Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aloysius Gonsaga AE
Soccer Assistant Editor

ASISTEN EDITOR BOLA

Menebak Masa Depan Arsene Wenger Bersama Arsenal

Kompas.com - 03/04/2017, 07:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Alhasil, pada musim 1997-98 Wenger berhasil mempersembahkan dua gelar, yakni Premier League dan Piala FA. Gelar yang sama kembali mereka rengkuh pada 2001-02, sebelum Arsenal membuat sejarah dengan catatan rekor tidak terkalahkan dalam perjalanan menjadi juara musim 2003-04, setelah Preston North End melakukannya pada 115 tahun silam.

Bahkan, Arsenal juga mencatat rekor tak terkalahkan terlama di tanah Inggris karena mereka melalui 49 pertandingan liga sejak 7 Mei 2003 hingga 24 Oktober 2004 dengan selalu meraih poin. Sebelumnya, Nottingham Forest juga pernah mencatat jumlah kemenangan terbanyak tetapi terhenti pada angka 42.

Namun, itulah gelar terakhir Arsenal pada kasta tertinggi sepak bola Inggris karena hingga sekarang, penantiannya belum berujung. Pencapaian terbaik Tim Gudang Peluru selepas gelar Premier League 2003-04 adalah juara Piala FA 2004-05, 2013-14 dan 2014-15.

Arsenal untung besar tapi buntung prestasi

Arsenal pindah stadion pada 2006 dari Highbury ke Emirates Stadium. Markas baru ini menelan biaya yang sangat fantastis karena pembangunan stadion berkapasitas lebih dari 60.000 tempat duduk ini menghabiskan 390 juta poundsterling (sekitar Rp 6,513 triliun).

Sudah pasti, klub memiliki utang yang sangat besar. Tetapi Wenger bisa mengeluarkan Arsenal dari pusaran masalah finansial dengan kebijakan transfer menjual beberapa pemain berpengalaman dan mempromosikan sejumlah pemain muda seperti Theo Walcott dan Alex Song.

Alhasil, klub dengan cepat menutup semua utang, bahkan langsung meraih keuntungan. Tengok saja laporan tahunan yang dirilis raksasa konsultan keuangan, Deloitte, soal revenue klub pada tahun 2015-16. Mereka menempatkan Arsenal di urutan ketujuh dengan pendapatan 468,5 juta euro (sekitar Rp 6,655 triliun).

Padahal, ketika Wenger datang pada 1996, Arsenal berada di peringkat ke-20 daftar klub sepak bola kaya. Dengan penghasilan "hanya" 36 juta euro (sekitar Rp 511,449 miliar), mereka berada di bawah Parma, Ajax, AS Roma, Flamengo dan Newcastle United.

Namun 20 tahun setelah Wenger memegang kemudi, Arsenal menjelma jadi klub dengan kekuatan finansial yang hebat. Bagaimana tidak, penghasilan mereka meningkat lebih dari 10 kali, yang diperoleh dari pemasukan tiket pertandingan, hak siar televisi dan penjualan komersial.

Kini, Arsenal berada di atas klub elite Eropa seperti AC Milan dan Juventus serta dua rivalnya dari London, Chelsea dan Tottenham Hotspur.

Sayang, kekuatan finansial yang meningkat pesat itu tak diiringi prestasi di atas lapangan. Hanya tiga gelar Piala FA yang menjadi penghibur setelah mereka merengkuh trofi Premier League 2003-04, sehingga fans mulai gerah. Penantian panjang untuk kembali menjadi yang terbaik di Inggris tak kunjung tiba.

Setiap musim Arsenal hanya menjadi penantang serius juara. Ibarat kendaraan, The Gunners cepat panas dan kencang pada awal musim sehingga berada di barisan terdepan, tetapi kehabisan bensin menjelang finis.

Ini membuat mereka hanya konsisten dalam jajaran empat besar, termasuk pada musim lalu, ketika berada di belakang Leicester City sebagai juara baru.

Di ambang pemecatan

Pada musim ini, Wenger gagal mengangkat performa tim. Alih-alih menjadi juara, The Gunners bahkan belum pernah meraih posisi teratas yang kini ditempati Chelsea.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com