Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisyphus, Cinderella, dan KLB PSSI

Kompas.com - 16/03/2013, 20:03 WIB

KOMPAS.com — Pada Piala Eropa 2000, Jerman tersingkir di fase grup sebagai juru kunci dengan rekor tak pernah menang. Setelah bermain imbang 1-1 dengan Romania, Jerman dikalahkan Inggris 0-1 dan dibungkam Portugal 0-3.

Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) berbenah. Bukan sekadar melempar kesalahan kepada pelatih dengan memecatnya dan mengangkat pengganti, melainkan "mengaku salah" dengan mengubah kebijakan, terutama pembinaan pemain muda.

"Bundesliga dan DFB membuat keputusan yang benar sepuluh tahun lalu (2002), yaitu, untuk mendapatkan lisensi untuk ikut berkompetisi, Anda harus mengelola sebuah akademi. Klub Bundesliga 1 dan Bundesliga 2 menghabiskan 75 juta euro per tahun untuk mengelola akademi-akademi itu. Di Jerman, akademi-akademi kami harus memiliki 12 orang yang bisa bermain untuk Jerman dalam setiap kelompok umur," ujar Ketua Eksekutif Liga Jerman (DFL) Christian Seifert.

Kebijakan itu bisa efektif karena didukung kebijakan finansial. Sekitar 50 persen dari pendapatan klub digunakan untuk gaji pemain. Dengan kewajiban menyisihkan pendapatan untuk membina pemain muda dan anggaran belanja pemain sebesar itu, klub lebih serius menggunakan jasa pemain muda, meski tentu saja, hasilnya tak bisa dilihat dalam satu-dua musim.

Sistem pembinaan itu mulai menunjukkan buahnya pada Piala Dunia 2010. Saat itu, dari 23 pemain, 19 orang merupakan pemain binaan klub Bundesliga 1 dan empat lainnya hasil binaan klub Bundesliga 2. Jerman mengakhiri turnamen itu sebagai second runner-up setelah mengalahkan Uruguay 3-2.

Pada Piala Eropa 2012, dengan sejumlah pemain berusia maksimal 23 tahun, Jerman melaju sampai semifinal. Pemain-pemain itu misalnya Mario Goetze (kini 20 tahun), Marco Reus (23), Toni Kroos (23), Mats Hummels (24), dan Thomas Mueller (23).

Kebijakan finansial juga menentukan klub Bundesliga 1 dan Bundesliga 2 yang tidak mampu membiayai kegiatan tim akan diturunkan ke level kompetisi lebih rendah karena klub profesional pertama-tama tidak bicara soal prestasi, tetapi kemampuan untuk menjadi mesin penghasil dan pemutar uang yang bisa menghidupi karyawan-karyawannya, termasuk pemain.

Meski uang merupakan hal vital, klub Bundesliga 1 dan Bundesliga 2 tak lantas "mata duitan". Setidaknya itu tampak dari kebijakan kepemilikan klub, yaitu 51 persen saham harus dimiliki suporter, melalui program keanggotaan klub. Dengan begitu, tak ada investor tunggal atau dominan yang menguasai klub.

Vfl Wolfsburg dan Bayer 04 Leverkusen menjadi pengecualian. Pada dua klub tersebut, saham terbesar dimiliki Volkswagen yang bermarkas di Wolfsburg dan Bayer Pharmaceuticals yang bermarkas di Leverkusen. Dengan kata lain, kedua klub itu masih dimiliki entitas yang berasal dari komunitas yang sama.

"Bayer Leverkusen dan Wolfsburg adalah pengecualian. Jika sebuah perusahaan mendukung kegiatan sepak bola di sebuah klub selama 20 tahun lebih, maka mereka diizinkan membeli saham sehingga menjadi pemegang saham mayoritas," ungkap Seifert.

Klub-klub Bundesliga hidup dari tiket, sponsorship, dan hak siar televisi, bukan uang investor kaya seperti Chelsea dan Manchester City. Dengan kebijakan itu, Bundesliga menjaga nasionalismenya karena pemain, suporter, dan "pemilik klub" adalah orang Jerman.

Bundesliga mungkin atau memang tak sepopuler Premier League, Liga BBVA, dan Serie-A. Namun, jika sudah bisa menciptakan kompetisi sehat yang berkontribusi untuk timnas dan memuaskan rakyat sendiri, pengakuan dari luar bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan. Keberhasilan Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund masuk perempat final Liga Champions dengan sendirinya bicara soal perkembangan daya saing klub Bundesliga.

Sepak bola Jerman butuh waktu lebih dari 12 tahun untuk menjadi seperti sekarang dan mereka masih terus berproses. Dengan begitu, Indonesia tak bisa berharap Kongres Luar Biasa yang akan digelar pada Minggu (17/3/2013) akan langsung menyelesaikan berbagai masalah dan memberikan prestasi.

Namun, untuk memulai perubahan yang baik seperti Jerman, PSSI dan KPSI pertama-tama harus menyadari kesalahan dan kekurangan, seperti halnya Jerman belajar dari kegagalan di Piala Eropa 2000. Jika sudah begitu, mereka harus mengikuti KLB dengan niat berdamai dan sudah punya konsep dan rencana untuk sepak bola Indonesia, bukan sekadar menghindari sanksi FIFA, mengingat agenda KLB besok sudah jelas, yaitu pengembalian empat anggota Eksekutif Komite yang dipecat, revisi statuta, penyatuan liga sepak bola profesional, dan peserta KLB adalah peserta Kongres Solo 2011.

Semua agenda itu mengakomodasi kepentingan pihak bertikai. Akan menjadi konyol jika pihak bertikai hanya menghadiri KLB hanya untuk bersalaman. Mereka harus datang untuk bersama-sama menjawab dan mengakomodasi kepentingan dan harapan rakyat Indonesia dalam arti seluas-luasnya, bukan masyarakat yang selama ini menghamba kepada mereka.

Prestasi internasional, setidaknya di kawasan Asia, bukanlah harapan utopia. Sejarah menunjukkan bahwa anak-anak bangsa ini punya kemampuan yang disegani lawan, jika sekarang kita tidak bisa berbuat banyak, meski sudah diperkuat pemain naturalisasi. Itu karena Indonesia tak berproses. Jadi, memecat Nil Maizar dan "diam-diam" mengangkat Luis Manuel Blanco bukan solusi.

Jika PSSI serius memperbaiki sepak bola Indonesia dan membangun sepak bola profesional, mereka harus menetapkan standardisasi klub dan menerapkannya dengan jujur dan tegas.

Klub peserta kompetisi dua kasta teratas harus menyiapkan rencana bisnis dan anggaran, termasuk kontrak pemain, minimal untuk tiga musim kompetisi. Selain menghindari terulangnya insiden Diego Mendieta, syarat ini penting untuk menjamin kontinuitas kompetisi yang merupakan ajang untuk menemukan dan mengasah bakat pemain.

Klub yang menunggak gaji harus dianggap tidak profesional dan diturunkan ke level amatir, sehebat apa pun sejarah dan nama besar klub itu, karena mereka "mengancam" kelangsungan hidup pemain. Pengelola liga kemudian harus mengambil alih tanggung jawab, dalam hal ini melunasi gaji pemain atau melakukan tindakan lain yang membuat pemain bisa mendapatkan haknya.

Suporter dan klub yang suporternya melakukan pelanggaran hukum harus mendapatkan sanksi berat. Hal ini penting untuk menciptakan pertandingan aman dan nyaman di stadion. Jika pertandingan aman, akan ada semakin banyak penonton datang dan dengan begitu meningkatkan pendapatan dari tiket.

Dengan stadion yang penuh (dengan orang-orang yang membeli tiket), klub punya peluang mendapatkan pemasukan lebih besar dari sponsor dan hak siar. Mengenai kapasitas dan kualitas stadion, klub bisa bekerja sama dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Jadwal pertandingan juga harus dibuat seragam, pada hari Sabtu dan Minggu misalnya. Selain memberi kesempatan kepada semakin banyak orang menonton, juga supaya pemain berada dalam kondisi fisik relatif sama ketika mengikuti latihan bersama tim nasional. Jika selisih waktu antara Indonesia Barat, Tengah, dan Timur menjadi kendala, perlu dipikirkan membagi kompetisi menjadi dua wilayah.

Untuk pembinaan pemain muda, PSSI, pengelola liga, dan klub bisa bekerja sama lebih serius dengan sekolah-sekolah sepak bola, misalnya membuka lowongan pemain.

Akan ada keuntungan dan kerugian dari perubahan itu. Namun, jika Tuhan saja kesulitan menggembirakan semua orang dalam waktu yang sama, siapa yang bisa?

Dengan begitu, peserta KLB besok harus datang dengan semangat rela "tidak ikut bermain". Seperti kata Cesc Fabregas, ia gembira tak dimainkan jika itu demi kepentingan yang lebih besar, Barcelona.

Jika peserta KLB datang untuk perut masing-masing, maka KLB hanya akan menjadi cerita versi lain dari legenda Sisyphus, dan pemain sepak bola Indonesia akan selamanya kalah terkenal dan kalah sejahtera dari pengurusnya.

Semoga KLB ini merupakan awal dari cerita versi lain dari Cinderella, yaitu kemenangan pemain dan suporter yang selama ini menderita karena diabaikan "majikan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

    3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

    Timnas Indonesia
    Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

    Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

    Timnas Indonesia
    Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

    Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

    Motogp
    Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

    Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

    Liga Inggris
    Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

    Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

    Timnas Indonesia
    Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

    Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

    Badminton
    Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

    Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

    Timnas Indonesia
    Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

    Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

    Liga Inggris
    Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

    Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

    Motogp
    Hasil Piala Thomas 2024: Fajar/Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 Atas Inggris

    Hasil Piala Thomas 2024: Fajar/Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 Atas Inggris

    Badminton
    Prediksi Bung Ahay: Peluang Indonesia ke Final Terbuka, Waspada Gaya Eropa

    Prediksi Bung Ahay: Peluang Indonesia ke Final Terbuka, Waspada Gaya Eropa

    Timnas Indonesia
    Semifinal Piala Asia U23, Jangan Remehkan Lagi Indonesia

    Semifinal Piala Asia U23, Jangan Remehkan Lagi Indonesia

    Liga Indonesia
    Hasil Thomas Cup 2024, Anthony Sinisuka Ginting Menang

    Hasil Thomas Cup 2024, Anthony Sinisuka Ginting Menang

    Badminton
    Fakta Menarik Uzbekistan, Lawan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23

    Fakta Menarik Uzbekistan, Lawan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23

    Timnas Indonesia
    Pesan dan Harapan untuk Ernando Ari Jelang Laga Melawan Uzbekistan

    Pesan dan Harapan untuk Ernando Ari Jelang Laga Melawan Uzbekistan

    Timnas Indonesia
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com