Sepak bola menyerang total telah lahir dan juga mengandalkan zonal marking. Sejak saat itu, catenaccio murni yang bertahan dan mengandalkan man marking dianggap sekarat, kemudian mati perlahan. Kalaupun ada tim yang bermain bertahan, bukan berarti menerapkan catenaccio.
Catenaccio murni sudah kehilangan konteksnya di sepak bola modern. Apalagi setelah peraturan offside muncul dan lebih longgar bagi tim penyerang, maka catenaccio murni sudah tak cocok lagi, bahkan terasa riskan.
Memang, permainan bertahan tak mati. Bedanya, pemain gerendel (sweeper atau libero) tak digunakan lagi karena terbukti ketinggalan zaman. Lalu, muncullah zona mista. Sistem ini menggabungkan zonal marking dengan catenaccio yang mengandalkan man marking.
Di sistem zona mista, taktik bertahan adalah zonal marking. Namun, libero tetap dipertahankan untuk menempel (man marking) pemain paling berbahaya. Tim-tim Italia kemudian banyak yang menggunakan sistem ini dan mereka sukses di tingkat klub maupun timnas (juara Piala Dunia 1982). Enzo Bearzot merupakan tokoh sistem ini. Dan, sistem ini kemudian juga dikenal dengan Italian defense atau pertahanan gaya Italia.
Lalu, Arrigo Sacchi menjadi pelatih AC Milan (1987-1991). Dia memperkenalkan sepak bola indah dan menyerang dengan mengandalkan trio Belanda (Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten). Perlahan-lahan, tim sepak bola Italia meninggalkan catenaccio secara total.
Meski begitu, kata catenaccio masih sering dipakai dalam dunia sepak bola. Setiap tim yang bertahan dan mengandalkan serangan balik selalu disebut catenaccio. Padahal, hampir sudah tak ada tim yang menggunakan sweeper atau bahkan libero. Kalaupun ada, bukan berarti sistem permainannya catenaccio.
Tim yang kalah kualitas biasanya memang akan menerapkan permainan bertahan dan menerapkan serangan balik. Itu sudah wajar. Tetapi, kini masih sering terdengar latah soal catenaccio. Setiap tim yang bermain bertahan selalu dinilai menerapkan catenaccio. Padahal, bertahan tidak harus catenaccio. Sebab, bertahan itu adalah iktikad, rencana, dan strategi, bukan sistem. Dengan sistem apa pun, tim bisa bermain bertahan jika memang niatnya bertahan.
Memang, roh catenaccio terkadang merasuki tim-tim yang bermain bertahan. Seperti kala Jose Mourinho menyuruh Pepe menempel ketat Lionel Messi kala Real Madrid melawan Barcelona. Namun, Madrid sebenarnya tak sedang menerapkan catenaccio. Sebab, catenaccio murni sebenarnya sudah mati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.