang Kontrak di City
Perjuangan ini yang kerap lepas dari perhatian banyak orang. Pemberitaan negatif media tadi membuat Sterling kerap menjadi korban rasisme.
Di Premier League sekali pun, lingkungan yang seharusnya bebas rasisme dan menjadi tempatnya bekerja, ia dihadapkan oleh fans yang meneriakkan umpatan-umpatan rasis saat Manchester City bertandang ke Chelsea pada awal Desember.
Kasus tersebut tengah dalam penyelidikan kepolisian dan Chelsea telah melarang empat fans yang terlibat dalam insiden tersebut menghadiri pertandingan Chelsea selama investigasi berlangsung.
Kasus-kasus seperti ini membuat publik Inggris seakan tidak menyadari bahwa mereka memarginalkan salah satu pemain terbaik generasi sekarang.
Di bawah Pep Guardiola, Raheem Sterling berkembang menjadi pemain serba bisa yang tampil luar biasa bersama tim yang mendominasi kompetisi.
Guardiola berhasil membuat Sterling produktif dari sayap kiri (75 laga, 24 gol dan 20 assist), sayap kanan (74 laga, 29 gol dan 36 assist), serta posisi penyerang tengah (12 laga, 5 gol dan 4 assist).
Sayang memang, jika pemain sehebat Sterling hanya diingat media Inggris dari apa yang ia keluarkan dari dompetnya dan bukan apa yang ia lakukan di atas lapangan.
Namun, sejauh ini, fakta tersebut lah yang lebih banyak ditampilkan oleh media Inggris kepada publik mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.