Saya memilih menulis karena semuanya lebih detail. Saya bisa menyampaikan segala permasalahan, segala ide, pandangan saya tentang profesi saya lebih detail dan lebih apa adanya. Dan oleh karena itulah saya menulis. Walau pada akhirnya, susah bagi saya di awal. Tetapi karena lebih pada karena keharusan, untuk meng-counter atau menjelaskan sesuatu yang terjadi, sekarang menjadi sebuah kebiasaan.
Otodidak atau ada yang mengajari?
Itu otodidak. Kebetulan saya suka membaca, jadi saya banyak belajar dari kolumnis-kolumnis andal. Saya banyak belajar dari orang-orang tulisannya yang saya suka. Tapi, saya selalu memberi ciri khas dalam tulisan saya. Dan ya, alhamdulillah, apa yang saya tulis di blog saya mendapat respon positif dari pembaca.
Tujuan saya menulis adalah untuk berbagi pengalaman, berbagi pengalaman tentang karier saya sebagai pemain sepak bola, dan juga pribadi. Siapa tahu, tulisan saya bermanfaat bagi pemain generasi di bawah saya yang ingin menjadi pemain sepak bola. Setidaknya mereka bisa mempersiapkan diri. Ketika mereka menjadi pemain sepak bola, ada saat-saat di mana mereka menemukan hal yang tidak nyaman, yang mungkin nyaman, ya mungkin luar biasa tidak nyaman, dan sebagainya, segala intrik dan segala kondisi itu nyata, riil, dan bisa belajar saya mengatasi itu mungkin. Dan saya harap itu bisa bermanfaat.
Anda sebut itu keterpaksaan. Anda dikenal punya hubungan kurang bagus dengan media. Anda pernah ditulis seperti apa hingga mengambil jarak dengan media?
Yang paling penting, apa yang kita sampaikan tidak mereka tulis seperti apa yang mereka dengar. Bagi saya, apa yang ditulis media bisa membentuk opini publik yang sangat kuat. Tetapi, sayangnya terkadang media tidak bisa menyampaikan sebuah hal seperti yang disampaikan narasumber.
Ada ketidakpuasan di sana ketika terjadi interview, kemudian dalam pemuatan besoknya tidak sesuai dengan apa yang saya maksudkan. Lalu saya berpikir, saya ingin sesuatu yang bisa merepresentasikan diri saya, benar-benar seperti yang ingin saya sampaikan, sehingga message sampai ke masyarakat.
Dan oleh karena itu saya menulis. Karena dengan menulis, saya bisa menjelaskan setiap masalah dengan sangat detail sehingga mereka bisa tahu kenapa saya memilih itu, kenapa saya bersikap seperti itu, karena di situ saya bisa menjelaskan kenapa bisa menentukan itu.
Persisnya kapan?
Pertama kali saya menulis sejak 2004, tetapi baru berani membuat blog pribadi tahun 2007. Tulisan pertama saya tahun 2004 ketika saya pindah ke Malaysia. Karena tulisan pertama saya adalah surat pamitan kepada The Jakmania (suporter Persija). Saya masih ingat betul itu.
Dengan popularitas Anda saat ini, dengan followers di Twitter yang jauh lebih besar dibanding Presiden FIFA, Anda tidak tergoda terjun ke dunia politik?
Tidaklah. Saya ingin dikenal masyarakat sebagai pesepak bola. Itu sesuatu hal yang masih bisa jaga hingga saat ini dan insya Allah sampai kapan pun. Saya ingin dikenal masyarakat sebagai pemain sepak bola, bukan sebagai bintang iklan, bukan sebagai hal yang lain.
Bagi saya, ada tanggung jawab besar ketika menjadi seorang public figure. Ada dua hal yang bisa menjadi semacam hal yang berlawanan ketika menjadi public figure, yaitu kita bisa menjadi memberikan efek positif atau efek negatif, tergantung bagaimana kita memanfaatkan hal itu.
Itu yang saya coba saya share kepada masyarakat atau follower saya, bahwa saya ingin memberi efek yang positif walaupun tidak selamanya yang ada diri saya positif. Tetapi, setidaknya ada sebuah hal positif yang membuat generasi pemain sepak bola di bawah saya belajar. Karena, sebagai public figure, kita seperti diletakkan dalam sebuah mikroskop. Apa pun yang kita lakukan, akan diperhatikan dan dicontoh orang.
Jadi, di sisi lain lain ada ketenaran orang, di sisi lain orang itu punya tanggung jawab moral untuk bisa memberi efek positif bagi orang yang mengidolakan dia.
Anda terlihat lebih getol di pembinaan usia dini?
Ya memang kalau kita bicara usia dini, kita selalu antusias. Saya dalam hal ini, kami di bawah MSG (Munial Sport Group). MSG ini menaungi sekitar 10-15 pemain sepak bola nasional di Indonesia. Setiap tahun kita mempunyai kompetisi sepak bola level junior yang (digelar) lebih kepada tanggung jawab moral kita untuk memberi edukasi kepada pemain-pemain muda kita di Indonesia.
Kalau kita bicara pemain sepak bola usia dini, kita akan kembali ke masa 15 tahun yang lalu, ketika belajar seperti mereka. Setiap pemain sepak bola pasti senang ketika diajak ngomong masalah pembinaan usia dini. Karena itu akan membuat mereka flash back kapada siapa mereka dulu. Itu yang kita lakukan.
Dulu saya ada di beberapa produk, kebetulan sekarang saya di Kompas (Liga Kompas Gramedia), termasuk kita punya sendiri yang bertujuan untuk memberi pondasi yang kuat bagi masa depan mereka karena itu tanggung jawab moral kita. Jadi, saya selalu welcome dan selalu antusias untuk berbicara masalah pembinaan usia dini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.