BANDUNG, KOMPAS.com - Tisna Trenadi (43), penjual kaus dan
jersey Persib Bandung, sedang duduk di sebuah bangku di samping barang dagangannya yang dipajang. Ia sehari-harinya berjualan dan memajangkan dagangannya di pinggir jalan, tepat di depan Stadion Siliwangi, Jalan Lombok, Bandung.
Mukanya tampak lesu. Pandangan matanya mengarah ke jalan melihat kendaraan melintas saat Kompas.com menghampirinya, beberapa waktu lalu. Pria itu berharap ada pembeli yang datang. "Sepi, Pak," keluh Tisna.
Menurut dia, sepinya pengunjung tak lepas dari kisruh Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan PSSI. Apalagi, PSSI memutuskan memberhentikan kompetisi sepak bola seluruh level. Akibatnya, sejumlah klub memutuskan melakukan pembubaran tim.
"Kisruh Menpora vs PSSI sangat memengaruhi pedagang di sini. Pembeli kaus sepi total, penjualan menurun drastis setelah terjadi kisruh tersebut,” kata Tisna.
Biasanya, tutur Tisna, pembeli selalu berdatangan setiap hari membeli jersey Persib. Apalagi, jika Persib menggelar latihan atau pertandingan uji coba di Siliwangi.
"Kehadiran Persib dan gelaran kompetisi mengundang banyak pengunjung kemari. Jika banyak pengunjung, banyak juga pembeli kaus atau jersey Persib. Kalau sekarang bisa dilihat sendiri, sepi," kata penjual kaus Persib Bandung yang sudah mangkal di depan Stadion Siliwangi sejak 10 tahun lalu itu.
Saat ini dalam seharinya, kata Tisna, kaus atau jersey Persib yang terjual bisa dihitung dengan jari. “Paling, sekarang mah laku 1 atau 2 kaus. Kadang enggak laku sama sekali," katanya.
Jumlah itu, lanjut dia, berbeda dengan sebelum pembekuan kompetisi oleh PSSI. Dalam seharinya, ia bisa menjual 7 sampai 9 buah kaus dan jersey. Bahkan, jika ada laga Persib, jersey dan kaus bisa terjual sampai tembus 50 buah.
Harga kaus dan jersey variatif, mulai dari Rp 20 ribu, Rp 30 Ribu, sampai dengan ratusan ribu rupiah. "Tergantung jenis dan bahan kausnya," jelas dia.
“Kalau cuma laku 1, 2 kaus, dipakai buat makan dan ngopi juga sudah habis. kadang-kadang sama dengan modalnya. Tambah pusing jika tidak ada laku sama sekali. Kami punya anak, punya istri. mMskipun tak punya uang, tetap harus (memberi) makan setiap harinya," keluh dia.
Pedagang kaus dan jersey lainnya, Nono (28), mengalami hal serupa. “Pembeli sepi ini akibat dari kisruh Menpora vs PSSI ngaruh pisan (banget)," keluh Nono (28) saat ditemui di tempat terpisah, tak jauh dari lapak Tisna.
Harapan pedagang
Para pedagang itu menilai pekerjaan dan penghasilannya seolah hilang setelah adanya kisruh sepak bola nasional. Pasalnya, mereka sudah ketergantungan mencari rezeki dari gelaran kompetisi sepak bola.
Bukan cuma pedagang kaus dan jersey Persib yang kehilangan penghasilan, tapi, juga kelompok pedagang lain, seperti tukang minuman, kacang rebus, bahkan pemulung tempat minuman bekas air mineral.
Nahas bagi mereka, penghentian kompetisi oleh PSSI itu terjadi menjelang hari raya Idul Fitri. “Sebentar lagi lebaran. Kami mau car rezeki dari mana, " keluh Tisna sambil menggelengkan kepala.
Oleh karena itu, Tisna dan para pedagang lain, berharap Menpora dan PSSI segara menyelesaikan masalah kisruh sepak bola nasional. Tidak melulu mengedepankan ego masing-masing.
"Kami berharap Menpora dan PSSI untuk duduk bersama mencari solusi terbaik dengan harapan kompetisi kembali lagi digelar, sehingga kami dapat kembali mencari rezeki seperti biasanya," harapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.