KOMPAS.com — Klub-klub besar Eropa juga diundang untuk membantu level akar rumput di China. Inter Milan telah membangun 30 lapangan untuk akademi di Shanghai. Ini merupakan bentuk kerja sama dengan Yitao Sanghai Football Club.
Sementara itu, Real Madrid mengirimkan 22 pelatih untuk Sekolah Sepak Bola Evergrande di Guangdong. Dengan luas 167 hektar, akademi ini diklaim sebagai yang terbesar di dunia. Ada 2.350 murid di dalamnya.
"Masa depan sepak bola China ada di sini," kata Juan Jose Rodriguez Berraco, pelatih asal Spanyol yang bertugas di akademi tersebut.
Alibaba
Sekolah Sepak Bola Evergrande dibangun oleh perusahaan properti, Evergrande Group, dengan biaya 200 juta yuan (sekitar Rp 415 miliar). Di bawah payung perusahaan ini pula, Guangzhou Evergrande bernaung.
Evergrande Group berbagi saham dengan perusahaan e-commerce terbesar di dunia, Alibaba Group Holding. Pada Juni 2014, Alibaba mengakuisisi 40 persen saham Guangzhou dengan mahar 192 juta dollar Amerika Serikat (kini sekitar Rp 2,6 triliun).
Bukan tanpa alasan Alibaba rela menyuntikkan dana ke klub berusia 61 tahun tersebut. Tujuh bulan sebelumnya, Guangzhou menjuarai Liga Champions Asia untuk kali pertama sepanjang sejarah.
Guangzhou tidak cuma terlihat menggiurkan dari sisi prestasi, tetapi juga bisnis. Menurut Quartz, Guangzhou bisa menembus daftar 20 klub sepak bola dengan nilai jual tertinggi di dunia versi Forbes pada 2014. Asalkan, nilai kesepakatan dengan Alibaba masuk hitungan.
"Kami tak cuma menanam investasi untuk sepak bola, tetapi juga hiburan," kata Chairman Alibaba, Jack Ma.
Sejak menerima sokongan dana dari Alibaba, manuver Guangzhou di pasar transfer semakin lancar. Mereka menebus Ricardo Goulart dan Paulinho dengan nilai total 29 juta euro (sekitar Rp 439 miliar).
Berkat dua pemain asal Brasil tersebut, tim asuhan Luis Felipe Scolari menjuarai Liga Champions Asia untuk kali kedua pada 2015.
Terakhir, pada 3 Februari 2016, Guangzhou menebus Jackson Martinez dengan biaya 42 juta euro. Selama dua hari, ini tercatat sebagai rekor transfer non-Eropa.
Menular
Miliarder asal China, Lui Ruigang, mengendus peluang bisnis dari manuver Presiden Xi Jinping dan kesuksesan Guangzhou di level internasional. China Media Capital yang dimiliki oleh Lui langsung membeli hak siar Liga Super China pada akhir 2015.
Tak tanggung-tanggung, dia menggelontorkan 830 juta poundsterling untuk kontrak berdurasi lima tahun. Ini menjadi lonjakan besar. Sebelumnya, hak siar hanya dihargai 35 juta poundsterling per tahun.
Potensi dari pemasukan hak siar mendorong para kontestan untuk bergeliat di pasar transfer. Sejumlah bintang Eropa didatangkan.
Selain Jackson Martinez, ada lima nama besar lainnya mewarnai transfer musim dingin di China. Pemain termahal adalah Alex Teixeira yang direkrut dengan nilai 50 juta euro oleh Jiangsu Suning.
Jiangsu juga rela menghamburkan 28 juta euro lainnya untuk Ramires. Sementara itu, Hebei China Fortune menebus Gervinho dengan mahar 18 juta euro dan Shanghai Shenhua mengakuisisi Freddy Guarin serta Demba Ba dengan nilai total 26 juta euro.
Apabila ditotal, 16 klub Liga Super China mengeluarkan 320,8 juta euro untuk membeli 174 pemain. Angka ini melampaui pengeluaran 20 klub Premier League yang cuma mencapai 247,2 juta euro.
Manuver Jiangsu bukanlah hal mengherankan. Mereka baru diakuisisi oleh Suning Commerce Group dengan biaya 523 juta yuan pada Desember 2015. Sekitar 20 persen saham Suning Commerce Group juga dikuasai oleh Alibaba.
Seluruh sektor telah bergerak untuk membangkitkan sepak bola di China. Namun, perlu diingat, semuanya berpangkal dari ranah politik, yaitu mimpi seorang presiden.
"Ada alasan baru miliarder China mau memberikan investasi dalam sepak bola. Mereka ingin membangun modal politik untuk waktu tak menentu," kata Rowan Simons, penulis Bamboo Goalposts.
Padahal, kasus pengaturan skor di China yang terungkap pada 2013, juga tak lepas dari ranah politik. Menurut Pemimpin Redaksi Titan Sports, Ma Dexing, pejabat-pejabat dari pemerintah lokal turut bermain di dalamnya.
Jadi, tidak heran apabila masih ada nada skeptis terhadap geliat sepak bola China. Salah satunya datang dari Manajer Arsenal, Arsene Wenger.
"Saya tak mengetahui bagaimana hasrat para investor di sana. Namun, apabila ada motif politik di dalamnya, kita harus merasa khawatir," tutur pria yang pernah berkarier di J League itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.