Keributan suporter, praktik korupsi, hingga konflik tiada henti lebih menjadi inti sepak bola tanah air kurang lebih beberapa tahun belakangan ini. Jutaan pendapat, umpatan kekesalan masyarakat akibat prestasi yang tak kunjung datang, pun dijadikan ajang saling serang bagi sejumlah pengurus yang bertikai. Tak ada lagi, kebersamaan untuk mencari prestasi. Kisruh yang tak kunjung terselesaikan itu, makin lama makin menjengkelkan.
Kepentingan para elit yang berkepentingan itu, semakin memangsa dan mengorbankan prestasi. Kedua kubu, PSSI dan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) yang saling berseteru memperebutkan kuasa, hanya menampilkan bahwa sepak bola hanya urusan ego mereka semata. Prestasi sepak bola pun menjadi bola mati yang hanya menjadi mimpi anak negeri.
Rasanya, sudah habis kata untuk menyadarkan kedua pengurus yang berseteru itu. Masyarakat pun sudah bosan dengan kosakata, rekonsiliasi yang terus terdengar di sejumlah media. Bukannya sadar bahwa seantero negeri ini rindu akan prestasi, beberapa pengurus bertikai itu justru terus bermanuver dengan muslihat, dan terus saling tarik urat. Anak bangsa pun seperti dipecah belah dalam pusaran konflik itu.
Paling anyar, lihat saja, babak baru perseteruan ini kembali memanas ketika KPSI membuat PSSI tandingan setelah menggelar kongres luar biasa (KLB) di Ancol beberapa waktu lalu. Bahkan, setelah adanya dualisme kompetisi (IPL dan ISL) dan organisasi, sekarang dualisme pun merambah ke tim nasional. Para pemain tim "Garuda" yang ingin membela negara di tingkat asia dan dunia pun yang menjadi korban dengan adanya situasi ini.
Fakta bahwa PSSI pimpinan Djohar Arifin pernah membuat kesalahan dengan menambah jumlah dan memasukan beberapa klub ke IPL memang cukup sulit dibantah. Apalagi, PSSI juga terkesan terlambat untuk melakukan rekonsiliasi yang baru digulirkan di akhir batas deadline FIFA. Akan tetapi, sejumlah jalan untuk menyelesaikan perselisihan ini urung diambil sejumlah pihak, sehingga tidak ada titik temu dari persoalan ini.
Tidak ada lagi kata persatuan dan kebesaran hati dari kedua kubu untuk membuktikan kepada publik sepak bola Indonesia yang rindu akan prestasi. Pada akhirnya konflik itulah yang mengakibatkan kemunculan sejarah buruk bagi tim nasional senior Indonesia, salah satunya ketika kalah 0-10 atas Bahrain. Belum lagi sejumlah kegagalan di tingkat final beberapa kejuaraan di Asia Tenggara.
Kembalikan riwayat PSSI
Harusnya kedua pengurus yang bersiteru bisa melihat, bagaimana seorang pemimpin PSSI, Soeratin, rela meninggalkan pekerjaannya dengan penghasilan 1000 gulden untuk membangun semangat nasionalisme bangsa melalui sepak bola. Bahkan, Soeratin pun harus hidup dalam kemiskinan hingga akhir hayatnya, karena tidak mampu menebus obat ketika sakit. Dia pun tidak meninggalkan perusahaan besar dengan kegemilangan materi, kecuali hanya organisasi yang dicintainya, yaitu PSSI.
Rakyat sejatinya sudah bosan dengan kesibukan kedua pengurus yang saling tarik urat dengan manuver dan alasan penuh muslihat. Tanyalah ke masyarakat pecinta sepak bola sekarang, apa yang diharapkan untuk sepak bola? Jawabannya hanya satu, yaitu prestasi, titik. Seyogyanya harapan itu, tidak perlu dimainkan dengan pentas arogansi dan pameran basi sejumlah pengurus yang tak rela kehilangan posisi.
Hari ini, tepat 82 tahun PSSI menjadi bagian kehidupan sepak bola tanah air. Sepanjang puluhan tahun itu pula, masyarakat menanti munculnya pahlawan-pahlawan sepak bola baik di dalam maupun luar lapangan seperti Soeratin, Bung Hatta, hingga Tan Malaka. Semestinya pengurus itu sadar, bahwa meskipun ada seribu kali KLB, akan tetap sia-sia jika dendam PSSI dan KPSI itu terus tercipta. Jika saja, sejumlah pengurus itu rela mengesampingkan egonya demi perbaikan sepak bola, tidak ada kata sulit untuk membuat sejarah baru seperti riwayat PSSI puluhan tahun itu.
Selamat ulang tahun PSSI...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.